Setelah menulis panjang lebar di papan tulis. Afwan teringat malam pertamanya. Santri yang sudah selesai menumpuk buku.
'MasyaAllah akhirnya malam-malam sepiku berakhir tadi malam,' batin Afwan yang tersenyum sendiri.
"Anak-anakku yang tercinta Ini adalah bulan Rajab. Jadi siapa yang tahu keistimewaan bulan Rajab?"
"Apa Ustaz?" tanya salah satu santri kecilnya yang kira-kira rata-rata semuanya kelas 5 sampai kelas 6 SD.
"Rajab menjadi satu dari empat bulan suci sesuai firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 36.
Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Jadi islam adalah agama damai. Khusus untuk empat bulan suci, termasuk Rajab, Allah SWT kembali mengingatkan jangan sampai terjadi pertumpahan darah. Kecuali jika muslim diserang lebih dulu atau terjadi atas nama Allah SWT. Hal ini tertulis dalam Al-Qur'an surat Al-Ma'idah ayat 2.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."
"Ustadz isro' mi'roj juga di bulan rajab?"
tanya Santri.
"Betul sekali. Kisah Nabi Muhammad SAW menyebutkan Isra Mi'raj yang mungkin menjadi peristiwa paling penting dalam tegaknya Islam. Dua peristiwa ini terjadi dalam satu malam pada 27 Rajab tahun kesepuluh kenabian, atau sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Di perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga Sidratul Mutaha inilah Allah SWT memerintahkan sholat lima waktu, setelah awalnya 50 waktu dalam sehari.
Artinya: "Lima waktu itu setara dengan lima puluh waktu. Tak akan lagi berubah keputusan-Ku." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku kembali bertemu dengan Musa. Ia menyarankan, "Kembalilah menemui Rabbmu," Kujawab, "Aku malu pada Rabbku'." (HR Bukhari).
Hadist tersebut diambil dari kitab Kitab Fadhail ash-Shahabah yang ditulis Imam Bukhari. Kisah Isra Mi'raj bisa dilihat di Al-Qur'an surat Al-Isra' dan An-Najm ayat 1-18." Afwan menjelaskan dengan menata buku.
"Ustadz langit dan bumi bertengkar hingga terjadi isro' mi'roj?" tanya santri.
"Iya. Jadi begini. Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin, Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) diceritakan kisah bumi yang merasa bangga kepada langit. Kisah ini berkaitan dengan peristiwa Isra' dan Mikraj Nabi Muhammad shallalalhu 'alaihi wa sallam (SAW).
Dikisahkan bahwa bumi berkata kepada langit: "Wahai langit, aku lebih baik darimu karena Allah menghiasku dengan berbagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-anaman, beberapa gunung dan lain-lain."
Langit pun berkata: "Hai bumi, aku juga lebih elok dari kamu karena matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falah, buruj, 'Arasy, Kursi dan surga ada padaku."
Bumi tak mau kalah seraya berkata: "Hai langit, di tempatku ada rumah yang dikunjungi dan tempat bertawaf para Nabi, para utusan dan arwah para wali dan kaum shalihin (orang-orang saleh)."
Bumi berkata lagi: "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para Nabi dan Rasul bahkan kekasih Allah dan seutama-utamanya wujud dan manusia paling sempurna tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syariatnya juga di tempatku."
Mendengar itu langit tidak dapat berkata apa-apa. Langit mendiamkan diri dan kemudian mengadap Allah Ta'ala dan berkata: "Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya, apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan bumi . Karena itu aku meminta kepada-Mu supaya Nabi Muhammad SAW Engkau naikkan ke padaku (langit) sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga atasnya."
Kemudian Allah Ta'ala mengabulkan permintaan langit. Allah memberi wahyu kepada Malaikat Jibril 'alaihissalam pada malam tanggal 27 Rajab. "Janganlah engkau ( Jibril ) bertasbih pada malam ini dan engkau Izrail jangan mencabut nyawa pada malam ini."
Jibril bertanya: "Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"
Allah Ta'ala berfirman: "Tidak, wahai Jibril . Tetapi pergilah engkau ke Surga dan ambillah Buraq dan kemudian temui Nabi Muhammad SAW dengan Buraq itu." Kemudian Jibril pergi dan dia melihat 40.000 Buraq sedang bersenang-senang di taman Surga dan di wajah masing-masing terdapat nama Nabi Muhammad.
Di antara 40.000 Buraq itu, Jibril melihat seekor Buraq yang sedang menangis bercucuran air matanya. Jibril menghampiri Buraq itu lalu bertanya: "Mengapa engkau menangis ya Buraq?"
Buraq itu berkata: "Ya Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama nabi Muhammad sejak 40 tahun. Maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mau makan dan minum lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan."
Jibril berkata: "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu." Kemudian Jibril memakaikan pelana dan kekang kepada Buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad SAW . Buraq yang diceritakan inilah yang membawa Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra' dan Mikraj . Masya Allah Tabarakallah. Jadi sekarang sudah fahamkan?" tanya Afwan.
"Faham Ustadz."
"Kalau begitu siapa yang akan puasa di tanggal satu bulan rajab? Kira-kira santri Ustad kuat-kuat tidak ya?" tanya Afwan. Para santri saling berbincang kepada temannya masing-masing.
"Kalau bisa puasa ya."
"Ingsya Allah Ustadz." Serempak para santri.
'Ya Allah terima kasih banyak sudah membuat hamba sangat bahagia,' batin Afwan terus mengucap hamdalah.