Chereads / Sebuah Harap Tak Selalu Berakhir Baik / Chapter 34 - Sesuatu Yang Mencurigakan

Chapter 34 - Sesuatu Yang Mencurigakan

Setelah pasrah dirinya terus menerus digiring oleh Kejora, akhirnya kini Bagas sudah bisa bernapas lega. Ternyata Kejora membawanya ke taman rumah sakit yang sepi, hanya ada suara air saja dari kolam ikan. Bagas dan Kejora duduk di bangku panjang yang ada di taman tersebut, mereka sama-sama terdiam. Satu menit kemudian, barulah Kejora mulai membuka suaranya.

Pertanyaan yang dilontarkannya benar-benar membuat Bagas menjadi gelagapan. Lelaki itu meneguk salivanya susah payah, menatap Kejora dengan tatapan ketakutan. Bagaimana tidak? Kejora menebaknya dengan tepat, Bagas sedang menyembunyikan sesuatu. Tidak mungkin lelaki itu harus berkata jujur, bisa-bisa dia disalahkan oleh Vallerie dan teman-temannya.

Bagas mengalihkan pandangannya ke sembarang arah agar dia tidak mengalami kontak mata lagi dengan Kejora, tubuhnya terasa dingin karena tegang. Dalam hati Bagas terus bertanya kepada dirinya sendiri apakah jawaban yang harus dia berikan kepada Kejora? Yang pasti harus kebohongan, agar dia tidak disalahkan oleh teman-temannya yang lain.

"Lo ngaco, gue gak nyembunyiin apa-apa kok," jawab Bagas berusaha dengan setenang mungkin.

Kejora tertawa mengejek. "Kamu pikir aku bodoh? Dari gelagat kamu aja udah kelihatan kalau kamu lagi nyembunyiin sesuatu, ngomong aja jangan ada yang ditutupin," paksanya.

Kepala Bagas tertunduk, dia melihat kedua ujung sepatunya sesekali memejamkan kedua matanya. Keringat dingin kini mulai bercucuran di dahi Bagas, sangat menunjukkan jika dia tegang. Kejora menatap Bagas intens, merasa ditatap oleh Kejora cepat-cepat Bagas memukul pundak gadis yang ada di sebelahnya.

"Ngapain sih lo? Kurang kerjaan banget, sana deh." Bagas mendorong tubuh Kejora perlahan.

Kejora menggelengkan kepalanya kuat, kemudian menjawab, "Gak mau, aku pengen kamu jujur dulu baru balik ke ruang rawat Valle. Kalo kamu masih gak jujur? Aku gak akan balik ke sana."

"Ya udah, mau lo paksa juga gue gak akan ngomong apa-apa. Karena emang gue gak nyembunyiin sesuatu," jelas Bagas.

Lalu, Bagas bangkit dari posisi duduknya dan meninggalkan area rumah sakit. Sementara Kejora mendengus kesal karena temannya itu selalu membuatnya kesal. Kejora memilih untuk ikut pulang saja, karena dia yakin pasti dia akan ditanya banyak oleh teman-temannya yang ada di ruang rawat Vallerie.

Sementara Vallerie, sudah bosan menunggu kedatangan Kejora dan Bagas. Begitu juga Joko dan Nara, mereka kini sudah sampai hampir ketiduran karena terlalu lama menunggu. Vallerie berdehem untuk memecahkan keheningan di antara mereka bertiga.

"Ekhm, kalian pulang aja deh. Takutnya capek nungguin aku tenang aja aku gapapa kok sendiri," titah Vallerie secara halus.

Nara menggelengkan kepalanya cepat kemudian menjawab, "Gak deh Val, kita tunggu sampe tante Isyani datang. Kalau udah datang kita berdua baru pulang."

"Bener Val, lo udah dititipin ke kita. Itu tandanya kita berdua harus jagain lo," sambung Joko.

Vallerie memutar kedua bola matanya malas, rasanya ingin segera keluar dari rumah sakit ini. Vallerie merindukan kamar tidurnya, tapi dia juga sebenarnya malas jika harus pulang kembali ke rumah. Bertemu dengan Ragil dan Nasha yang tidak pernah bisa menjaga perasaannya.

Kedua bola mata Vallerie terasa berat, gadis itu memilih untuk berbaring dan mencari posisi nyaman untuk tubuhnya. Tidak lama berselang itu napas Vallerie mulai terdengar teratur, itu menandakan gadis cantik itu sudah tidur dengan nyenyak. Nara dan Joko memutuskan untuk menunggu Vallerie di luar ruang rawat saja agar tidak terganggu.

