"Maafkan saya, Tuan," ucap Alessia merasa gugup. Perempuan itu meremas tangannya sampai ujung-ujung jarinya memutih.
Alessia hendak berpaling dan mengarahkan pandangannya pada dinding bisu di sampingnya. Namun, cengkeraman dari Christian bergerak cepat, secepat kilat, yang membuatnya harus kembali bersitatap dengan pria penuh dominasi tersebut.
"Aku memintamu memberi alasan, bukan menyuruhmu meminta maaf padaku. Aku tidak butuh kata maaf darimu. Aku hanya butuh penjelasan dari kata-kata penolakanmu barusan!" tegas Christian tak mau buang-buang waktu. "Kenapa kau mencegahku?" kejarnya kemudian.
"Saya tidak bermaksud menolak, Tuan," kata Alessia gugup. Tangannya bergetar. Ia melihat ke bawah demi menutupi rasa canggung yang saat ini tercipta. "Saya hanya—," ucapnya terhenti.
Wajah cantik Alessia kini menjadi objek pengamatan pria di sampingnya. Dicubitnya dagu Alessia hingga membuat sepasang mata indah itu menatap ke arahnya.
Alessia mendadak panik ketika ciuman hangat dan memabukkan mendarat di bibirnya.
Perempuan itu mendadak tak bisa berkutik. Seluruh tulang di dalam tubuhnya seperti mati rasa dan melunak. Ia hampir ambruk dengan sensasi panas itu.
Pergelangan tangan perempuan itu ditarik dan seluruh tubuhnya didekatkan hingga memangkas jarak antara mereka berdua. Lengan Christian melingkari pinggang Alessia.
Alessia dapat melihat jelas bentuk wajah suaminya dari dekat. Sangat dekat. Suara napasnya pun jelas terdengar.
Tiba-tiba Christian melepaskan ciumannya yang memabukkan bagi Alessia.
Seolah dalam hati Alessia berkata, 'Jangan berhenti, Tuan Christian!'
Tangan kanannya yang tadi dipegang oleh Christian diarahkan ke bawah. Alessia belum tahu akan diapakan oleh pria tampan itu.
Dagu Christian bertumpu pada bahu Alessia dan ia bernapas di samping telinga perempuan itu hingga membuatnya bergidik geli.
Alessia terkejut.
Apa ini?
"Diam dan mainkan!" titah Christian di telinga Alessia.
Alessia mencoba mencerna maksud kata-kata Christian.
Jari-jemarinya menyentuh sesuatu yang awalnya kecil lama-lama menegang dan memanjang.
Apakah pria ini gila?
Christian memintanya melakukan blow job? Oh, C'mon, fix, pria ini benar-benar gila!
"Tapi Tuan–," Alessia mencoba menolak.
"Cepat lakukan!" tegas Christian tak mau dibantah. Perintah darinya adalah hukum penentu dalam hubungan keduanya.
Alessia benar-benar malu. Ia memejamkan matanya, ia tak mau melihat pemandangan di bawah sana.
Perempuan itu merasa jijik dan geli. Baru kali ini memegang benda semacam ini.
Shit!
Ingin rasanya Alessia berteriak sekencang mungkin, agar siapa pun dapat menolongnya. Tapi itu tak mungkin ia lakukan.
"Teruskan! Jangan berhenti sebelum aku menyuruhmu!" pekik Christian merasai bagaimana juniornya berada dalam genggaman jemari halus istrinya.
Istri kecilnya mampu membuat junior berdiri. Itu tandanya dia bisa segera sembuh, bukan?
Berarti pria itu bisa kembali berjalan dan melakukan hal layaknya pria normal lainnya?
Ah, sambil lalu saja!
Christian mengesampingkan pikiran itu dari kepalanya. Ia hanya ingin menikmati apa yang Alessia lakukan padanya.
Pria itu merem melek keenakan. Sesekali ia mendesah, mengerang dengan caranya sendiri. Suaranya benar-benar seksi dan penuh sensual.
Alessia baru mengetahui sisi dominan dan panas dari seorang Christian di malam ini.
Sesuatu yang ada di dalam genggamannya berkedut. Tiba-tiba keluarlah cairan panas dari rudal sang pewaris Allen Group.
Alessia syok melihatnya. Ia tanpa sengaja membuka matanya dan terkejut ketika tangannya terasa lengket oleh cairan putih yang keluar dari dalam junior Christian.
Menjijikan!
Alessia berlari ke kamar mandi secepat mungkin. Ia benar-benar jijik dengan apa yang ada di tangannya.
Perempuan itu menutup pintu kamar mandi dengan cukup kencang dan segera menguncinya. Ia takut Christian memanggil namanya dan masuk ke kamar mandi secara tiba-tiba.
