Melihat itu Udin terkejut dan tangannya kembali menyentuh kantongnya.
"Aku tahu kau memiliki sesuatu yang sangat berharga di dalam kantongmu itu, dan aku dengar kau hendak menjualnya. Tetapi tidak ada satu orang pun yang mau membelinya dari kamu." kata lelaki itu sambil tersenyum. Senyumannya terlihat senyuman licik dan sinis.
Udin yang kaget dan melihat senyuman orang itu seperti senyuman licik, ia malam mundur tiga langkah dari hadapan lelaki itu, kemudian ia pun memutarkan tubuhnya dan berlari meninggalkan orang tersebut.
Melihat Udin lari orang itu tertawa terbahak-bahak. Tawanya seperti terus mengikuti Udin ke mana pun Udin berlari hingga akhirnya ia menginjak sesuatu dan jatuh ke sebuah lubang. Lubang itu gelap sekali, ia tidak dapat melihat apa-apa di sekitarnya. Tetapi suara tawa itu sepertinya dekat sekali dengannya.
Udin pun mengerak-gerakan tangannya seperti memukul. Dengan maksud agar suara tawa itu menjauh dari dirinya.
Semakin bocah itu bergerak-gerak seperti demikian, orang itu semakin tertawa keras dan terdengar sangat senang sekali.
Akhirnya suara tawa itu menghilang dengan sendirinya. Udin terlihat terengah-engah.
Ia menghapus peluh di seluruh kening dan wajahnya.
Di saat ia menghapus peluh di wajahnya tiba-tiba ia terkejut sendiri, karena ia merasakan ada yang aneh pada wajahnya. Terutama di bagian kumis. Ia meraba-raba seakan-akan memiliki kumis yang panjang dan hanya ada dua saja di sebelah kiri dan di sebalah kanan. Kemudian ia meraba hidungnya. Hidungnya pun terasa lebih panjang dari sebelumnya. Dan ketika ia meraba daun telinganya. Ia semakin terkejut saja. Karena kedua daun telinganya sangat panjang dan lebar seperti kelinci.
"Apa ini?!" ucapnya dengan kesal.
Lalu ucapnya lagi kepada diri sendiri, "Tidak. Aku tidak mungkin seperti ini! ini hanya mimpi saja!"
Bocah itu mencoba meyakinkan diri sendiri. lalu ia menempelengkan kedua pipinya sendiri dengan sekeras-kerasnya. Sesudah itu ia pun berteriak sekeras-kerasnya.
"Ini kenyataan. Bukan mimpi!" katanya pada diri sendiri.
Sesudah itu ia berkata kepada diri sendiri, "Lalu kalau aku tidak mimpi. Saat ini harusnya aku berada di dalam kamar milik Babah Liong. Lantas kenapa aku berada di sebuah lubang yang gelap gulita seperti ini?"
Ia pun meraba tubuhnya, dan ia pun semakin terkejut, "Tidak mungkin aku menjadi kecil dan pendek seperti ini!" katanya dengan suara yang keras sekali.
Tiba-tiba terdengar suara erangan dari belakangnya. Suara erangan seekor kucing. Dan tak lama kemudian ruangan itu pun menjadi terang benderang.
Sekali lagi Udin di buat terkejut, karena tepat di belakangnya tampak tiga ekor kucing yang besar-besar sedang menatap tepat ke arah dirinya. Rupanya Udin berubah menjadi seekor tikus.
Dengan kaki depannya ketiga kucing itu hendak menginjak Udin yang mereka kira adalah seekor tikus.
Udin pun tidak mau mati begitu saja, ia pun bergegas lari. Dan ketiga kucing itu pun tidak mau begitu saja melepaskan mangsanya. Sedangkan di sebelah sana tampak anak-anak yang sedang bergembira memainkan semua wahana yang ada. Melihat anak-anak yang sedang asyik bermain, Udin pun berteriak-teriak minta tolong.
Usahanya sia-sia, karena anak-anak itu rupanya tidak dapat mendengar suara teriakan minta tolong Udin. sepertinya jarak mereka terlalu jauh. Padahal kalau di lihat dengan kasat mata jarak mereka terlihat dekat sekali, bahkan Udin hampir beberapa kali ke injak oleh kaki-kaki dari anak-anak yang sedang bermain itu.
