Chapter 28 - Pendonor

Flashback.

Hari ini, sesuai janji Langit mengajak Vallerie pergi main ke taman kota. Langit menjemput Vallerie tepat di kediaman Vallerie. Penampilan Langit berhasil membuat Vallerie terkagum hari ini, pakaian yang digunakannya serba hitam tapi berhasil memikat hati Vallerie. Kedatangan Langit membuat Vallerie mematung di tempat tanpa bisa berkata apa-apa.

Langit melepas helmnya, kemudian turun dari motor dan berjalan ke arah Vallerie. Senyuman tipis terukir di wajah tampannya. Vallerie menunggunya dengan kegirangan, setelah Langit benar-benar berdiri tepat di sampingnya Vallerie langsung memeluk lelaki itu erat. Langit membalas pelukan Vallerie tak kalah erat, keduanya memang sudah hampir satu minggu tidak bertemu karena Vallerie olimpiade di Jakarta.

Rasanya sudah tidak sabar lagi, Langit menggenggam jemari Vallerie erat lalu mengajaknya ke motor untuk segera pergi ke tempat tujuan yang telah mereka janjikan kemarin malam yaitu taman kota untuk melepas penat di hari libur ini. Sebelum menaikki motor terlebih dahulu Langit memakaikan helm kepada Vallerie.

Perjalanan yang keduanya tempuh hanya kurang lebih sepuluh menit saja karena memang jaraknya dengan kediaman Vallerie cukup dekat, sehingga tidak perlu memakan waktu lebih lama agar sampai ke tempat tujuan, bisa menghemat bensin juga. Vallerie turun dari motor Langit dengan perasaan bahagia, setelah Langit memarkirkan motornya barulah mereka berdua mulai berjalan bersama.

"Wah, kita beli itu yuk? Enak kayaknya!" Jari telunjuk Vallerie menunjuk sebuah kedai penjual es krim.

Langit menggelengkan kepalanya cepat. "Gak, nanti kamu batuk aku yang repot. Mana kalau kamu sakit kayak anak kecil, jangan!" tolaknya cepat.

"Ih, tapi kayaknya enak," lirih Vallerie.

Langit mengembuskan napasnya kasar, Vallerie memang seperti anak kecil semuanya harus serba dituruti. Untung saja Langit sangat sayang kepada Vallerie, sehingga dia memutuskan untuk segera membeli es krim sesuai permintaan Vallerie. Sementara Vallerie menunggu kedatangan Langit dengan duduk di bawah pohon rindang, yang ada di sisi taman kota.

"Nih, udah ya. Cukup ini aja nanti jangan lagi, oke?" Langit menaikkan sebelah alisnya, menatap Vallerie lamat.

Vallerie menganggukkan kepalanya cepat, kemudian menjawab, "Iya, makasih ya sayangku! Janji deh abis ini gak jajan es krim lagi, tapi pengen beli boneka ya? Boleh ya? Ya?"

"Good girl, boleh. Habisin dulu es krimnya baru aku beliin kamu boneka," titah Langit lembut.

Flashback off.

Tanpa sadar, lembar ujian milik Vallerie mata pelajaran kedua ternyata dibasahi oleh air matanya yang sedari tadi berjatuhan membasahi kedua pipi mulusnya. Mengingat kebersamaannya bersama Langit dulu, Vallerie tak kuat menahan rasa sedihnya. Nara, yang duduk tepat di samping Vallerie menatap sahabatnya itu khawatir. Guru yang mengawas pun turut menatap ke tempat duduk Vallerie dan Nara.

"Ada apa Vall? Kenapa kamu nangis?" tanya Nara cemas.

"Eh, g-gapapa kok aku inget kakek aja jadi sedih," bohong Vallerie.

Nara menepuk-nepuk pundak Vallerie. "Gapapa kalo kamu gak mau cerita, tapi aku setia nunggu kamu sampe siap cerita," paparnya disertai senyuman yang mengembang di wajahnya.

Nara kembali mengerjakan ujiannya, begitu juga Vallerie. Tanpa terasa akhirnya waktu sudah berlalu, sekarang jam menunjukkan pukul sepuluh pagi menandakan ujian kedua telah selesai. Para murid mengumpulkan lembar ujiannya ke meja guru, setelah itu bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Sebelum pulang, para murid berdoa terlebih dahulu. Sesudah itu barulah satu-persatu murid mulai meninggalkan kelas dua belas akuntansi satu. Menyisakan Vallerie bersama. Bu Ashley, guru mata pelajaran administrasi pajak memandang Vallerie pilu. Vallerie adalah murid kebanggaannya tapi harus mengalami kebutaan. Bu Ashley ingin membantu operasi mata Vallerie, sepertinya dia harus membicarakan hal ini dengan Vallerie.

