Christoper memandangi telapak tangannya dengan mata nyalang. Merasa bersalah dan tak menyangkan akan perbuatannya sendiri.
Amanda kemudian berdiri dan menatapnya, "Sean, aku hanya pergi ke rumah orang tuamu, rumahmu juga, aku hanya menjenguk mamamu yang sedang sakit," protesnya dengan suara terisak.
"Aku tidak akan marah padamu jika kau berpamitan padaku sebelumnya," bantah Christoper.
"Aku sudah menjelaskannya bukan, aku sudah menghubungimu hanya saja kau..."
"Sudahlah, aku sedang lelah, jangan bahas itu lagi," potong Christoper alih-alih menutupi rasa bersalah dan takutnya akan ketahuan oleh Amanda. Bahwa, dirinya bukanlah Sean yang sesungguhnya. Ia kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Amanda yang memandangi punggungnya.
Perempuan itu masih bertanya-tanya siapakah lelaki di depannya itu. Dia kekasihnya, suaminya tetapi kenapa ia seperti melihat orang lain. Rasa sakit kian meremas hatinya seakan-akan sebuah tangan berkuku tajam yang melakukannya.
***
Malam ini terasa aneh. Tak seperti biasanya. Amanda duduk di meja rias menatapi bayangan dirinya yang memegangi wajah. Ia masih merasakan rasa membakar di pipinya seakan-akan tamparan itu baru saja mendarat. Air mata pun hampir saja jatuh dari pelupuk mata sebelum akhirnya Amanda menyekanya.
Sementara Christoper berdiri di balkon menatap rembulan yang bersembunyi di balik ranting-ranting pohon. Seluruh isi hatinya kacau seperti benang yang yang kusut.
Sesekali ia melirik Amanda yang bisa terlihat dari pintu yang terbuka. Perempuan itu tampak sangat kecewa. Ia pasti sangat tak menyangka akan mendapat perlakuan kasar seperti itu.
Pun Amanda sesekali melirik Christoper yang tampak seperti memikirkan banyak hal. Dari sekian banyak hal yang entah itu apa, Amanda melihat pria itu selalu ketakutan tetapi ia tidak tahu apa yang ia takutkan.
Pada akhirnya kedua pasang mata itu bertemu walau hanya sepersekian detik kemudian keduanya sama-sama memalingkan muka. Sama-sama ingin saling bicara dan bertanya 'kenapa' tetapi rasa sakit dan ego dalam hati masih menguasai.
Christoper kemudian membuang napas kasar. Hawa dingin malam hari mulai menusuk tulangnya. Ia pun masuk ke kamar dan menutup pintu agar hawa dingin itu tidak bisa masuk. Ia merebahkan diri di ranjang dengan posisi membelakangi Amanda.
Amanda pun melirik Christoper yang menghela napasnya beberapa kali sambil mengatur posisi. Hingga akhirnya napas pria itu terdengar teratur. Ia sudah tidur.
Amanda melangkah mendekati Christoper yang sudah benar-benar memejamkan mata. Ia memandangi pria yang meringkuk seperti janin dalam kandungan itu. Ah, kasihan sekali. Pria itu seperti anak malang yang kesepian.
Entah kenapa ia selalu tampak demikian. Seketika amarah dihati Amanda luluh lantak tergantikan oleh rasa iba yang maha daya.
Amanda kemudian menarik selimut di kaki Christoper dan menutupkannya sampai ke bahu pria itu. Ia pun berangsur ke sisi ranjang miliknya untuk ikut menyusul ke alam mimpi. Mimpinya bersama Sean untuk bahagia bersama sampai menutup mata.
***
Pagi ini di meja makan. Matilda bisa merasakan atmosfer yang dingin di ruangan itu setelah melihat mimik muka majikannya. Cepat-cepat ia menyiapkan sarapan kemudian pergi meninggalkan keduanya dalam keheningan. Christoper pun tampaknya juga menunggu Matilda pergi.
Setelah asisten rumah tangganya itu benar-benar tak terlihat lagi Christoper menatap Amanda yang menyibukkan diri dengan sarapannya. Ia berdehem, membuang muka sebentar kemudian menatap Amanda lagi dan menyentuh jemari perempuan itu.
Mata Amanda menatap Christoper yang duduk di depannya. Meja makan mereka berbentuk lingkaran dan hanya muat 4 orang saja jadi tak perlu bersusah payah untuk meraih jemari perempuan itu.
"Maafkan aku," ujar Christoper sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyesal telah memukul wajah wanita pujaannya itu.
