"Amanda!" tiba-tiba sebuah tangan menggenggam bahu Amanda dan membalikkan badannya.
Amanda terkesiap melihat suaminya lagi namun kali ini terlihat lebih nyata. Ia kembali menoleh ke cermin dan tidak menemukan apa pun di sana. Entah apa yang terjadi, Amanda langsung berbalik menghadap suaminya yang benar-benar nyata dan memeluknya erat-erat.
"Ada apa, apa yang terjadi?" tanya Christoper.
"Baru saja aku melihatmu seperti tersiksa di dalam cermin itu," jawab Amanda. "Aku tidak mau di sini, aku takut sekali, aku kira benar-bear terjadi sesuatu padamu," lanjutnya cemas seraya mengeratkan pelukannya.
Christoper membelai rambut panjang perempuan itu dan mengecup keningnya, "sebaiknya kita pulang saja, mungkin kau sedang lelah dan itu menyebabkan kau berhalusinasi," ajaknya.
Mereka pun segera pulang meski Christoper masih belum puas bermain-main. Selama perjalanan pulang Amanda tertidur dan Christoper baru menyadarinya ketika sudah memarkirkan mobil di garasi. Ia pun menggendong Amanda dan menidurkannya di kamar.
Christoper merapatkan selimut Amanda dan membelai rambut perempuan yang sudah terlelap itu. Christoper duduk di sisi Amanda dan teringat kejadian tadi, bahwa Amanda melihat dirinya tampak tersiksa di dalam cermin.
Apakah ia melihat Sean yang sedang disekap sekarang? Apakah ia sedang merasakan firasat buruk pada kekasihnya? Jadi, sebesar itukah mereka saling mencintai hingga bisa saling terhubung satu sama lain?
Meski Christoper tak mengerti dengan ikatan seperti dan bahkan lebih tidak mempercayainya, setidaknya hal itu bisa menjadi peringatan baginya. Bahwa, jalannya untuk memenangkan Amanda dari Sean akan tidak mudah.
***
Di tengah malam Amanda bermimpi tentang Sean yang meminta tolong padannya. Lagi-lagi pria itu meminta pertolongan dengan rupa yang memperihatinkan.
Seluruh tubuhnya penuh luka dan kali ini ia nampak terikat pada sebuah rantai besi yang begitu tebal hingga Amanda tidak tahan melihatnya.
"Tolong, Amanda..." Sean merintih merasakan sakit pada seluruh tubuhnya.
"Amanda, sayang..."
"Amanda..."
Amanda membuka matanya lebar-lebar dan melompat seraya menyerukan nama kekasihnya, "Sean!" Napasnya tiba-tiba saja tergopoh-gopoh. Matanya mengedar ke sekeliling dan menyadari ia masih berada di dalam kamarnya.
Christoper yang tidur di sampingnya pun terbangun, "ada apa?" tanyanya.
Amanda langsung memeluk Christoper erat-erat, "aku bermimpi buruk, aku dirimu yang sama seperti di cermin itu lagi," ujarnya.
Christoper sedikit terkejut karena tampaknya Amanda benar-benar memiliki firasat pada Sean. Tetapi ia berusaha tetap tenang dan membelai rambut panjang perempuan itu. "Tenanglah, itu hanya mimpi, semuanya masih baik-baik saja," katanya.
Amanda mendongak menatap wajah Christoper, "kau tidak sedang mengalami sesuatu yang buruk kan?" tanya Amanda.
Christoper menggeleng, "bukan aku, tapi kembaranku, kekasihmu," batinnya. "Maafkan aku, seharusnya aku tidak membawamu masuk ke wahana itu, sekarang kau jadi benar-benar kalut dengan pikiranmu sendiri," ujarnya.
"Ya, mungkin ini hanya bunga tidur saja, tapi kau juga harus hati-hati, barang kali memang sedang ada bahaya yang mengincarmu," kata Amanda.
Christoper menganggukkan kepala lalu mengecup kening Amanda. "Tidurlah kembali, ini masih larut," suruhnya lembut.
Amanda menganggukkan kepala kemudian ia merebahkan diri disusul Christoper. Mereka kembali memejamkan mata sambil saling berpelukan.
***
Christoper kembali menemui Sean. Ketika melihat pria itu tertidur ia langsung menyiramkan segelas air ke muka Sean. Ia sangat marah pada pria itu karena mengetahui Amanda begitu mencintainya.
Sean yang terbangun tampak sudah lagi tak terkejut melihat Christoper yang selalu tampak seperti beruang yang marah di depannya. "Apa lagi yang akan kau lampiaskan padaku?" tanyanya santai.
Tiba-tiba Christoper melayangkan pukulan tepat di wajah Sean hingga membuat pelipis pria itu mengeluarkan darah segar. "Kenapa bisa-bisanya dia melihatmu dalam mimpi?" teriak Christoper.