"Vall, ikut ibu ke ruang guru ya. Ada yang mau ibu bicarakan sama kamu, ibu tunggu ya." Lalu, Bu Ashley pergi meninggalkan ruang kelas dengan langkah santai.

Vallerie mengembuskan napas kasar. "Ra, biasa ya hehe. Anter aku," pintanya disertai dengan cengiran khasnya.

Nara menganggukkan kepalanya cepat, kemudian menjawab, "Siap sahabatku! Cus kita ke ruang guru!"

***

Di ruang guru hanya ada keheningan, Bu Ashley masih berusaha menghubungi kedua orang tua Vallerie untuk meminta persetujuan melakukan operasi pendonoran mata tapi tak kunjung ada balasan dari chat maupun telepon yang sudah disambungnya. Tapi Bu Ashley tidak mau menyerah, dia terus berusaha menelepon Ragil, Ayah Vallerie sampai akhirnya sambungan telepon itu diangkat.

Tidak perlu basa-basi, Bu Ashley langsung mengatakan kepada Ragil bahwa dia ingin melakukan operasi mata Vallerie. Tapi sayangnya respon Ragil seolah-olah menunjukkan dia tidak peduli, dalam hati Bu Ashley bahagia karena itu berarti Ragil memberikan ijin kepadanya. Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Ragil.

Bu Ashley berjalan pelan menghampiri Vallerie yang sedang duduk menunggunya, lalu Bu Ashley mengusap kepala Vallerie lembut. Rasanya hangat duduk bersama Vallerie seperti ini, sebelumnya dia tidak pernah merasakan kehangatan seperti ini ketika duduk bersebelahan dengan murid yang lain. Pertanda apakah ini?

"Apa kata ayah saya, bu? Apa ayah kasih ijin?" tanya Vallerie penasaran.

Bu Ashley menganggukkan kepalanya. "Iya, ayah kamu kasih ijin. Ibu carikan pendonor dulu ya nanti masalah kapan akan dilakukan operasinya ibu kasih tahu kamu lagi," jelasnya.

Senyuman tipis mengembang di wajah cantik Vallerie, ternyata dirinya tidak akan mengalami kebutaan selamanya. Vallerie bersyukur ternyata masih ada orang-orang baik di sekelilingnya, walaupun tidak banyak tapi setidaknya masih ada orang yang peduli padanya.

Refleks, Vallerie memeluk Bu Ashley. Nyaman, seperti sedang memeluk ibu sendiri. Memang sebelumnya Vallerie sangat mengagumi Bu Ashley karena sifatnya yang baik, sabar, juga tidak pernah membentak murid. Cita-cita Vallerie ingin menjadi guru seperti Bu Ashley, banyak murid yang kagum kepadanya.

Bu Ashley mengusap kepala Vallerie lembut, kemudian berucap, "Sekarang, kamu pulang ya? Ibu antar."

"Iya bu, makasih banyak. Saya boleh kan anggap ibu seperti ibu saya sendiri?" Perlahan, Vallerie melepas pelukannya dari tubuh Ashley.

"Boleh banget, ibu seneng kalau kamu mau anggap ibu kayak ibu kamu sendiri," jawab Ashley bahagia.

Hari sudah semakin siang kini saatnya bagi Ashley untuk mengantar anak didiknya itu pulang. Ashley sebenarnya merasa curiga, apakah memang Vallerie ada hubungan keluarga dengannya atau tidak? Sepertinya Ashley harus melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Ashley memakai jaketnya, setelah itu membereskan mejanya lalu berjalan beriringan bersama Vallerie ke parkiran sekolah. Sahabat-sahabat Vallerie sudah pulang atas perintah Bu Ashley tadi. Kini mereka berdua masih saling berdiam diri, Bu Ashley belum naik ke motornya. Dia serius menatap wajah Vallerie.

"Bu? Kita jadi pulang?" tanya Vallerie.

"E-eh? I-iya jadi Vall," jawab Ashley terbata. "Tapi sebelumnya kita makan dulu, kamu mau ya?" pintanya dan dibalas anggukan kepala patuh oleh Vallerie.

"Mauu"