Chereads / Waktu Penantian / Chapter 2 - Flashback, Sayyida.

Chapter 2 - Flashback, Sayyida.

Mobil terus melaju dan suasana canggung menyerang pasangan sahabat yang lalu menikah ini.

Mereka tiba di Bogor, kota sejuk penuh pegunungan teh. Rumah sederhana berwarna biru muda itu akan di tempati Keen dan Rana. Suara ramai dari anak-anak menyambut mereka. Wanita cantik berhijab merah jambu menghampiri Rana.

"Mbak Sayida ... kangennya." Rana memeluk Sayyida. Keen membiarkan istrinya melepas rindu kepada wanita itu. Sementara Keen berbincang dengan laki-laki berkulit hitam manis.

"Keen, masa lupa?"

"Mas Afwan ...."

"Aku kira kamu lupa, mari masuk," ajak Afwan.

"Alhamdulillah pernikahan Mas dan Mbak langgeng."

"Alhamdulillah, semoga kalian juga," doa Afwan, mereka masuk rumah. "Sudah azan, mari salat dulu," ajak Afwan. Afwan dan Keen pun ke masjid.

Sementara Kirana dan Sayyida yang sedang tidak salat pun berbincang melepas kerinduan.

"Bukannya dari dulu kamu memiliki perasaan untuk Keen. Tapi kenapa aku tidak melihat kebahagiaan," kata Sayida.

"Mbak pasti tahu sendiri kalau dia jatuh cintanya kepada kakakku. Aku malas lah, Mbak bahas saja atau ceritakan kisahnya Mbak dan Mas Afwan. Bagaimana perasaan cinta kalian?"

"Rana, butuh pengertian dari pasangan setelah menikah. Semoga cerita cinta kami membuat kamu belajar dan ada manfaatnya untuk kamu Nanti. Jadi seperti ini ...."

***

Flashback dua tahun lalu.

Malam yang indah dengan cahaya ribuan bintang ta'aruf pun dimulai dengan pertemuan keluarga perasaan yang berdebarkan jiwa.

Afwan adalah pria lulusan Pesantren Nurul Huda Tangerang. Ya ini sudah menjadi ustadz di desanya. Afwan bingung karena perjodohan namun dia harus menerima kenyataannya.

Malam itu dimulai dengan pertemuan kedua keluarga. Malam itu pula Afwan dan gadis yang dijodohkan dengannya, ditinggalkan berdua di ruang tamu.

"Siapa namanya?" tanya Afwan kepada gadis yang sedang merunduk itu.

"Sayyida Husna," jawab Gadis itu dengan suaranya yang sangat lembut.

"Emmm. Aku tidak mau basa-basi. Apa kau bisa menerima Perjodohan ini?" tanya Afwan kepada Saidah.

"Bismillah Insya Allah aku menerimanya dan kamu?" tanya balik Gadis itu sambil menunduk.

"Biidnillah. Kenapa kau mau dengan perjodohan ini kenapa kamu tidak menolaknya?" tanya Afwan lagi sambil menatap gadis itu. Gadis yang dipilihkan kedua orang tuanya. Gadis itu sangat Anggun hijab syar'i nya walaupun bercadar.

"Wallahualam." jawabannya sungguh sangat mengejutkan bagi Afwan.

"Tapi kalau tidak terpaksa?" Afwan bertanya lagi gadis itu terlihat tersenyum.

"Insya Allah tidak."

Setelah mendengarkan jawaban itu Afwan terdiam dan berpikir. "Apa kau siap mendampingiku?" tanya Afwan kembali kepada saya Sayyidah.

"Lalu apa kau bisa menerimaku?" Sayyidah malah balik bertanya seperti itu kepada Afwan. Afwan terbungkam sejenak dia masih berpikir.

"Bismillah. Film ta'aruf diizinkan saling melihat Bisakah kau melepas cadar mu."

Permintaan Afwan kepada Sayyidah membuat Sayidah mengangkat kepalanya Tatapan yang sangat indah dengan manik hitam mempesona. Gadis itu kemudian membuka cadarnya pandangan Afwan pun tak lepas dengan membatin, 'SubhanaAllah ....'

Sayidah berbibir tipis dan hidungnya mancung dengan mata yang sangat indah membuat Afwan sangat terpikat.

"Terima kasih, insya allah aku akan menerimamu," ujar Afwan yang segera menunduk.

"Apa karena kecantikan ku? tanya Sayyidah menuntut kepastian dari Afwan.

"Bisa jadi, dan insya allah jika kamu tidak menerima tidak apa, lalu apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya Afwan kepada Saidah.

"Iya aku sudah memiliki kekasih," jawab Sayyida sungguh itu mematahkan hati Afwan.

"Terima kasih banyak karena tidak ada kebohongan," ucap Afwan.

"Namun, aku tidak bisa menolak perjodohan ini."

"Kenapa aku bisa membantu dengan menolak atau membatalkan Perjodohan kita," kata Afwan.

"Kekasihku telah meninggal dunia," jelas Saidah.

"Maaf." Afwan tertunduk dan menyesal.

"Aku siap menjadi pendampingmu tapi Izinkan aku belajar untuk mencintaimu," kata Sayyidah membuat Afwan kembali memandangnya. Afwan tersenyum.

"Kita akan sama-sama belajar Jujur kau sangat cantik dan itu milik Allah. Aku akan berusaha menjadi imam yang tepat Untukmu Aku akan berusaha menjadi pendamping yang tidak akan menyakitimu," jelas Afwan sangat meyakinkan bagi Sayyidah.

