Christoper pun dengan langkah lebar dan tampak marah mendekat. "Beraninya kalian bermesraan di sini, ini bukan tempat untuk berbuat tidak senonoh!" gertaknya.
Si wanita tampak kesal, "huh, dasar sok suci, lihat saja apa yang dilakukan mereka di dalam, tanpa malu bermain dengan pintu terbuka," gerutunya.
Christoper pun menoleh ke dalam kamar dan matanya langsung berkobar hebat seolah bersiap membakar apa pun yang ada di sekitarnya. Dia pun masuk ke kamar itu dan berteriak, "apa yang kalian lakukan?"
Kedua pasangan mesum itu pun melompat saking terkejutnya dan secara spontan menutupi tubuh mereka dengan apa saja yang bisa mereka raih. Si pria menutupi tubuhnya dengan bantal sementara si wanita menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kamar ini milik Mathias, makamnya bahkan masih basah dan kalian beraninya mengotori kamar ini?" sergah Christoper bersungut-sungut.
Teriakan Christoper tadi rupanya langsung membuat kesadaran si pria terkumpul penuh. Ia pun tertunduk menahan rasa takut sekaligus malu. Karena selain Christoper ada Billy dan seorang wanita bayaran yang melihatnya di ambang pintu.
"Ma-maafkan kami, Christoper, kami tidak sadar telah masuk ke sini," ucap si pria terbata-bata.
"Maaf katamu?" Christoper merasa muak melihat pasangan tak resmi yang masih tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya itu, "keluar dari sini!" teriak Christoper. Suaranya yang begitu menggelegar sampai membuat Billy dan si wanita bayaran tadi merasakan jantung mereka ikut berdentum keras.
"Hei, dia bosmu, kan?" bisik si wanita bayaran pada Billy.
"Ya, kenapa?" tanya Billy.
"Aku tidak bisa bayangkan kau bekerja untuk orang temperamental seperti itu," ejek wanita itu.
Billy menaikkan sebelah alisnya, "walau begitu, dia bisa membawa kemajuan untuk kami," belanya.
"Tetap saja jika aku jadi kau aku tidak akan mau terus bekerja dengannya," kata si wanita.
"Apa yang kalian bicarakan?" sahut Christoper tiba-tiba.
Billy dan si wanita bayaran tadi pun terkesiap hingga hampir saja melompat dan cepat-cepat kabur dari hadapan Christoper.
***
Christoper kini menjadi seorang pemimpin. Samua orang bersorak sorai atas kenaikan tahtanya yang diturunkan secara langsung oleh Mathias sebelum meninggal. Mereka semua yakin bisnis gelap yang mereka jalankan selama ini akan kian berjaya bahkan melampaui yang bisa Mathias lakukan.
Tetapi lain bagi Billy. Entah kenapa kini dirinya semakin terbelah dua dan membuatnya kebingungan harus berpihak pada siapa. Tanpa ia sadari Christoper ternyata juga memperhatikannya.
Christoper sengaja menyuruh Elmo untuk membuntuti Billy saat ia sedang mencari seseorang dalam foto yang diberikan Mathias. Karena Billy sama sekali tak mengerti cara menjalankan misi ia hanya asal bertanya saja pada seseorang secara acak tentang orang dalam foto itu.
Saat itu Billy baru saja meninggalkan seorang pedagang pasar gelap yang baru-baru ini ia kenal. Mereka bertemu di pinggir jalan saat si pedagang baru saja menjajakan barang dagangannya. Sayang si pedagang sama sekali tak mengenali orang dalam foto meski ia tahu Mathias dengan baik.
Elmo pun segera menanyai si pedagang tentang apa yang dilakukan Billy. Setelah tahu ia pun segera menghubungi Christoper dan memberitahukan bahwa Billy sedang mencari seseorang.
***
Christoper baru saja pulang dari markas yang kini menjadi miliknya sepenuhnya. Di rumah tampak sepi dan hanya Matilda yang sedang mencuci piring.
Christoper mencari ke seluruh ruangan yang ada tetapi tak tampak keberadaan Amanda di mana pun. Ia pun segera menelepon perempuan itu.
"Halo, Sean," jawab Amanda.
"Di mana kau, kenapa tidak ada di rumah?" tanya Christoper.
"Aku sedang di rumah Mama, dia meneleponku tadi dan dia bilang sedang sakit makanya aku langsung datang menjenguknya," papar Amanda.
Christoper mendelik mengetahui Amanda berada di rumah perempuan tua menyebalkan itu, "beraninya kau pergi tanpa ijin dariku," katanya geram.
"Maafkan aku, aku sudah menghubungimu tadi, tapi..."
"Pulang sekarang!" bentak Christoper kemudian mematikan telepon.
Amanda yang mendengar bentakan itu pun terkejut, "halo, Sean? Halo?" ia semakin terkejut saat tahu telepon sudah dimatikan. Kenapa pria itu tiba-tiba marah-marah?
