Setelah semalam saling bicara namun belum tuntas pagi. Malam itu Sayyida mengatakan jika akan ada reuni.
Sayyida sudah berpakaian rapi, dia menunggu suaminya. Penampilannya sangat elegant, cantik mempesona dengan kesederhanaan. Gamis biru langit dan warna hijab senada membuat dia terlihat sangat cantik.
Sayyida duduk sejenak kemudian berdiri. Tidak ada ponsel untuk menghubungi suaminya. Dia terlihat sangat cemas. Seringkali dia melihat kearah pintu, kemudian melihat jam di dinding.
"Kok, lama banget ya? Katanya sebentar," gumamnya. "Huft ... ngantuk pula. Jika aku tidak datang, apa pikiran mereka."
Tok!
Tok!
"Sayyida ... Sayyida ...." Setelah mendengar suara itu dari luar, Sayyida terbungkam, karena suara mertua yang teramatmenyakitkan baginya.
'Itu suara ibu mertua. Aku harus bagaimana? Lagian bisa hamil atau tidak itukan kehendak Allah,' ujarnya dalam hati.
"Aku tahu ya, kamu masih di dalam. Ayo pergi sama aku saja. Suamimu tidak akan datang karena dia sibuk main. Lagian Ibu memamg sudah menyuruhnya untuk dekat sama wanita lain, bersama teman-temannya. Kalau tidak percaya ini Ibu punya vidionya." Sangat kejam mertuanya.
Sayyida berusaha tidak percaya dengan apa yang dibilang ibu mertuanya.
"Ya jelaskan aku males pergi. Yang pasti aku bosen banget. Daripada aku pergi dengan dia mending aku menghabiskan waktu bersama kalian. Masa setiap hari menangis tanpa alasan. Ah ... kamu. Apalagi penampilannya, nggak banget."
Suara itu memang suara dari Afwan. Sayyida tertunduk dan tetap diam.
"Sayyida kamu sudah dengar kan, jadi sekarang ayo pergi. Ibu tidak ingin keluarga salah paham. Sayyida ... Sayyida." Ibu mertua tetap saja memanggil Sayyida. Setelah beberapa saat merasa tidak ada jawaban ibu pergi dari rumah Sayyida.
Dia bersembunyi di belakang sofa. Dia tidak sanggup lagi menahan air matanya. Dia berbaring di lantai sambil menangis.
"Est ... hik hiks est .... hiks. Aku sangat kecewa dan aku tidak menduga jika suamiku mengatakan hal seperti itu kepada teman-temannya. Aku kira tadi malam tindakan yang tulus. Namun, ternyata semua hanya pura-pura."
Sayyida memejamkan mata saat air matanya terus membasahi pipinya.
*****
Detik berputar menit berganti. Afwan membuka pintu. "Say. Aku pulang, kita jadi pergi tidak?" tanya Afwan berjalan. Afwan sama sekali tidak menjadi jawaban.
Dan dia pun berjalan cepat ke kamar, dapur, kamar mandi untuk mencari istrinya. Matanya memandang siap ruangan. Namun dia tidak melihat istrinya.
"Apa dia pergi? Apa dia pergi sendiri? Aku tidak bisa menghubunginya karena ponselnya rusak. Sayida kamu di mana?" tanya Afwan.
Pria itu terlihat sangat dilema dan ingin menghubungi keluarga dari
Sayyida. Setelah dipikir-pikir di merasa tidak enak jika menghubungi keluarga istrinya.
Drettt!
Drettt!
"Ayah mertua?" Afwan menerima panggilan itu.
"Halo Ayah, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Sudah sampai mana Afwan. Kamu berangkat kan? Tidak enak masa pengantin baru sama keluarganya tidak menyapa. Ini banyak saudara dari Makassar dan Bandung. Mereka juga lama tidak melihat Sayyida."
Mendengar itu Afwan sangat terkejut. "Cepat ya. Ayah tunggu." Panggilan telepon ditutup.
"Jika Sayyida tidak ke sana dia ke mana?" gumam Afwan. Terlihat wajah bingung dan cemas dari wajah pria itu. Afwan kembali mencari istrinya, dia mengelilingi rumah dan berjalan ke taman belakang.
Semuanya sia-sia dia sama sekali tidak melihat istrinya. "Kamu di mana Sayyida. Sayhida ...!" teriaknya terus memanggil. "Apa ... pulang? Huh! Tidak mungkin."
