Chereads / Waktu Penantian / Chapter 8 - Yang Sebenarnya

Chapter 8 - Yang Sebenarnya

Hari demi hari berlalu waktu demi waktu berjalan sangat cepat. Hampir setiap saat Sayyidah terdesak dengan bujukan ibu mertuanya. Yang menginginkan perceraian mereka. Benar-benar semuanya menjadi merana menurut Sayyidah.

Dia tidak jujur mengatakan apapun kepada Afwan. Setiap saat dia menangis tanpa henti. Dan membuat Afwan semakin bingung. Afwan semakin tidak mengerti dengan sikap istrinya. Merasa muak. Setiap hari dia harus melihat dan mendengar istrinya terus menangis tanpa henti.

Karena merasa kesal dengan sikap istrinya Afwan sering mendiamkan istrinya.

"Kamu itu benar-benar sulit untuk dimengerti Aku tidak akan pernah bisa mengerti mu jika kamu meminta Aku Seperti almarhum mantan kekasih kamu aku tidak bisa seperti dia. Aku tahu selama ini aku banyak kekurangan ketika aku menjadi suamimu. Tapi harapanku kamu mau mencobanya bukannya seperti ini menangis terus tanpa berkata apapun. Kamu itu benar-benar membuat aku bingung dan stres bagaimana aku harus menghadapi kamu. Aku ingin kamu jujur tapi kamu tetap saja diam seperti ini. Lalu aku harus berbuat apa agar aku bisa mengerti kamu dan kamu tidak lagi menangis. Benar-benar lelah sayida. Aku lelah dengan semuanya. Tangisanmu yang setiap hari terniang di telingaku membuat aku tidak bisa melakukan apapun kecuali bingung dan resah. Sekarang aku harus melakukan apa? Sebenarnya juga apa yang kamu inginkan?" tanya Afwan sangat serius.

Afwan menatap istrinya yang masih tetap diam tanpa kata. Sayyida menahan tangisnya.

"Kamu kembali diam dan tidak mengatakan apapun. Aku benar-benar bingung dengan keadaan seperti ini. Aku harus berbuat apa agar kamu merasa bahagia? Jangan seperti ini dan jangan menyiksaku. Aku memang tidak pantas untukmu, yang kamu selalu membenciku mungkin itu seperti ini. Jadi sekarang apa maumu? Jika dengan cara berpisah itu bisa membuatmu tidak menangis seperti ini aku akan melakukannya untukmu."

Dengar itu dari Afwan. Syaida merasa sangat Terpukul. Tapi dia juga tidak bisa mengatakan apapun yang sebenarnya terjadi.

"Setiap saat dan setiap hari aku hanya bisa membuatmu menangis lebih baik memang kita tidak bersama lagi. Karena sebuah pernikahan itu harusnya bisa membuat pasangannya merasa bahagia tapi aku tidak bisa membuat bahagia. Dan aku tidak bisa menjadi almarhum Kekasihmu. Aku tidak akan pernah bisa menjadi dia. Aku seperti ini dan kamu tidak bisa menerimaku. Setiap harinya kamu membuat aku bingung dan selalu bertanya-tanya sebenarnya Apa masalah kamu. Mari kita sudahi."

Afwan benar-benar sudah menyerah menyikapi shayida. Dia merasa putus asa karena istrinya sama sekali tidak terbuka dengannya.

Afwan masuk ke kamar mandi setelah itu tidak lama dia keluar lagi.

"Aku harus mengatakan seperti apa kepadamu. Seharusnya aku bisa membuatmu bahagia tapi ternyata tidak sama sekali. Jadi lebih baik benar-benar kita sudahi saja. Walaupun aku mencintai tapi cinta itu tidak menyakiti. Diantara kita tidak pernah ada kejujuran dan kamu selalu tertutup akan semua masalah membebanimu sendiri. Jika kamu masih ingin mempertahankan pernikahan kita katakanlah apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Afwan dengan memandang tajam kepada Sayida.

"Est ... Aku harus mengatakan apa? Mungkin benar aku tidak bisa hamil."

