Keributan yang terjadi antara Langit dan Angkasa kedengaran sampai ke dalam rumah. Sehingga aktivitas Juan membaca koran dan Silva membuat desain pakaian terganggu. Sepasang Suami Istri itu keluar dari rumah dengan rasa penasaran, mereka melerai Angkasa dan Langit yang masih saling berdebat.
Langit menatap Angkasa remeh. "Ya elah, ternyata anak mami lo? Haha, udahlah kalo berurusan sama anak mami susah," ejeknya. "Gue balik, tapi inget ya gue gak akan biarin kalian berdua bisa temenan dengan hubungan mulus," ancamnya.
"Silahkan! Gue gak takut!" tantang Angkasa.
Langit meninggalkan kediaman Angkasa dengan rasa emosi yang masih melanda dirinya. Setelah Langit pulang, barulah Angkasa dan Vallerie masuk ke ruang tamu kediaman Angkasa. Di sana mereka mengobrol bersama kedua orang tua Angkasa, tampak seperti keluarga bahagia. Jika seperti ini, Angkasa jadi rindu Adik perempuannya yang sekarang menghilang entah ke mana.
"Vall, sering-sering main ke sini ya. Anggap aja kita keluarga kamu," ucap Silva lembut.
"Hehe, iya tan pasti. Makasih ya tan, om. Aku jadi ngerasa punya keluarga utuh," jawab Vallerie.
***
Pintu markas tempat di mana Langit dan teman-temannya berkumpul sengaja ditabrak oleh Langit menggunakan motor ninjanya yang dia kendarai dengan kecepatan di atas rata-rata. Membuat ketiga sahabat Langit yang sedang santai sembari meminum minuman segar yaitu jus merasa kaget.
Langit turun dari motornya cepat, lalu membiarkan motornya terparkir asal di dalam ruangan berukuran cukup besar itu. Raja yang melihatnya merasa risih, jadi dia menaruh motor Langit ke luar terlebih dahulu. Raja tahu pasti sedang terjadi sesuatu menimpa Langit, wajah Langit memerah akibat emosinya belum juga mereda.
Kedua tangan Langit dilipat di depan dada, dia berjalan mondar-mandir dengan pandangan penuh amarah ke arah depannya. Langit memang tak suka kepada Vallerie, tapi dia juga tak mau diduakan oleh gadis itu. Hanya Langit yang boleh menduakan Vallerie, tetapi Vallerie tidak boleh menduakan dirinya. Licik? Memang.
"Ada apa sih babyh?" tanya Resta seperti seorang perempuan, membuat Raja dan Alga yang mendengarnya merasa geli.
Raja memukul punggung Resta kesal. "Gak normal lo," komentarnya.
"Ih, biar gak tegang banget," ucap Resta.
Pertanyaan yang dilontarkan Resta beberapa menit lalu tidak Langit gubris. Sebab dia masih merasa kesal, pikirannya melayang hanya kepada satu orang, yaitu Vallerie. Karena gadis itu, selalu saja membuatnya marah. Meskipun sudah diperlakukan kasar tapi dia masih berani membentak, bahkan sikapnya dapat Langit rasakan berubah. Pasti itu karena dekat dengan Angkasa.
Ketika Langit sedang bergelut dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba saja dia merasakan ada seorang gadis yang memeluk tubuhnya dari belakang. Langit malas harus berurusan lagi dengan Kejora, hidupnya semakin tidak tenang. Langit melepaskan tangan Kejora yang melingkar di pinggangnya, dia memutar tubuhnya sehingga kini posisinya saling berhadapan dengan Kejora.
"Jangan peluk gue, atau gue bakal menjauh dari lo," peringat Langit.
Kejora terkekeh pelan. "Kenapa sih, Lang? Lo risih sama gue? Atau kenapa?" tanyanya bertubi-tubi.
"Udah sih Lang, tinggal jawab aja karena ada hati ya lo jaga apa susahnya," ucap Raja sinis.
Langit melemparkan tatapan tajam kepada Raja, membuat nyali Raja seketika menciut. Lalu Langit kepada menatap Kejora, mereka berdua saling berpandangan tapi dengan tatapan yang berbeda. Jika Kejora menatap Langit bahagia, berbeda dengan Langit dia justru menatap Kejora malas. Mengapa hidupnya sangat rumit?