Afwan kembali masuk ke dalam rumah. Dia terkejut ketika melihat wanita sedang makan dengan lahab dan duduk nyaman menghadap televisi.
Afwan berjalan cepat dan sangat marah. Dia menarik pundak Sayyida.
"Kenapa saat aku panggil kamu tidak menjawab?! Dan kenapa pakaianmu seperti ini?! Keluarga sudah menunggu mari pergi. Cepat bersiap!" Nada bicara Afwan sangat tinggi dengan tatapan penuh kemarahan.
Apalagi ketika istrinya sama sekali tidak meresponnya. Sayyida hanya fokus ke depan layar televisi.
"Heh ...! Aku bicara sama kamu, apa kamu tidak mendengarkan?!" tanya Afwan sangat kesal. "Jangan diam saja! Ayo pergi keluarga sudah menunggu!"
Afwan meluapkan rasa emosinya dengan suara meninggi. Sayyuda diam dan hanya menangis sambil terus makan. Afwan merebut wadah cemilan itu lalu melemparnya.
Tarrr!
Pecah berserakan Sayyida berdiri kemudian menatap suaminya. Afwan bernapas cepat. Sayyida berjalan cepat ke kamarnya tanpa sepatah katapun, kemudian.
Bruakkk!
Dia membanting pintu. Afwan berjalan cepat ke kamarnya. "Baiklah terserah kamu kalau kamu tidak mau berangkat menemui keluargamu. Aku malah senang. Oh ... kamu pasti akan membuat aku malu di hadapan keluargamu, iya kan? Kamu akan mengatakan ke mereka semua jika yang tidak mau pergi adalah aku. Oke ... baik!" Afwan berdiri di depan pintu kamar.
Dia meletakkan kado di depan pintu, kemudian pergi dari depan kamar Sayyida.
"Belum apa-apa saja sudah seperti ini. Marah tanpa alasan yang jelas. Bagaimana aku bisa jatuh cinta jika dalam sehari saja dia sudah membuat aku mendidih."
Afwan membersihkan pecahan beling yang tadi dibanting olehnya. Setelah membersihkan dia tetap tidak melihat Sayyida dari keluar dari kamar. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengetik.
[Maaf ayah sepertinya aku tidak bisa datang, Sayyida sedang sakit. Ayah. Aku juga merasa tidak enak jika tidak bertemu keluarga. Apalagi mereka dari jauh. Apa kira-kira mereka bisa datang ke rumah. Aku akan menyiapkannya.]
Chat itu di kirim ke mertuanya.
[Baik. Siapkan ya.]
Balasan dari mertuanya. Afwan tersenyum, dia mulai sibuk memasak membersihkan rumah. Memesan beberapa cemilan. Dan, akhirnya selesai ketika azan maghrib.
Setelah salat dia pergi ke kamar Sayyida. "Aku mengundang keluarga untuk datang ke rumah. Aku tidak ingin mereka berburuk sangka kepadaku. Aku bilang kamu sakit. Aku juga sudah menyiapkan segalanya. Jadi kamu sudah tidak akan melakukan apapun kecuali bertemu dengan mereka. Marah saja denganku terus. Tapi jangan marah kepada mereka."
Afwan duduk di ruangan tamu sambil mainan ponsel. Tidak lama keluarganya datang. Keluarga itu menggoda Afwan tidak henti.
"Bagaimana malam-malam kalian? Apa sudah berhasil?"
Pertanyaan aneh seperti itu tidak dijawab. Afwan hanya tersenyum. Dia masih berharap jika istrinya akan keluar menemui keluarganya. Afwan menunduk.
"Bude, lihat Kak Sayyida," ujar gadis yang menuntun Sayyida.
"Aduh sayang seharusnya kamu istirahat saja. Malah rame seperti ini," kata wanita paruh baya segera menggandeng Sayyida. Afwan melirik ke istrinya yang berusaha tersenyum.
Wajah Sayyida memang pucat, pandangannya juga layu. "Sudah istirahat saja sayang ... paling tadi malam terlalu tajam sampai kelelahan," ledek salah satu keluarganya. Sayyida tersenyum singkat.
Mereka duduk bersama Afwan pamit ke belakang. Dia merenung sejenak di bawah langit gelap.
'Dia sama sekali tidak mengatakan apapun. Apa pernikahan ini akan berlanjut? Heh ... sebentar lagi pernikahan adikku. Malah dia seperti ini? Marah lagi, diam lagi. Kenapa sih dia?' batin Afwan.
Dia menutupi perasaannya dengan senyuman.