Setelah memastikan bahwa kondisi Ragil baik-baik saja karena sudah mendonorkan darahnya, Vallerie pulang saat Isyani menjemputnya ke rumah sakit. Dia harus beristirahat karena kurang tidur. Isyani yang membantunya berganti pakaian, menyediakan sarapannya, sampai menemaninya tidur. Sekarang Vallerie merasa seperti mempunyai Ibu baru.
Sebelum tidur, Isyani membuatkan susu cokelat terlebih dahulu untuk Vallerie. Dalam waktu sekejap saja susu buatan Isyani sudah habis diminum oleh Vallerie, setelah menghabiskan minumannya sampai habis barulah Vallerie dapat terlelap. Isyani tetap berada di posisinya sejak tadi, yaitu duduk tepat di samping Vallerie yang sedang tertidur pulas.
Ketika baru saja menyelami alam mimpinya, Vallerie harus terbangun karena kedengaran suara ketukan pintu dari bawah sekaligus ada suara seorang lelaki yang memanggil namanya berulang kali. Padahal hari masih pagi, pukul sembilan tapi entah siapa orang yang datang sepagi ini ke kediaman Vallerie. Membuat tidur Vallerie terganggu saja. Karena penasaran siapa orang yang datang, akhirnya Isyani memutuskan untuk segera membukakan pintu saja.
"Eh, kamu temannya Vallerie ya? Ayo masuk," tebak Isyani asal, kemudian mengajak Angkasa untuk masuk ke rumahnya. "Vallerienya ada di kamar, baru aja dia tadi mau tidur," jelasnya.
Angkasa menganggukkan kepalanya patuh. "Baik tante, makasih," jawabnya sopan.
Angkasa menunggu Vallerie terlebih dahulu di ruang tamu, sementara Isyani segera memanggil keponakannya itu agar segera berganti pakaian. Kelihatannya Angkasa menyukai Vallerie, terbukti dari penampilannya yang sangat rapi seperti orang akan pergi. Isyani memilih pakaian yang bagus untuk Vallerie, yaitu sebuah rok span berwarna biru muda, sedangkan bajunya berupa kaos berwarna senada. Sementara rambut Vallerie dibiarkan tergerai begitu saja.
"Tante ih, aku gak mau pergi. Ngantuk pengen tidur aja," protes Vallerie.
Isyani memutar kedua bola matanya malas. "Jangan banyak protes, kasihan tuh temen kamu udah nunggu di bawah, dia udah datang ganteng banget pula," komentarnya.
Vallerie mengembuskan napasnya kasar, lalu berucap, "Ya udah tan, aku mau. Sekarang anterin aku buat nemuin dia aja, tan."
"Oke"
Vallerie dan Isyani berjalan beriringan menuruni satu persatu anak tangga. Angkasa menatap keduanya sembari menahan senyumannya yang hampir saja terukir di wajah tampan miliknya. Vallerie kelihatannya sangat cantik, walau tidak sempurna seperti kebanyakan perempuan lain. Angkasa membuang pandangannya ke arah lain ketika manik matanya bertemu dengan manik mata Isyani.
"Cie, tuh Vall. Temen kamu kelihatannya kaget liat kamu," goda Isyani.
Angkasa menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Hehe, biasa aja kok tan," bohongnya.
"Ah, udah jangan bohong. Oh iya sebelumnya nama kamu siapa? Biar tante tahu." Isyani menatap Angkasa serius, disertai senyuman yang tak luntur sejak tadi dari wajahnya.
Pertanyaan Isyani tidak Angkasa dengarkan sebab dia fokus menatap wajah Vallerie. Dalam hati Angkasa terus memuji kecantikan Vallerie. Kening Isyani berkerut saat dia mulai melihat Angkasa senyum sendiri, tapi matanya tak lepas dari wajah Vallerie, keponakan satu-satunya.
"Ekhm, cie ada yang terpesona," goda Isyani.
Angkasa mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. "E-eh? Apa sih tan, enggak kok. A-ayo Vall, kita jalan," ucapnya dengan terbata, lalu meraih jemari Vallerie dan menggenggamnya erat.
"Ayo, tan kita pergi dulu ya. Assalamu'alaikum," pamit Vallerie.
"Waalaikumsalam, hati-hati!" pesan Isyani.
***
"Turun."