Langit mengusap bahu kanan Kejora. "Sekarang lebih baik lo pergi dari sini, gue butuh waktu buat mikirin mau jadi pacar lo atau enggak," usirnya secara halus.
"Oke, gue pergi. Tapi jangan lupa kasih kabar bahagia ke gue lewat chat ya, bye!" Kejora meninggalkan markas tersebut dengan berlari kecil.
Sesuai perintah Vallerie, Angkasa tidak langsung mengantarkan Vallerie pulang tetapi ke rumah sakit untuk melihat bagaimana kondisi Ragil. Di rumah sakit ada Nasha yang senantiasa menjaga Ragil. Tadi malam Ragil baru saja sadar setelah mendapat donor darah dari Vallerie. Tapi Nasha tidak mengatakan bahwa Vallerie yang mendonorkan darahnya karena dia ingin menjadi pahlawan bagi Ragil.
Vallerie datang ke ruangan di mana Ragil di rawat tidak hanya seorang diri, Angkasa mengantarkannya dengan cara menuntun jalannya, setelah memastikan Vallerie benar-benar masuk ke ruang rawat Ragil barulah Angkasa meninggalkan rumah sakit. Tapi dia memberi perintah terlebih dahulu kepada Bagas, untuk datang ke rumah sakit agar dia yang menunggu Vallerie sampai keluar dari ruangan.
Tubuh Nasha mendadak dingin saat melihat Vallerie datang, Vallerie duduk di sofa yang ada di ruang rawat tersebut. Kening Ragil berkerut saat melihat kedatangan Vallerie, ternyata Anak itu masih tidak punya malu datang menemuinya. Dia tega tidak mau mendonorkan darahnya, untung saja Nasha mau mencari orang yang mau mendonorkan darahnya untuk Ragil.
"Gak malu kamu datang ke mari?" tanya Ragil sinis.
"Iya mas, dia memang gak malu. Udah gak mau donorin darah buat kamu, masih aja datang ke sini. Kayaknya dia pengen buat kamu mati jantungan deh," sambung Nasha, berhasil membuat emosi Ragil memuncak.
Kening Vallerie menampilkan kerutan. "Jangan dengerin apa kata bunda, yah. Udah jelas banget kemarin aku yang donorin darah buat ayah, iya kan bunda? Bunda sendiri yang minta," pintanya dengan wajah memelas.
Jantung Nasha berdetak tak karuan, jangan sampai Ragil percaya dengan apa yang dikatakan Vallerie. Sebaiknya Nasha harus membawa Vallerie ke luar dari ruangan agar tidak banyak hal yang Vallerie ucapkan kepada Ragil, Nasha bangkit dari posisi duduknya lalu menghampiri Vallerie dan membawanya ke luar ruangan. Tanpa Vallerie ketahui, tepat di depan ruang rawat Ragil ada Bagas sedang duduk.
"Sekarang lebih baik kamu pulang, jangan sampai ayah tahu kalau kamu yang donorin darahnya. Bunda mohon jangan kasih tahu, ya?" Nasha meraih jemari mungil Vallerie, tapi dengan cepat gadis itu melepaskannya.
Vallerie menggelengkan kepalanya cepat, lalu berucap, "Bun, aku tahu pasti bunda mau jadi pahlawan kesiangan buat ayah 'kan? Tapi gak gini caranya! Ayah juga berhak bangga sama aku, karena aku udah selamatin nyawanya!"
Kedua bola mata Nasha membulat sempurna, dia hendak melayangkan satu tamparan mulus di pipi kiri Vallerie tapi dengan cepat Bagas menahan tangannya. Bagas menghempas tangan Nasha kasar, dia tidak suka melihat orang tua yang bersikap kasar kepada Anaknya sendiri, apa lagi di tempat umum seperti sekarang ini.
Wajar jika Vallerie bersalah, maka Nasha bersikap kasar. Tapi dari kata-kata yang didengar oleh Bagas, justru Nasha yang bersalah dalam hal ini. Sekarang, Bagas dan Nasha menjadi sorotan orang-orang di rumah sakit. Nasha memegang lengannya yang terasa sakit karena dihempas kasar oleh Bagas. Anak remaja jaman sekarang memang tidak sopan, berani bersikap kasar kepada orang tua.