Dengan tubuh yang basah kuyup Udin pun telah tiba di depan kediaman Babah Long.
Buru-buru ia menekan bel rumahnya Babah Liong, agar tidak terlambat untuk bertemu dengannya.
Mendengar bel rumahnya terus menerus berbunyi, akhirnya Babah Liong keluar juga dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Udin yang dengan basah kuyup berada di depan rumahnya.
Babah Liong pun menegurnya dengan berkata, "Udin, kamu sedang apa di depan rumahku dalam keadaan basah kuyup seperti ini."
"Maafkan saya Babah Liong. Saya buru-buru tadi dari rumah, jadi seperti ini kelihatannya." Kata Udin dengan suara yang terdengar memelas.
Melihat keadaan tamunya yang basah kuyup seperti itu, Babah Liong pun segera membuka pintu agar Udin segera masuk, selain itu tidak enak di lihat oleh tetangga yang hilir mudik melihat keadaan Udin seperti itu.
Begitu Babah Liong membuka pintu ia pun berkata, "Din, kau keringkan dulu bajumu itu dengan handuk yang ada di dalam kamar mandi."
Perintah Babah Liong begitu Udin sudah berada di dalam rumahnya. Ia pun menunjuk ke sebuah kamar mandi yang berada di depan di samping sebelah kanan dari pintu gerbangnya sendiri.
Tanpa ragu sedikit pun Udin bergegas masuk ke dalam kamar mandi tersebut dan langsung mengeringkan tubuhnya serta baju yang ada dengan sekain handuk yang terdapat di dalam kamar mandi tersebut, selain itu ada pula mesin pengering di dalam kamar mandi itu, sehingga semua pakaian yang ia kenakan dapat di keringkan dengan mesin itu.
Begitu selesai mengeringkan pakaian dan tubuhnya, Udin keluar lagi dari kamar mandi tersebut, dan begitu Udin telah keluar dari kamar mandi dan melihat ke arah ruang tamu dari kediaman Babah Liong.
Perut anak itu tiba-tiba saja berbunyi. Karena di atas meja ruang tamu itu sudah terisi penuh dengan berbagai makanan di atasnya.
"Masuk, dan makanlah." Ajak Babah Liong ketika melihat Udin yang terlihat air liurnya mulai menetes keluar.
Udin pun tanpa pikir panjang lagi ia pun bergegas masuk ke dalam ruang tamu dari rumah Babah Liong tersebut.
Ketika tangannya hendak mengambil piring, tiba-tiba ia teringat akan kartu emas tersebut dan ia pun kembali meletakan piring tersebut ke tempatnya kembali.
Melihat hal itu, Babah Liong merasa heran lalu tanyanya, "Kenapa tidak jadi?"
"Maaf Babah Liong. Kedatangan saya kemari bukannya untuk makan. Tetapi untuk menjual kartu emas ini, semoga saja Anda sebagai kolektor benda bersejarah dan lainnya bisa memberikan harga yang tinggi untuk kartu emas tersebut."
Sesudah berkata demikian Udin segera mengeluarkan kartu emas itu dan di serahkan ke Babah Liong dengan kedua tangannya secara hati-hati sekali.
Babah Liong tampak mengerutkan dahinya ketika melihat kartu emas tersebut berada di tangannya. Kemudian ia menatap ke arah Udin dan kembali melihat ke arah kartu emas itu secara bergantian beberapa lama waktunya.
Melihat tatapan Babah Liong, hati Udin menjadi waswas. Ia takut kalau Babah Liong juga sama dengan engkoh yang punya toko emas di depan sana, sama-sama tidak mau membeli benda tersebut.
Di saat Udin melihat si Babah Liong sudah membuka mulutnya, Udin pun berkata, "Babah Liong, tolonglah aku. Berapa pun yang Babah Liong bayarkan Udin terima. Karena Udin mau bantu emak untuk biaya sekolah adik Udin dan juga untuk bayar hutang-hutang Emak di warung."
Suara Udin terdengar memelas.
"Makanlah dahulu." Kata Babah Liong dengan suara keren.