"Ada apa, nak?" tanya Evelyn lemah di atas ranjangnya.
"Sean menyuruhku untuk pulang sekarang, Mama, ini juga salahku karena tidak berpamitan padanya tadi," jawab Amanda.
"Sudahlah, di sini saja, temani mama, papamu baru akan pulang besok, dia masih ada di Beijing sekarang," bujuk Evelyn. Ia tahu Christoper tengah khawatir ia akan buka mulut dan membeberkan kenyataan bahwa sebenarnya dirinya bukanlah Sean yang sebenarnya.
"Tapi, ma, Sean tampaknya sangat marah bahkan langsung menutup telepon, aku harus pulang sekarang," sanggah Amanda.
Evelyn pun mendengkus dengan muka kecewa. Ia tak mau makan lagi padahal baru menerima dua suap nasi dari tangan Amanda. Amanda jadi bingung harus bagaimana. Tetapi karena ia memiliki tanggung jawab sebagai seorang istri ia harus pulang menuruti suaminya.
Amanda pun berdiri dan meletakkan piring makanan Evelyn di meja. Ia kemudian menundukkan kepala dan berkata, "maaf, mama, sekarang Sean adalah suamiku, sudah kewajibanku untuk patuh padanya, aku pulang sekarang," putusnya.
Evelyn tak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan Amanda pergi meski ia harus memendam rasa ibanya padanya perempuan muda itu. Sayang sekali, ia tak bisa berterus terang pada Amanda bahwa selama ini ia tengah menghadapi iblis paling kejam yang pernah ada.
Amanda pun segera menaiki mobil yang sudah bersiap di bawah tangga. Ia duduk di belakang dengan perasaan tidak tenang karena tadi suaminya terdengar sangat marah. Selama perjalanan ia terus merasa gelisah karena laju mobil terasa sangat lambat. Hingga beberapa kali ia meminta sopirnya untuk menaikkan kecepatan.
Tetapi sungguh malang, Amanda malah malah terjebak kemacetan di saat perjalanan pulangnya hanya tinggal beberapa menit saja saat lalu lintas normal.
Entah kenapa Amanda merasa semakin tidak tenang. Sean tak pernah sampai semarah itu padanya. Sekali pun tak pernah bernada tinggi apalagi berteriak padanya. Tetapi itu sebelum mereka menikah dan mereka tak punya ikatan resmi baik secara hukum maupun agama.
Sekarang mereka adalah suami dan istri yang punya kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi. Ini memang salahnya pergi begitu saja tanpa berpamitan.
Karena kemacetan sudah sangat lama baginya. Amanda pun membuka mobil dan berkata pada sopirnya, "aku jalan kaki saja, susul aku jika aku belum sampai dan kemacetan ini sudah berakhir."
Si sopir sempat mencegah tetapi Amanda keburu keluar dari mobil dan mulai berjalan cepat. Amanda melihat barisan kendaraan yang memadati jalanan. Entah apa yang terjadi di depan sana. Kemacetan itu ternyata lebih panjang dari jalur menuju ke rumah yang tinggal melewati belokan saja beberapa meter dari mobil Amanda berhenti.
Suara klakson kendaraan yang bersahut-sahutan seperti mengejar Amanda dan membuat wanita itu mempercepat langkahnya. Ia kini berlari dan sampai di belokan menuju rumahnya.
Dari belokan itu ia hanya perlu berjalan sekita 1 menit saja untuk sampai ke gerbang komplek rumahnya. Saat sampai di pos penjagaan Amanda sampai tak menghiraukan penjaga yang menyapanya. Ia terus berlari agar segera sampai ke rumah.
Dan, akhirnya Amanda sampai di depan pintu. Ia membuka pintu itu dan matanya langsung menemukan Christoper tengah duduk di sofa tampak menunggunya.
"Aku pulang," kata Amanda.
Christoper berdiri dan melangkah mendekat pada Amanda. Ekspresinya tak terbaca namun ia mengeluarkan aura yang sangat mencekam. Amanda menelan salivanya sekuat tenaga merasa ia akan dilempari bara yang panas.
"Kenapa baru sampai?" tanya Christoper.
"Tadi jalanan macet," jawab Amanda, "maafkan aku pergi tanpa berpamitan padamu, tapi, aku sudah meneleponmu tadi hanya saja kau tidak menjawabnya, mama bilang ingin ditemani makanya aku langsung ke sana," jelasnya.
Tanpa memberi aba-aba Christoper langsung melayangkan pukulan di wajah Amanda hingga perempuan itu jatuh tersungkur ke sofa. "Beraninya kau pergi ke sana tanpa ijin dariku!" sergahnya.
Amanda menyentuh wajahnya yang terasa panas. Hatinya terasa amat sakit menerima perlakuan kasar yang tak pernah ia sangka ini. Dulu, jangankan memukul, Sean berkata kasar pun tidak. Tapi, kenapa kali ini pria itu dengan tega menyakitinya?