"Bagaimana kamu bisa hamil jika aku menyentuhmu saja hanya sekali, orang kamu selalu sedih seperti ini. Aku sudah mengatakan berkali-kali jangan mendengarkan permintaan ibu. Semua rezeki dan amanah itu datangnya dari Allah subhanahu wa ta'ala. Jika Allah belum memberi kita Titipan kita harus bagaimana lagi? Kita hanya bisa berdoa tapi jika kamu terus menangis dan aku tidak tahu alasanmu menangis aku menyerah. Aku benar-benar bingung dengan keadaan yang seperti ini Sayyidah, tolong mengerti. Aku ini, jika melihatmu menangis seperti ini aku seperti orang yang sangat jahat kepadamu. Apakah selama ini aku jahat padamu? Apakah selama ini aku tahu atau pernah kasar kepadamu? Atau aku harus bagaimana lagi Syaidah?"

Afwan tertegun menangis pilu dan merasa hatinya sangat terluka. Melihat istrinya yang tidak pernah terbuka kepadanya dia benar-benar tersiksa dan seakan-akan benar-benar stres. Afwan kemudian menyibukkan diri dengan bertemu anak-anak di TPQ.

Dia merasa lega Jika dia bisa bersama dan berkumpul dengan anak-anak asuhnya. Namun karena ada barang yang tertinggal dia kembali lagi ke rumahnya.

Dia berdiri di depan pintu dan mendengar semuanya.

"Aku benar-benar sudah memilihkan istri lagi untuk Afwan. Jadi aku minta sama kamu cepat minta cerai kepada Afwan. Buat apa aku mempunyai mantu yang mandul. Aku sudah menunggu lama dan segera ingin memiliki cucu. Tapi kamu belum juga memberikan aku cucu."

Afwan sangat kecewa setelah mendengar semua perkataan ibunya. Dia hanya menggelengkan kepala kemudian masuk itulah dia baru tahu jika istrinya selama ini menangis bukan karena tidak mencintainya tapi karena tekanan dari ibu mertuanya.

"Ibu salah jika mengatakan dia mandul. Jujur saja selama 1 tahun ini aku hanya sekali menyentuhnya. Yang bermasalah adalah aku, ibu. Aku yang bermasalah. Aku tidak tertarik dengannya. Karena sering Lelah aku tidak melakukan tugasku."

Mendengar semua perkataan Afwan yang membela. Sayyida sangat sedih karena Afwan benar-benar menjelekkan diri sendiri.

"Jangan salahkan dia ibu. Dia sama sekali tidak bersalah. Lagian titipan itu datangnya dari yang maha kuasa jika yang maha kuasa belum memberi kita bisanya apa. Kita tidak bisa apa-apa ibu. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha. Jika Allah Subhanahu Wa Ta'ala belum memberikan. Kita mau apa? Ibu marah kepada Sayyidah? Marah karena dia belum hamil? Tapi Ibu lupa jika memberikan kehamilan ataupun amanah rezeki dan segalanya. Aku minta maaf sama Ibu. Tapi aku harus bagaimana lagi. Datangnya dari Allah kita tidak bisa apa-apa ibu. Mohon Ibu mengerti dan memaklumi. Aku Ibu bisa berpikiran jernih selalu berbaik hati kepada Sayyidah. Jelas saja ini membuat Sayiida sangat sedih ibu. Aku yang akan minta maaf kepada Ibu Karena aku belum bisa membahagiakan ibu. Aku tidak bisa mengatakan apapun."

Setelah Afwan mengatakan banyak hal kepada ibunya, ibunya pun akhirnya mengerti dan memahami. Kemudian ibunya meminta maaf kepada Sayyidah. Dan akhirnya tidak mengatakan apapun dia pergi kembali ke TPQ.

Afwan sadar selama ini tangisan Saidah karena ucapan dari ibunya. Afwan tidak bisa fokus mengulang anak-anak. Dia hanya termenung dan terdiam sambil menunggu santrinya selesai menulis huruf hijaiyah.

"Aku ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu tidak berdasar dan tidak ingin menyakitimu sama sekali. Tapi kamu selama ini tidak pernah berbagi apapun kepadaku. Lantas, Bisakah aku membuatmu bahagia? Kamu selalu Saidah. Aku sama sekali tidak mengerti dengan hatimu perasaanmu kepadaku Aku pun tidak pernah bisa melihatnya. Walaupun aku tahu alasannya kamu menangis selama ini karena permintaan dari ibu. Tapi aku juga akan tersiksa Jika kamu tidak pernah membuka hatimu untukku. Aku pasrahkan semua kepadamu ya Rabb."