Begitu pula Udin dan si Brewok juga ikut bangkit berdiri. Mereka berdua tampak berkeringat. Dengan kedua tangan, mereka menghapus peluh yang ada di dahi mereka masing-masing.
Udin dan si Brewok pun berjalan meninggalkan tempat mereka beristirahat. Kalau Udin hendak kembali bermain. Sedangkan si Brewok lebih condong untuk mencari kedua bocah itu.
Sekali lagi mereka tidak melihat satu sama lain. Padahal mereka begitu dekatnya.
Udin dan Ari menaiki wahana yang sama. yaitu sebuah permainan yang ada di air. Tetapi lagi-lagi mereka sepertinya tidak saling mengenal satu sama lain.
Ketiga orang itu berada di tempat tersebut sampai jam sembilan malam. Sampai wahana itu hendak tutup barulah mereka pulang.
Ketiganya pun pulang melalui pintu yang berbeda. Sepertinya sudah ada yang atur seperti itu, dan ketika mereka tiba di tempat masing-masing. Tanpa membasuh wajah dan badan mereka, ketiganya langsung tidur karena kelelahan.
Malam itu mereka tidak bermimpi apa-apa. Mungkin karena kelelahan.
Ketiga orang itu tidur nyenyak hingga pagi hari.
****
Pagi harinya seperti biasa Ari kembali menjajakan korannya, sedangkan Udin hari itu tidak pulang. Padahal ibunya sudah mendapatkan bantuan dari Babah Liong, karena ketidaktahuannya. Maka Udin tidak pulang. Ia akhirnya memutuskan untuk bekerja menjadi tukang kuli bangunan di komplek sebelah rumahnya yang kebetulan baru mulai membangun.
Penghasilan yang di terima Udin saat itu sungguh lumayan. Yaitu per harinya lima puluh ribu rupiah. Dengan uang itu dia dapat makan dua kali. Karena pada saat ia bekerja ia mendapatkan makanan gratis dari sang pemberi kerja.
Sedangkan saat itu, makan di warteg dengan uang lima belas ribu sudah bisa pakai ayam dan minum es teh manis.
"Aku bisa menabung sepuluh ribu hingga lima belas ribu per hari." Pikir Udin ketika sudah mulai bekerja.
Ia bersemangat sekali, hingga akhirnya mendapatkan pujian dari kepala regunya.
"Udin, kerjamu semangat sekali ya. Jika kamu terus begini setiap hari selama satu minggu ke depan. Kamu akan mendapatkan tambahan gaji. Apa lagi kalau kamu masuk lebih awal dan pulang lebih akhir. Makan kamu akan mendapatkan tambahan bonus per hari empat jam. Dan satu jamnya kamu akan mendapatkan tambahan lima ribu. Lumayan kamu per harinya akan mendapat tujuh puluh ribu."
Mendengar itu Udin semakin bersemangat, "Baik pak. Mulai besok saya akan datang lebih awal dan pulang belakangan."
"Bagus!" kata kepala regunya sambil memberi jempol. Lalu ia mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dan di berikan kepada Udin sebagai perjanjian yang telah di sepakati oleh mereka berdua.
Udin pun menerimanya dan segera bergegas berlari meninggalkan tempat tersebut, kerja Udin kalau jam standar adalah jam sembilan sampai jam empat sore. Jadi jika ia ingin mendapatkan uang tambahan, Udin harus sudah mulai bekerja jam tujuh pagi dan pulang jam enam sore.
Apakah Udin bisa bangun pagi ya?
Saat itu ia pulang dan berpapasan dengan Ari yang sedang membawa alat semir sepatu.
Melihat Udin ada di hadapannya, Ari pun segera berteriak sambil berlari, "Udin, kembalikan kartu emasku!"
Udin pun segera membalikkan badannya dan langsung berlari meninggalkan Ari yang sedang berusaha mengejarnya.
Sayang bagi Udin, ia tidak melihat ada kabel listrik yang melintang di jalan. Kakinya pun keserimpet kabel tersebut dan membuat dirinya hilang keseimbangan badan lalu terjatuh.
Begitu Udin terjatuh, Ari pun segera melompat dan menindih tubuh Udin.
Ari pun segera duduk di atas tubuh Udin yang kesakitan.