Udin pun akhirnya menemukan sebuah kotak dan di dalam kotak itu ada tumpukan jerami. Ia pun segera memanjat dan masuk ke dalam kotak tersebut untuk bersembunyi di situ.
Bocah itu tidak berani bergerak. Apa lagi bernafas, pada saat ketiga kucing itu mengendus-endus di sekitar kotak berisi jerami tersebut.
Setelah sekian lama ketiga kucing itu mencari mangsanya dan tidak menemukannya, maka mereka pun mencoba mencari di tempat lain. Karena mereka pikir mangsa mereka tidak ada di dalam kotak itu.
Baru saja ketiga ekor kucing itu beranjak pergi dari kotak tersebut beberapa langkah. Tiba-tiba terdengar suara bersin dari dalam kotak tersebut, karena Udin sudah tidak tahan lagi menahan rasa gatal pada hidungnya yang selain kumis yang panjang itu serta bau jerami yang mengganggu dirinya.
Tak lama kemudian kotak berisi jerami itu pun terbalik terguling dan pecah berantakan.
Udin pun terlempar keluar dari dalam kotak yang berisi jerami tersebut, dan ketika tubuhnya sedang melayang di udara salah satu dari ketiga kucing itu siap menelannya. Karena kucing itu sudah melompat dan membuka mulutnya lebar-lebar.
"Mati aku!" kata Udin dalam hatinya.
Dan tubuhnya pun benar-benar masuk ke dalam mulut kucing tersebut.
Pada saat tubuhnya sudah masuk ke dalam mulut kucing itu, ia pun terbangun. Dan nafasnya terlihat sedang memburu. Seperti orang habis lari ribuan kilo meter jauhnya.
Bocah itu tampak terengah-engah. Pada saat itu ia memperhatikan ke dinding di kamar tersebut, pukul sembilan. Lalu dalam hatinya ia bertanya, "Ini jam sembilan siang apa jam sembilan malam ya?'
Bocah itu pun bergegas turun dari tempat tidur dan ia berteriak sekuat tenang. Karena merasakan sakit pada kedua telak kakinya sendiri.
"Auw!" katanya sambil naik kembali ke atas tempat tidur tersebut.
Ia pun teringat akan wajahnya. Udin kembali meraba wajahnya sendiri dan kedua telinga serta hidungnya. Sesudah itu bocah tersebut menarik nafas berkali-kali sambil berkata kepada dirinya sendiri, "Memang hanya mimpi saja. Ternyata mimpi. Tetapi aneh juga ya mimpinya."
Udin pun perlahan-lahan kembali turun dari tempat tidur itu dan berjalan dengan hati-hati sekali agar kedua telapak kakinya tidak terasa sakit. Ia berjalan menuju ke jendela yang ada di kamar tersebut, lalu membukanya.
"Sudah gelap!" katanya ketika tangannya sudah membuka jendela yang ada di kamar tersebut, dan ia memperhatikan ke arah luar dari jendela kamar itu.
Ia pun kembali menoleh ke arah jam di dinding kamar itu, "Berarti jam sembilan ini, jam sembilan malam."
Sesudah Udin berkata demikian ia kembali menutup jendela kamar itu dan berjalan kembali ke tempat tidur. Di atas tempat tidur ia merenungkan semua mimpi yang baru saja ia alami.
"Apakah mimpiku barusan, ada hubungannya dengan kartu emas ini?' tanyanya sambil mengeluarkan kartu emas tersebut dari sakunya. Lalu dengan kedua tangannya ia memain-mainkan kartu emas itu.
"Kalau ada hubungannya dengan kartu emas ini, kenapa aku tidak bisa memainkan wahana tersebut, malah aku ke jebak dalam dunia mimpi?" tanyanya kepada diri sendiri.
Sesudah berkata demikian, bocah itu berpikir lagi. Dalam pikirannya ia berkata, "Apa sebaiknya aku ke sana saja. Dan tunjukkan kartu ini, siapa tahu aku berhasil menikmati semua wahana yang ada seperti yang aku lihat di dalam mimpi tadi."