Chereads / Waktu Penantian / Chapter 5 - Tangisan Sayyida Dan Kemarahan Afwan

Chapter 5 - Tangisan Sayyida Dan Kemarahan Afwan

"Ustadz tadi di sekolah saat pelajaran aqidah akhlaq bu guru menyebut nama Imam Syafi'i. Tapi kurang faham apa Ustad mau menceritakan? Masa sudah punya guru suruh cari guru lagi. Saya belum faham Ustadz. Mau ya ... Ustadz?" tanya salah satu santri.

"Baik. Bismillah. Ketika berguru di kota Mekah Imam Syafi'i di perintahkan oleh gurunya, "wahai Muhammad pergilah engkau ke Madinah untuk berguru lagi, karena sesungguhnya ilmuku sudah habis, semuanya sudah kuajarkan padamu."

Imam syafi'i pun menuruti perintah sang guru dan beliau segera berpamitan dengan sang ibu. Berkatalah sang Ibu, "Pergilah engkau menuntut ilmu di jalan Allah, kita akan bertemu nanti di akhirat." Maka Imam Syafi'i Pun berangkat ke Madinah mencari guru untuk mengajarkannya ilmu.

Di Madinah beliau berguru kepada Imam Malik. Tak butuh waktu lama, Imam Syafi'i langsung menyerap ilmu yang diajarkan Imam Malik sehingga semua orang terkagum-kagum dibuatnya. Termasuk sang guru yang pada saat itu merupakan ulama tertinggi di Madinah, Imam Syafi'i Pun menjadi murid kesayangan Imam Malik.

Imam Syafii kemudian mengembara ke Iraq dan menimba ilmu di sana, beliau berguru kepada murid-muridnya Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Meski sudah banyak menyerap ilmu di Irak, imam Syafi'i belum ingin pulang karena belum ada panggilan dari ibundanya. Di Irak Imam Syafi'i berkembang menjadi murid yang terkenal sangat pintar dan tercerdas. Sehingga dalam waktu singkat ia sudah diminta untuk mengajar. Tak butuh waktu lama, ribuan murid pun berbondong-bondong datang untuk berguru padanya. Hingga ia pun menjadi ulama besar yang terkenal ke seluruh penjuru Irak hingga Hijaz.

Ibundanya imam syafi'i pada setiap tahunnya juga melakukan ibadah haji, pada kesempatan tahun itupun sang ibu melaksanakan ibadah haji. Pada saat itu sang ibu mengikuti kajian dari salah seorang ulama yang mana sang ulama tersebut sering mengucapkan nama imam Syafi'i. Mendengar ulama tersebut sering mengucapkan nama sang anak, setelah pengajian sang ibu pun menjumpai ulama tersebut. Sang ibu bertanya kepada sang ulama Wahai syekh siapakah itu Muhammad bin Idris Asy Syafi'i? Sang ulama pun menjawab bahwa imam syafi'i adalah gurunya di irak.

Kemudian sang ibu dengan penasaran menanyakan lagi kepada sang ulama bahwa Muhammad bin Idris Asy Syafi'i yang manakah yang maksud? Ulama tersebut pun menjawab bahwa ia merupakan ulama besar yang berasal dari kota mekah. Sang Ibu pun Terkejut mengetahui bahwa guru ulama tersebut merupakan anaknya. Kemudian sang ulama menyampaikan kepada ibunya imam syafi'i bahwa ia ingin berpesan apa kepada sang anak? Sang ibu pun menjawab bahwa ia telah memperbolehkan sang anak untuk pulang ke rumahnya.

Sesampainya sang ulama tersebut di Irak ia langsung menyampaikan pesan tersebut kepada sang guru. Imam syafi'i yang mendengar kabar tersebut langsung bergegas untuk pulang ke mekah. Mendengar kabar sang imam ingin pulang penduduk irak sangat sedih, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika sang imam ingin pulang, masyarakat serta sang murid pun telah menyiapkan bekal kepada sang imam. Karena sang imam telah menjadi ulama besar di irak ia pun menerima bekal yang sangat banyak, ratusan ekor unta telah diterimanya dari masyarakat dan muridnya disana.