Decakan sebal keluar dari mulut Vallerie, sepertinya Angkasa sengaja membuatnya kesal. Bagaimana dirinya bisa turun jika matanya saja tidak berfungsi? Vallerie tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya saat ini, yaitu motor matic milik Angkasa yang berhenti tepat di depan sebuah rumah berukurang sedang, banyak tanaman hias di pekarangan rumah itu.
Hembusan napas kasar keluar begitu saja dari hidung Angkasa, gadis yang duduk di belakangnya memang sangat keras kepala. Atau, jangan-jangan Vallerie memang ingin berlama-lama dengan dia? Banyak pertanyaan yang timbul di kepala Angkasa, dasar Vallerie ini jadi membuat dia merasa percaya diri saja jika Vallerie menyukai dirinya, meski tidak mungkin juga Vallerie suka.
Angkasa sengaja membunyikan klakson motornya keras, membuat Vallerie kaget. Vallerie memukul pundak Angkasa kesal, membuat Angkasa meringis akibat pukulan itu. Akibat dari klakson yang dibunyikan Angkasa, membuat seekor anjing merasa terganggu. Anjing tersebut lepas dari salah satu rumah warga lalu menggonggong dengan kencang, membuat Angkasa kaget bukan main saat melihat melalui kaca spion motornya bahwa anjing berbulu cokelat itu mulai menghampiri dirinya.
"A-anjing! Pegangan Vall, kabur!" Angkasa menancapkan gas motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Vallerie memeluk tubuh Angkasa erat. "Hei, bocah tengil! Jangan ngebut dodol, nanti kita nabrak gimana? Cuma sama anjing aja kok takut, banci huh," protesnya.
"Udah jangan banyak protes!" teriak Angkasa.
Motor yang Angkasa kendarai berhenti di depan sebuah rumah sederhana, yang berlokasi di dalam sebuah gang berukuran cukup besar. Suasana di gang tersebut seperti berada di perumahan, akan tetapi banyak pohon rindang di sekelilingnya. Itu adalah kediaman Angkasa, dia sengaja membawa Vallerie ke rumahnya agar tidak langsung pulang.
Angkasa membantu Vallerie turun dari motor secara perlahan, lalu menuntunnya memasuki pekarangan rumah. Namun ketika mereka berdua baru saja berjalan beberapa langkah, suara dari seorang lelaki berhasil menghentikan langkah mereka. Kedengarannya lelaki itu emosi, melihat kedekatan Angkasa dan Vallerie. Siapa lagi jika bukan Langit, lelaki yang selalu mau menang sendiri.
"Bagus ya, ternyata lo masih gak tahu diri. Bisanya nuduh gue yang selingkuh, ternyata lo sendiri yang selingkuh!" tuduh Langit.
Vallerie mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, kesabarannya sudah hampir habis. "Diem, lo! Jangan nuduh orang sembarangan, gue sama Angkasa cuma teman! Lagian, kenapa lo bisa ada di sini? Lo ngikutin kita berdua, ya?" ucapnya dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.
Langit tertohok dengan ucapan Vallerie barusan, tanpa disadari ternyata sekarang Vallerie mulai mengubah kosa kata panggilannya kepada Langit. Dulu biasa dia pakai 'aku-kamu' sekarang menjadi 'lo-gue'. Langit kesal bukan main, dia menendang asal satu pot bunga yang ada di pekarangan rumah Angkasa sampai jatuh, bahkan pecah.
Angkasa memberikan satu tonjokan pada pipi kiri Langit, kemudian berucap dengan intonasi bicara tinggi, "Lo tahu, tadi yang lo pecahin itu pot bunga kesayangan mama gue! Sialan, ganti rugi gak lo!?"
"Berapa duit sih?" Lalu, Langit mengeluarkan beberapa lembar uang kertas berwarna biru dari saku celananya.
Keributan yang terjadi antara Langit dan Angkasa kedengaran sampai ke dalam rumah. Sehingga aktivitas Juan membaca koran dan Silva membuat desain pakaian terganggu. Sepasang Suami Istri itu keluar dari rumah dengan rasa penasaran, mereka melerai Angkasa dan Langit yang masih saling berdebat.
Langit menatap Angkasa remeh. "Ya elah, ternyata anak mami lo? Haha, udahlah kalo berurusan sama anak mami susah," ejeknya. "Gue balik, tapi inget ya gue gak akan biarin kalian berdua bisa temenan dengan hubungan mulus," ancamnya.