Amanda yang sedari tadi tampak tegang pun tampak luluh meski ia hanya menunjukkan senyum kaku.
Christoper merapatkan genggamannya, "maafkan aku," ulangnya, "aku tidak bisa mengendalikan diri, aku sungguh menyesal melakukan itu padamu," tambahnya.
Amanda menganggukkan kepala, "jangan lakukan lagi," tuturnya lembut.
"Aku janji," jawab Christoper.
Amanda mengangguk lagi dan tersenyum manis.
"Sebagai permintaan maaf bagaimana kalau kita pergi kencan lagi?" tanya Christoper, "aku sudah pesan tempat, kau pasti suka," imbuhnya.
"Boleh, di mana?"
"Itu...rahasia," jawab Christoper sambil memainkan alisnya.
***
Amanda diminta Christoper agar berdandan cantik dan memilih gaun terbaiknya. Christoper hanya memberitahu dia akan mengajak Amanda untuk makan malam mewah di sebuah gedung yang dipesannya.
Perempuan itu menatap bayangannya di cermin. Riasannya sudah paripurna dengan rambut yang ditata sedemikian rupa. Ia memakai gaun off soulder berwarna hitam dengan kalung bertabur berlian kecil yang mempercantik tampilannya.
Tak lama kemudian Christoper berdiri di belakangnya sambil memegangi bahunya, "sudah siap?"
"Sudah," jawab Amanda.
Christoper mengeluarkan sebuah kain merah dan menutupi mata Amanda.
"Ah, untuk apa ini?" Amanda mulai merasa berdebar.
"Kau pasti akan sangat senang malam ini," bisik Christoper.
Amanda dituntun menuju ke mobil. Jantungnya semakin berdebar saat mobil sudah berjalan. Sejak saat itu entah kenapa waktu berjalan sangat lama. Ke mana ia akan dibawa pergi.
Setelah sekian lama menanti dalam kegelapan akhirnya Amanda mendengar mesin mobil yang dimatikan. "Apa kita sudah sampai?" tanyanya.
"Sedikit lagi," jawab Christoper semakin membuat Amanda berdebar.
Pria itu kembali menuntun Amanda untuk memasuki gedung dan menaiki lift. Saat lift bergerak naik Amanda bisa merasakan jantungnya yang seperti tertinggal di bawah saking berdebarnya.
Lift pun berbunyi, tanda mereka sudah sampai di lantai yang dituju. Saat pintu terbuka Amanda merasakan angin berhembus ke arahnya hingga rambutnya sedikit tertiup.
"Di mana ini?" tanya Amanda.
Christoper hanya tersenyum kemudian menuntun Amanda sedikit lagi. Setelah sampai ia lalu membuka penutup mata Amanda.
Perempuan itu perlahan membuka matanya dan organ kembar itu menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia langsung membekap mulutnya nyaris saja berteriak saat menyadari ia ada di mana.
"Bagaimana, kau suka tempat ini?" tanya Christoper.
"Tentu saja aku suka, ini tempat kau melamarku!" jawab Amanda hampir saja melompat.
Bukan main. Niatnya memberi kejutan pada perempuan pujaannya itu malah Christoper sendiri yang terkejut. "Apa?" dahinya seketika berkerut.
"Ya, aku sempat mengira kau mungkin melupakan tempat ini karena belakangan ini aku melihat kau berubah, seperti bukan dirimu yang sebelumnya, tapi sekarang aku yakin itu semua hanya perasaanku saja karena ini pertama kalinya kita hidup bersama dan berjumpa setiap saat," papar Amanda.
Tiba-tiba saja Christoper kehilangan semangatnya. Ia kira telah memberikan sebuah kejutan yang sangat istimewa. Rupanya ia malah memberikan hal yang sama dengan rivalnya sendiri.
Amanda tiba-tiba memeluk Christoper erat-erat, "aku mencintaimu, Sean, aku sangat mencintaimu, kau tahu tempat ini adalah salah satu yang paling kusuka dan kau tak pernah lupa itu, dari sini aku bisa melihat seluruh kota dengan lampu-lampunya yang seperti taburan bintang," ungkapnya.
Christoper tetap tersenyum ditengah hatinya yang merasa kesal. "Ya, ya, aku juga mencintaimu, Amanda, aku sangat mencintaimu, apa pun yang kau inginkan, aku akan memberikannya."
Dalam diam Christoper menahan rasa geramnya. Ah, sial! Lagi-lagi kau, Sean!