Sesampainya sang imam di pinggir kota mekah, ia pun memerintahkan sang murid untuk me memberitahukan sang ibu bahwa anaknya telah berada di pinggir kota mekah. Sang ibu bertanya apakah yang ia bawa? sang murid pun menjawab dengan bangga bahwa sang imam membawa ratusan ekor unta dan harta lainnya. Mendengar itu sang ibu pun sangat marah dan ia tidak memperbolehkan sang anak untuk pulang.

Dengan rasa bersalahnya sang murid kembali menjumpai sang guru dan menyampaikan bahwa sang ibu marah dan tidak memperbolehkannya pulang. Mendengar berita itu sang imam sangat ketakutan dan menyuruh sang murid untuk mengumpulkan seluruh orang-orang miskin di kota mekah, kemudian ia memberikan seluruh harta yang ia bawa hingga yang tersisa hanya kitab-kitab dan ilmunya. Kemudian sang imam memerintahkan sang murid untuk memberitahu sang ibu tentang hal ini, setelah mendengar kabar tersebut sang ibu pun memperbolehkan sang imam untuk pulang." Afwan duduk dan memperhatikan murid-murid yang sangat antusias.

"Jadi anak-anak. Imam Safi'i itu salah satu madhab. Beliau yatim sejak kecil. Namun semangatnya mencari ilmu sangat luar biasa. Kalian harus semangat ya."

"Siap Ustad."

"Jadi ada kisah. Seperti ini. "Aku tumbuh sebagai seorang yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Dan ketika itu guruku merasa lega dariku hanya dengan aku menggantikannya apabila ia pergi."

Beliau juga mengatakan: "Aku tidak memiliki harta. Dan aku menuntut ilmu ketika masih muda."

Setelah tinggal beberapa lama untuk membesarkan Syafi'i kecil di daerah Ghazah, 'Asqalan, Yaman, ibunda al-Imam Syafi'i membawanya ke negeri Hijaz. Ibunda Syafi'i memasukkan Syafi'i kecil ke dalam kaumnya, yaitu kabilah al-Azdi, karena ibunda Syafi'i keturunan kabilah al-Azdi. Dan mulailah Syafi'i kecil menghafal al-Qur'an hingga berhasil menghafal seluruh al-Qur'an pada usia tujuh tahun.

Tinggallah ibunda Syafi'i bersamanya di tengah-tengah kabilah ini hingga Syafi'i berusia sepuluh tahun. Ketika telah berusia sepuluh tahun, ibunda Syafi'i khawatir nasab keturunan beliau yang mulia akan dilupakan dan hilang. Yaitu nasab keturunan yang masih bertemu dengan nasab Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Maka ibunda Syafi'i membawa memindahkannya ke kota Makkah. (Tawali Ta'sis karya Ibnu Hajar dengan beberapa penyusaian)

Di antara perhatian ibunda Syafi'i yang besar terhadap ilmu, ia tidak membukakan pintu untuk Syafi'i ketika pulang dari majelis salah seorang ulama di masa itu agar Syafi'i kembali ke majelis tersebut hingga mendapatkan ilmu. Jadi mari semangat anak-anak. Semoga kisahnya bermanfaat. Wasalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh."

"Wa'alaikumsalam ...."

Afwan berjalan pulang ke rumahnya. Namun dia melihat Sayyida menangis pilu dan penuh haru. Sangat terkejut Afwan dengan tingkah istrinya.

"Ya Allah ... aku akan berdosa. Aku miliknya namun aku belum iklas melepaskan kemilikkannya. Ya Allah aku merasa hina."

"Kau menangis! Kau menyesal, karena aku sudah menyentuhmu?! Astagfirullah ... aku tau. Aku hina bagimu, aku tidak pantas kamu cintai dan mendapatkan cintamu. Tapi kenapa tadi malam kamu tidak menolak saat aku memintanya?" tanya Afwan sangat kesal dengan sikap Sayyida.

"Aku heran sama kamu. Aku hanya pelarianmu? Ha? Apa kau anggap aku seperti itu?" tanya Afwan dengan penuh kemarahan. Sayyida hanya menangis tersedu-sedu tanpa bisa mengatakan apa pun.

"Astagfirullah ... apa mau mu? Katakan padaku Sayyida ... jangan seperti ini. Aku mohon."