Sean tersenyum sinis, "jadi kau baru melihat cinta kami?" ujarnya sambil menatap wajah Christoper. "Sebesar itulah kami saling mencintai hingga Amanda bahkan bisa merasakan bahwa yang dilihatnya bukanlah diriku," katanya dengan bangga.
"Arghh! Sialan kau!" umpat Christoper tampak semakin marah.
Sean tersenyum penuh kemenangan, "tampaknya apa yang kau lakukan padaku percuma saja, kau tidak akan pernah bisa mendapatkan Amanda, karena dia sangat mencintaiku."
"Diam kau!" sergah Christoper tampak frustasi.
Sean semakin merasa di atas awan. Ia malah terkekeh dan berkata, "kau mungkin memiliki raganya sekarang, tapi hatinya akan selalu menjadi milikku."
"Sekali lagi kau bicara akan kurobek mulutmu!" ancam Christoper.
Tak berapa lama dua orang anak buah Christoper membawa sebuah kotak cukup besar dan meletakkannya tak jauh dari Sean dan Christoper. Christoper pun segera menghampiri kotak itu dan membukanya.
Mata Sean terbelalak ketika melihat kotak itu seluruh isinya adalah barang terlarang. "Kau, seorang pengedar?" tanyanya dengan tatapan nyalang.
"Bukan, lebih tepatnya akulah bandarnya, dan ini hanya sebagian kecil dari seluruh bisnisku," jawab Chrsitoper santai.
Mendengar hal itu Sean terdiam sejenak kemudian menatap Christoper dengan mata menyala. " Jadi kau beri makan Amanda dengan uang harammu?"
"Memangnya kenapa, ini kerja kerasku sendiri, dari pada kau, hanya bisa menumpang nama orang tua angkatmu tanpa merasakan pedihnya menjadi orang bawah," ketus Christoper.
"Sialan, kau! Suatu saat aku sendiri yang akan menyeretmu dalam penjara," kata Sean penuh tekad.
Christoper tersenyum sinis, "terserah saja, memangnya kau akan bebas?" katanya seraya mendekat, "pada saatnya nanti, kau akan aku bunuh dan aku akan sepenuhnya memiliku Amanda," ujarnya.
Tiba-tiba Sean meludah di wajah Christoper membuat pria itu sangat marah dan kembali melayangkan pukulan di wajah Sean. Christoper lalu berdiri, "ingat itu, sekarang kau bisa dengan mudah meludahiku, meludahlah sepuasmu, sebelum kau benar-benar mati," katanya kemudian pergi meninggalkan Sean.
***
Christoper pun pulang dan mencari-cari keberadaan Amanda. Ia melihat perempuan itu tampak sedang membuat minuman di dapur. Ia pun langsung memeluknya dari belakang bahkan menyentuh bagian lain dan menggoda Amanda.
Amanda tersenyum sipu, "kau ini sedang apa?"
"Menggodamu," bisik Christoper mengembuskan hawa panas di tengkuk Amanda.
Amanda tampaknya sudah terpanah rayuan Christoper. Ia terbuai oleh sentuhan Christoper yang sangat pintar menemukan titik sensitif dalam tubuhnya. Ia pun tak bisa mengelak lagi ketika Christoper berbuat semakin jauh dan meletakkan tangan nakalnya di mana pun ia suka.
Pada akhirnya mereka berdua berakhir di ranjang dengan selimut menutupi tubuh mereka yang kini saling berpelukan setelah peraduan yang begitu panas.
"Sean, apa kau tidak berharap aku segera hamil?" tanya Amanda.
Christoper terkejut mendengar hal itu, "kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?"
"Aku pikir akan lebih baik jika ada seorang anak di rumah ini," kata Amanda.
Christoper tertegun, ia merasa mungkin ia akan kesulitan memiliki keturunan atau bahkan mungkin tidak akan pernah mendapatkannya setelah begitu banyak barang haram masuk ke dalam tubuhnya. "Jangan terburu-buru begitu, suatu saat kita juga akan memilikinya," katanya.
"Bagaimana jika aku tidak bisa memberimu keturunan?" tanya Amanda.
"Kenapa begitu?" Christoper menaikkan sebelah alisnya.
"Sampai sekarang aku tidak menunjukkan gejala kalah aku mengandung, padahal kita kerap kali melakukannya," tutur Amanda.
Christoper menghela napas, "sudah kubilang tidak usah buru-buru, mungkin memang kita belum saatnya memiliki keturunan," katanya.
Amanda menghela napas, "tapi, orang tuamu tidak bilang ingin segera punya cucu kan?"
Christoper menggeleng, "tidak," jawabnya singkat.
Amanda menghela napas lagi, "syukurlah," gumamnya.
Christoper pun membelai Amanda dan tampak mengisyaratkan bahwa ia menginginkan Amanda lagi, "kalau begitu, kita lanjutkan saja lagi."