"Aku ingin dicintai bukan karena cantik tapi karena Allah Apa kau bisa meyakinkan ku dengan menjadikanmu Imamku?" tanya Saidah.

"Semua akan terjadi dengan biidnilah. Sebentar lagi sudah akan dipersiapkan pernikahannya Apa kau siap?" tanya Afwan kepada Saidah.

"Bismillahirrohmanirrohim Insyaallah Aku siap." Sungguh sangat meyakinkan jawaban dari Sayyidah.

Taaruf malam itu pun selesai dan kedua keluarga berbincang-bincang. Setelah malam semakin larut keluarga Afwan pulang dan pernikahan pun akan segera diselenggarakan.

Waktu berlalu sangat cepat menit berganti jam-jam berganti hari. Hari berganti bulan dan pernikahan pun akan segera dilangsungkan. Setelah mengucapkan ijab qobul pagi tadi kini dan tidak sendirian di dalam kamarnya setelah mengucapkan ijab qobul pagi tadi kini Afwan tidak sendirian di dalam kamarnya.

"Mas besok," ujar Sayyidah belum diselesaikan. Afwan menatapnya.

"Apanya yang besok. Iya Iya aku paham," kata Afwan kemudian duduk di samping Sayyidah.

"Aku minta tidak ada rahasia diantara kita, Sudahlah biasa saja jangan malu, lakukan sebuah jalannya sebagai teman hidup." Afwan menggenggam erat tangan istrinya.

Jelas saja itu mendatangkan gejolak yang tidak bisa dikatakan di dalam hati. Pipinya memanas jantungnya semakin berdebar-debar. Tidak bisa diutarakan.

"Hubby. Dilihat-lihat kamu seperti ... ah lupakan saja kata-kataku cepat tidur." Afwan beranjak cepat dan tanpa disengaja dia refleks mengecup kening Saidah.

Semakin mendatangkan perasaan heboh di dalam hati Sayyidah. Sayyidah sangat terkejut dengan gerak cepat dari suaminya. Afwan mengambil bantal lalu tidur di sofa.

Tiba-tiba Ayah Afwan mengetuk pintu. Afwan berlari keranjang dengan memeluk Sayyidah. Sayyidah terdiam dan dalam memejamkan mata.

Ayah Afwan membuka pintu ibunya juga. "Jangan diganggu Yah pengantin barunya." Mereka menutup pintu kamar Afwan.

Dalam pelukan itu keduanya benar-benar tidak bisa mengerti kan perasaan. "Maaf-maaf," kata Afwan segera bangun dari ranjang.

"Tidak masalah. Kenapa tidak tidur di sini saja?" tanya Saidah kepada sang suami. Afwan tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Tidak kamu belum siap," jawab Afwan.

"Aku tidak minta tapi ditemani." Sayyidah kembali berbaring. Afwan hanya tersenyum.

"Cepatlah tidur," titah Afwan. Saidah pun segera memejamkan matanya. Afwan mematikan lampunya.

Waktu semakin larut namun hujan tidak bisa tidur dia hanya gerak kesana kemari tidak tenang kemudian dia duduk. Afwan meraih ponselnya dan melihat jam.

"Sudah jam satu," gumam Afwan.

"Mas."

"Oho!" keluh Afwan terkejut.

"Maaf Mas," ujar Saidah

"Apa kamu tidak bisa tidur?" tanya Afwan yang lalu menyalakan lampu.

"Iya Mas," jawab Saida.

"Ya sudah mari kita salat saja," ajak Afwan yang lalu berdiri. Lelaki berparas tampan ini segera pergi ke kamar mandi. Istrinya segera mengikuti. Mereka beribadah dalam salat malam.

Dua jam berlalu setelah selesai salat dan dzikir semalaman. Afwan keluar ke taman. Tidak lama Sayida mengikuti suaminya.

"Mas kenapa di sini?" tanya Sayyda kepada suami yang duduk di kursi panjang sambil menikmati bulan dan bintang.

"Inilah aku akan memulai cinta di malam jam tiga. Di sepertiga malam agar kau tau, bintang-bintang yang terang telah memancarkan sinarnya saat lampu bumi redup. Kau akan tau keromantisan apa yang akan aku buat. Hehehe," ujar Afwan lalu tertawa.

Sayyida sangat canggung. "Kenapa tertawa?" tanya Saidda.

"Hanya lucu saja. Aku tidak bisa menghombal, itu tadi cara. Tapi malah konyol, hahaha," jelas Afwan. Saidda duduk bersandingan dengan sang suami.

"Coba kau lihat bintang-bintang di atas sana. Itulah hiasan dunia di malam hari. Dan kau tau siapa hiasan laki-laki di dunia?" tanya Afwan.

"Seorang istri?" tanya Sayyda. Afwan menggangguk lalu berbaring di teras. Afwan menikmati angin malam dan ribuan bintang. Sayida mengikuti suaminya.

Afwan mempersiapkan lengannya untuk menjadi bantal kepala Sayida.

'Bukti terindah adalah memiliki kamu Sayyda. Sayyida aku sangat terpesona. Kau adalah anugrah terindah dari Allah. SubhanaAllah ... aku sangat bersyukur telah disatukan dengan kamu,' batin Afwan yang tidak henti memandanginya. Sayyida sangat terpukau dengan hiasan malam yang sangat menajubkan.

Sadar suaminya terus memandanginya Sayyida menoleh dan Afwan segera menutup matanya.