Beberapa hari lagi akan menjelang hari libur sekolah nasional dan internasional, dan beberapa murid dari beberapa sekolah memang sudah lebih dahulu di liburkan. Artinya " DREAMLAND WORD", akan segera dibuka.
Dreamland Word adalah sebuah tempat permainan seperti "Dunia fantasi", dan selalu di adakan di negara berbeda, kali ini Dreamland Word di selenggarakan di Indonesia tepatnya di Jakarta dan kegiatan ini untuk yang ke lima puluh tiga kalinya. Tidak tahu siapa sesungguhnya dari pemilik acara itu.
Ada yang bilang, mereka turun dari surga. Dan beberapa orang yang mendapatkan kesempatan kartu emas menyebutkan mereka seperti di dunia lain.
Walaupun di bukanya satu minggu lagi, tetapi untuk penjualan tiket sudah mulai di buka.
Dan "DREAMLAND WORD" ini, hanya di buka setiap tahun sekali. Harga tiketnya cukup murah, dan setiap tahun selalu ada pengundian yang namanya "KARTU EMAS".
Dan setiap tahun yang dapat "Kartu Emas", dari ribuan peserta "Dreamland Word", hanyalah tiga puluh orang saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Karena harga tiket "Dreamland Word", cukup murah. Yaitu hanya dua puluh lima ribu rupiah saja.
Jadinya, berbagai kalangan dapat ikut serta. Mereka yang rata-rata perekonomiannya di bawah standar sudah jauh-jauh hari mengumpulkan uang sedikit demi sedikit termasuk seorang anak yang berpakaian compang-camping dengan nama Ari.
Ia hidup sebatang kara, kedua-orang tuanya telah meninggal dunia.
Ari berusia sekitar sepuluh tahun, dan kerjanya kalau pagi menjual koran, dan siangnya sebagai tukang semir sepatu. Ia berjalan masuk gang keluar gang dalam menjual koran serta jasa semir sepatunya tersebut.
Tubuhnya kecil, tetapi larinya cukup gesit. Karena ia harus kejar-kejaran dengan preman ataupun petugas Satpol PP.
Penghasilannya tidak tentu. Kalau dapat lumayan, ia sisihkan sedikit untuk menabung demi membeli tiket masuk Dreamland Worddengan harapan ia akan mendapatkan kartu emas.
Selain Ari ada juga anak yang bernama Udin.
Udin adalah anak nakal yang selalu berbohong dan kerjanya selalu mencuri. Sebenarnya dia mencuri untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya.
Seharunya dia bekerja seperti Ari. Tetapi, karena malas dan hendak jalan pintas maka dia sering berbuat seperti itu.
Dan belakangan ini dia mengikuti kelompok si "Brewok".
Usia Udin tidak beda jauh dengan Ari.
Udin berusia lima belas tahun. Tubuhnya sedikit lebih tegap dari Ari, otaknya licik.
Udin juga ikut antrian bersama dengan brewok dan anak buah yang lainnya, dengan maksud dan tujuannya adalah tidak lain adalah saat acara berlangsung nanti ia dan si brewok serta anak buahnya yang lain juga dapat mencuri sebanyak-banyaknya.
Brewok adalah kepala gang di kampungnya si Udin, dan beberapa wilayah lainnya di Jakarta, serta di luar kota. Ia di takuti oleh orang-orang, tetapi dia paling takut dengan Babah Liong.
Tubuhnya si brewok sangat besar dan berotot, dan di penuhi dengan tato. Kepalanya pelontos dan di pipi sebelah kirinya ada bekas luka sayatan.
Usia si Brewok sekitar empat puluh tahun, sudah kerap kali keluar masuk penjara.
Babah Liong adalah orang terpandang dan berwibawa.
Sesungguhnya bukan di takuti tetapi di segani oleh banyak orang. Katanya dia orang kaya, ia seorang kolektor barang-barang antik.
Usia Babah Liong sekitar enam puluh tahun. Di wajahnya sudah mulai muncul keriput-keriput.
Ada juga si Ucok. Ucok adalah saudara jauh si Udin. Walaupun kelakuannya Ucok sebelas dua belas dengan Udin, tetapi dia selalu menolong orang yang lemah dan kesusahan.