Tepat saat Nara dan Joko baru saja keluar dari ruang rawat Vallerie, tampak sosok Isyani baru saja datang dengan membawa sebuah tas berukuran sedang berisi pakaian Vallerie. Karena hari sudah hampir sore, Nara dan Joko memutuskan untuk sekalian berpamitan saja kepada Isyani.

"Tan, kita berdua pulang dulu ya. Vallerie lagi tidur aman kok." Nara menyalami punggung tangan Isyani, diikuti oleh Joko.

Isyani menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalian hati-hati ya di jalan. Terima kasih juga udah mau jagain Vallerie," paparnya.

"Sama-sama, tan. Kalo gitu kita pamit," jawab Joko dengan sopan.

***

Pukul sebelas malam, Vallerie tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyaknya. Ashley dan Isyani yang menunggunya, tak lupa ada Angkasa juga yang sekarang belum tertidur. Dia masih memainkan ponselnya, dia mengirimkan pesan kepada Bagas dan Joko untuk kembali menjahili Langit. Sebenarnya bukan menjahili, tetapi ingin membuat Langit kapok.

Kedua manik mata Vallerie bergerak melihat sosok Angkasa yang tanpa sadar sedang senyum sendiri. Seharusnya yang ikut menjaga dirinya bukanlah Angkasa melainkan Langit. Tapi mau bagaimana lagi, Langit pasti tidak akan mau menemaninya. Menanyakan kabar bagaimana kondisi dirinya saja tidak ada sama sekali, Vallerie kesal.

"Eh? Vall? Kenapa lo bangun?" Ketika sadar Vallerie sedang memperhatikannya, Angkasa cepat-cepat memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

Vallerie terdiam sejenak, memejamkan kedua matanya sebentar kemudian menjawab, "Kenapa kamu di sini? Lebih baik kamu pulang aja, nanti kamu sakit. Udah ada bunda Ashley sama tante Isyani di sini."

"Bunda?"

"M-maksudnya ibu," koreksi Vallerie.

Angkasa mengembuskan napasnya perlahan, lalu mengusap wajahnya kasar. Memang seberapa besar cinta Vallerie untuk Langit? Sampai-sampai dia tidak bisa menerima kehadiran lelaki lain, yang sudah pasti lebih baik dari Langit. Walau Angkasa mengakui bahwa dia tidak tampan seperti Langit.

Pembicaraan Vallerie dan Angkasa terdengar oleh Ashley, wanita itu mengerjapkan kedua matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya lampu. Ashley kaget ketika melihat Angkasa akan keluar dari ruang rawat Vallerie, bahkan lelaki remaja itu sudah menggunakan jaket kulit berwarna hitamnya dan siap untuk meninggalkan ruangan berbau obat-obatan tersebut.

"Angkasa, kamu mau ke mana? Ini sudah malam, besok pagi aja kamu pulang ya? Lagi pula, besok juga masih libur," nasehat Ashley.

Angkasa tersenyum hambar. "Gapapa bu, tadi Vallerie sendiri yang minta aku pergi dari sini, eh maksudnya pulang. Gapapa kok bu udah biasa, aku pulang ya bu," pamitnya dengan sopan.

Sebelum pulang, Angkasa terlebih dahulu menyalami punggung tangan Ashley. Kemudian, barulah dia meninggalkan ruang rawat Vallerie dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Ashley melipat kedua tangannya di depan dada, lalu berjalan menuju brankar Vallerie dan duduk tepat di samping brankar itu.

"Vall, kenapa kamu usir Angkasa?" tanya Ashley dengan lembut, wajahnya menampilkan senyuman tipis.

Vallerie memejamkan kedua matanya sebentar, lalu melirik wajah Ashley yang tepat berada di sampingnya. "Kenapa memangnya, bun? Aku salah ya? Aku minta maaf bun," ucapnya dengan raut wajah merasa bersalahnya.

"Enggak sayang, kamu gak salah kok. Cuma tadi bunda kasihan aja sama Angkasa, karena dia harus pulang malam-malam begini." Tangan halus Ashley mengusap kepala Vallerie dengan lembut.

Vallerie menganggukkan kepalanya pelan. "Maaf ya, bun. Aku jahat sama Angkasa, habisnya aku gak bisa terima laki-laki lain kalau itu bukan Langit, maaf bun," ungkapnya.

"Gapapa sayang, bunda paham kok. Tapi lain kali jangan gitu, ya? Mau gimana juga Angkasa itu teman kamu dia udah banyak bantuin kamu," nasehat Ashley dan dibalas anggukan kepala patuh oleh Vallerie. "Ya udah, kamu tidur lagi ya bunda tungguin di sini," lanjutnya.