Mendengar itu Udin menarik nafas beberapa kali, lalu katanya dengan suara pelan, "Lagi tidak nafsu makan, Bah." Kata Udin sambil bangkit berdiri dan tangannya hendak mengambil kartu emasnya dari tangan Babah Liong.
Sedangkan Babah Liong menahannya dengan kedua tangannya sambil bertanya, "Kau dapat benda ini dari mana?"
"Dari tempat permainan Dreamland Word!" Kata Udin dengan suara sedikit agak lantang. Karena dia sudah kesal. Kesal karena Babah Liong mengira dia mencuri di sebuah toko emas atau apalah.
Dengan nada ketus Udin pun berkata lagi, "Saya menyesal membawa benda ini kesini. Saya pikir Anda sebagai seorang Kolektor mau membeli benda ini dengan mahal. Tapi nyatanya hanya bisa menuduh saja."
Sesudah berkata demikian Udin pun kembali menarik dengan paksa kartu emas itu dari kedua tangan Babah Liong.
"Din." Kata Babah Liong dengan suara pelan. Tetapi Udin tidak menggubrisnya sama sekali, ia pun bergegas keluar dari kediaman Babah Liong.
Melihat Udin berlari keluar dengan perasaan kecewa dan sedih, membuat Babah Liong tidak enak hati.
Babah Liong pun sempat mengejarnya sambil memanggil-manggil.
"Udin!"
"Udin!"
Begitu Babah Liong sampai di depan pintu gerbang rumahnya sendiri, Udin sudah tidak kelihatan.
"Cepat sekali larinya." Keluh Babah Liong sambil menggelengkan kepalanya.
"Sebaiknya ke rumahnya saja. Siapa tahu, mereka memang sedang butuh dana."
Babah Liong menoleh ke arah suara itu, yang ternyata adalah istrinya sendiri yang sudah berada di sampingnya.
Mendengar saran itu, Babah Liong pun mengangguk setuju. Lalu katanya kepada istrinya, "Baiklah saya segera berangkat menemuinya."
"Tapi ingat, jangan di ambil kartu emasnya. Kita bantu saja mereka. Seperti yang lain-lainnya." Kata istrinya yang segera mengingatkan Babah Liong.
"Tentu saja aku tidak akan mengambil kartu emas itu untuk diriku." Kata Babah Liong kepada istrinya.
Sesudah berkata demikian Babah Liong pun melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju ke tempat kediamannya Udin.
****
Begitu ia tiba di depan gang rumahnya Udin, tampak ibunya Udin sedang berbincang-bincang dengan ibu-ibu tetangga. Biasa ibu-ibu jam segitu kalau sudah selesai masak pasti ada saja yang di bicarakan ke tetangga.
Mereka semua terdiam ketika salah satu dari ibu-ibu itu, berbisik, "Ada Babah Liong."
Semuanya menoleh ke arah di mana Babah Liong sedang berdiri di hadapan mereka semua.
"Yang manakah ibu dari Udin?" tanya Babah Liong dengan hati-hati sekali.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita segera maju beberapa langkah.
Wanita itu tahu kalau Udin pergi ke rumah Babah Liong, makanya ia maju dan bertanya, "Apakah Udin membuat suatu yang tidak baik di rumah Anda Babah Liong?"
"Oh tidak-tidak. Udin tidak nakal. Hanya saja, ada yang hendak saya bicarakan dengan ibu. Itu pun jika Ibu bersedia bicara dengan saya berdua saja." Kata Babah Liong masih dengan nada hati-hati.
Mendengar itu, wanita itu menoleh ke arah belakang sejenak. Ke arah ibu-ibu yang lain. Sedangkan ibu-ibu itu pura-pura tidak melihatnya.
"Podo wae!" kata wanita itu kepada dirinya sendiri.
Sesudah berkata demikian wanita itu berkata, kepada Babah Liong, "Kita bicara di rumah saya saja."
Selesai berkata demikian, ia pun berjalan lebih dahulu dan Babah Liong pun mengikutinya dari belakang.
****
Melewati tiga buah rumah, mereka berdua sudah tiba di depan kediaman Udin.
"Mari masuk." Ajak wanita itu kepada Babah Liong.