Ada juga yang namanya Pak Ijo. Dia adalah tangan kanannya bang Ucok.
****
Akhirnya, Hari yang di tunggu-tunggu datang juga.
Hari itu, adalah hari awal liburan sekolah, semua anak-anak sekolah bersuka ria karenanya. Karena mereka tidak harus lagi menghafal suatu pelajaran tertentu atau menemui guru yang menyebalkan atau guru yang sering kali di sebut "Killer". Atau untuk sementara waktu mereka tidak akan bertemu dengan anak-anak yang nakal.
Selain itu yang di tunggu-tunggu juga adalah, "Dreamland Word" itu sendiri.
Tempat permainannya sama seperti biasa yang ada di tempat lain, tetapi ada satu hal yang menarik yaitu "Kartu Emas".
Kartu Emas adalah kartu rahasia di mana hanya ada tiga puluh anak yang mendapatkannya. Setiap tahun pun selalu begitu, jadi yang di incar anak-anak adalah sesungguhnya "Kartu Emas" tersebut.
Walaupun mereka tidak mendapatkan kartu emas, mereka tetap dapat menggunakan semua wahana permainan yang ada di Dreamland Word sepuasnya. Selama di buka, mereka semua dapat datang kembali ke Dram Land. Ibaratnya seperti karcis terusan yang dapat di gunakan selama tiga puluh hari.
****
Dream Land sudah di buka sejak pagi hari. Kurang lebih ada ratusan ribu anak dengan usia yang berbeda-beda, dengan latar belakang yang berbeda-beda dan juga dari negara yang berbeda-beda.
Mereka dengan tertib untuk membeli tiket masuk agar bisa menggunakan setiap wahana yang ada di tempat itu.
Tidak ada yang mengeluh dan merasa lelah. Termasuk si Ari, Udin dan si Brewok.
Anehnya tidak ada yang memperhatikan Ari. Walaupun Ari tetap dengan baju yang sama yang ia pakai sebelum-sebelumnya.
Mungkin karena mereka semua terlalu asyik bermain sambil menunggu loket di buka.
Karena ketika beberapa hari sebelumnya tiket di jual, itu hanya untuk syarat mendapatkan tiket yang sesungguhnya yaitu, kartu emas.
Justru pada saat antrean sekarang inilah untuk mendapatkan kartu emas yang sesungguhnya dengan menukarkan tiket yang sebelumnya mereka beli.
Sedangkan Udin, Brewok serta beberapa anak buahnya yang lain pun asik melakukan penjarahan tanpa ketahuan sama sekali.
"Aneh!" kata si Brewok pada akhirnya.
"Apanya yang aneh, bang?" tanya salah seorang anak buahnya si brewok itu.
"Tidak seru!" kata si Brewok itu lagi dengan nada marah-marah.
"Bang, bukannya lebih enak begini. Tidak ketahuan sama sekali?!" kata Udin sambil memperlihatkan hasil jarahannya dengan bangga.
"Goblok! Mendingan ketahuan sekarang, dari pada tidak bisa keluar hidup-hidup." Kata si Brewok sambil mencak-mencak.
"Tenang, bos!" kata salah seorang anak buahnya yang terlihat agak culun.
"Maksud loh?!" tanya si brewok ragu-ragu dan penuh tanda tanya.
"Begini bos!" katanya dengan nada yakin, lalu ia berteriak-teriak dengan sekeras-kerasnya, "maling! maling! malingnya di sini! malingnya di sini!"
Serta merta, semua teman-temannya membekap anak itu supanya orang-orang yang berada di dekat mereka tidak menoleh ke arah mereka.
Setelah beberapa saat di tunggu, ternyata tidak ada satu orang pun menoleh ke arah mereka.
"Hai, hai, hai!" kata si Brewok sambil menarik baju anak buahnya yang sedang mendekap temannya yang culun itu.
"Hai lun, percuma saja kau teriak. Buktinya mereka tidak peduli dengan keadaan mereka kalau mereka ini sebenarnya sedang kecopetan". Kata si brewok dengan geram.
"Coba sekali lagi, bos!" kata si culun memberi usul.
"Betul itu!" kata si Udin menimpali.