"Udin, kembalikan kartu emasku!" perintah Ari dengan sedikit berteriak.
Sambil berteriak pula Udin berkata, "Kartu emasnya tidak ada padaku! Sudah di ambil sama bang Brewok. Jika kamu berani, minta saja sendiri kepadanya!"
Mendengar pernyataan Udin, Ari menggelengkan kepalanya seraya berkata, "Aku tidak percaya dengan perkataanmu!"
"Terserah, kamu mau percaya kepadaku atau tidak!" kata Udin sambil mendorong tubuh Ari yang masih duduk di atas tubuhnya.
Karena tubuh Ari lebih kecil dari Udin, di dorong seperti itu saja Ari pun terjatuh. Dan membuat Ari agak sedikit pusing.
Udin pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia berusaha membuka kabel yang melilit kakinya. Lalu ia bergegas bangkit berdiri dan berlari pergi meninggalkan Ari yang masih terduduk diam karena merasakan tiba-tiba kepalanya agak sedikit pusing.
Akhirnya dengan perlahan-lahan Ari pun dapat kembali berdiri. Sambil berjalan pulang ia bergumam kepada dirinya sendiri.
"Tidak mungkin kartu emas itu berada di tangan bang Brewok. Orang serakah seperti dia, mana mau sih memberikan begitu saja kartu emas itu kepada bang Brewok."
Saat itu hari masih sore baru sekitar pukul lima sore.
Ari pun kembali berjalan untuk menjual jasa semir sepatunya ke tempat-tempat restoran atau toko-toko bahkan ke warnet-warnet. Di beberapa tempat seperti itu ia juga memiliki pelanggan. Baik pelanggan koran atau majalah serta pelanggan semir sepatu.
Sesungguhnya rezeki Ari memang lebih baik dari Udin, tetapi nasib yang membedakan.
Itulah hidup seseorang, untung tidak dapat di raih. Malang tidak dapat di tolak.
Hidup itu ibarat roda pedati berputar. Kadang di bawah kadang di atas. Yang sering kali orang lupa yaitu mempertahankan posisi di atas.
Ketika sudah mendekati malam Ari pun kembali melewati beberapa tempat lagi dengan harapan ada yang masih mau membeli jasa semirnya. Tetapi malam itu cuaca sepertinya tidak bersahabat dengannya. Pada hal sudah tidak musim hujan lagi, tiba-tiba hujan yang tidak di harapan malah datang membasahi bumi.
Ari pun segera mencari tempat untuk berteduh. Awalnya memang tidak bersahabat. Tetapi beberapa orang yang berteduh bersama bocah itu, akhirnya merasa kasihan melihat Ari.
Satu per satu dari mereka yang ikut berteduh bersama bocah itu, meminta agar Ari menyemirkan sepatu-sepatu mereka.
Karena Ari pun merasa senang, ia memutuskan untuk memberikan potongan harga menjadi sepuluh ribu rupiah saya. Yang biasanya ia tawarkan dengan harga dua puluh ribu rupiah per pasang.
"Lumayan, ada lima pasang sepatu." Kata Ari ketika melihat kelima orang yang berteduh bersama dengannya minta untuk di semirkan.
Ari tampak bersemangat sekali, ia pun menyelesaikan jasanya dengan cepat bersih dan rapi.
Membuat orang-orang itu terlihat sangat puas. Dan mereka pun rela memberikan tambahan lagi lima ribu untuk masing-masing pelanggan.
Hingga akhirnya malam itu Ari mendapatkan tambahan menjadi tujuh puluh lima ribu rupiah.
Begitu Ari menyelesaikan jasanya kepada orang terakhir. Bersamaan dengan itu pula, hujan berhenti.
Orang-orang itu pun bergegas meninggalkan tempat berteduh yang baru saja mereka gunakan untuk melanjutkan perjalanan mereka masing-masing. Ari pun juga melanjutkan perjalanan pulang dengan hati gembira.
Ari pun melewati sebuah kedai nasi. Ia pun tiba-tiba merasakan lapar. Akhirnya Ari pun mampir ke tempat itu.
Baru saja ia melangkah masuk, salah seorang pelayan kedai nasi itu bertanya, "Mau makan di sini atau di bungkus?"
"Bungkus saja, mbak." Sahut Ari sambil menunjuk menu yang akan di belinya.