Oh tunggu dulu, bukankah Christian tidak bisa berjalan?
Ada rasa lega ketika pikirannya tertuju pada hal itu. Setidaknya berada dalam kamar mandi adalah solusi tepat baginya saat ini.
Alessia segera mencuci tangannya dengan air mengalir sebanyak mungkin. Bahkan kalau perlu, ia akan mengulangnya ratusan kali.
***
Satu jam lebih Alessia berada di dalam kamar mandi. Rasa takut untuk keluar dari sana semakin kuat.
Ia takut Christian akan memintanya melakukan hal yang lebih dari ini. Tapi ia sadar, bagaimana pun juga Christian adalah suaminya.
Tidak seharusnya ia meninggalkan pria itu sendirian di sana. Bagaimana kalau pria itu membutuhkan ini itu? Sementara orang yang selalu mengurus kebutuhannya saat ini sedang terbaring di brankar Rumah Sakit?
Mau tak mau ia harus bertanggung jawab pada Christian, selain sebagai anak dari kepala pelayan yang mengabdikan seluruh hidupnya di keluarga Allen tapi juga sebagai istri kecilnya.
Ya, Matthew Falco, pria yang notabene adalah ayah kandungnya mengalami sakit di bagian pencernaannya sehingga membuatnya harus mendapat penanganan dengan cara dioperasi.
"Alessia, kau harus bertahan demi ayahmu! Ayah tidak akan mengampunimu kalau kau berani melawan kehendak suamimu. Bukankah kau sudah menyetujui untuk melakukan pernikahan ini sebagai balas budi?" kata Alessia pada dirinya sendiri. Ia menyadarkan dirinya bahwa ada sang ayah yang jauh di sana tengah menantikan bantuannya.
Perempuan itu membuka kunci pintu di kamar mandi dan keluar dari sana dengan cara mengendap-endap. Ia mengira tuan mudanya telah terlelap dalam mimpi.
Christian memang terbaring di atas ranjang super mewah. Tapi siapa sangka jika ia masih membuka kedua matanya dengan begitu lebar walau semua lampu telah dimatikan?
Bahkan kini, pria itu bisa melihat jelas gerak-gerik Alessia yang berjalan menuju lemari dan membukanya secara perlahan. Mungkin perempuan itu takut mengganggu ketenangannya.
Sopan sekali!
Benar-benar istri idaman dan sangat menghargai suami, puji Christian dalam hati.
Astaga!
Christian buru-buru menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa ia memuji perempuan ini?
Cih!
Baju yang dikenakan Alessia beberapa saat lalu telah basah karena sedikit terciprat semburan larva panas dari sang suami.
Perempuan itu tampak terkejut melihat isi di dalam lemari. Benar jika disebut sebagai baju tidur. Tidak salah sama sekali. Tapi ini lebih pantas disebut baju tidur minim bahan.
"Kenapa isi di dalam lemari hotel ini tak jauh berbeda dengan isi di lemari kamar tuan Christian? Ya Tuhan, haruskah aku mengenakan pakaian seminim ini? Apakah aku akan baik-baik saja setelah memakainya? Apakah aku tidak akan kedinginan gara-gara memakai pakaian semacam ini di tubuhku?" keluhnya spontan.
Tanpa Alessia sadari, Christian diam-diam mendengar keluhannya. Pria itu menahan tawa karena geli mendengar gerutu perempuan belia tersebut.
Tangan Alessia bergerak cepat. Ia mencari salah satu baju tidur yang sekiranya aman saat ia kenakan.
Sungguh, ia tak punya pilihan lain selain mengambil salah satu dari banyaknya pilihan dan motif baju tidur yang ada di dalam sana.
"Nah, sepertinya ini jauh lebih aman dan bisa menutupi tubuhku dengan maksimal," cetusnya ketika mendapati satu dari sekian banyak baju tidur.
Alessia menyukai warna itu.
Warna hitam.
Ia buru-buru membawanya dan berjalan cepat menuju kamar mandi.
"Apa lagi yang mau kau lakukan di dalam kamar mandi?" tanya Christian yang saat ini memiringkan posisi tubuhnya dan menatap jelas ke arah Alessia disertai seringai menyebalkan.
"Em, em, saya mau berganti pakaian, Tuan Christian," ucap Alessia malu-malu ketika mendapati dirinya yang tertangkap basah oleh Christian. Ia merasa seperti menjadi seorang pencuri.
"Kenapa harus di kamar mandi? Kau bisa berganti di sini! Aku kan sudah pernah melihat tubuh kurusmu, huh! Atau kau mau bersembunyi untuk ke dua kalinya dariku, bukan?" serang Christian menciutkan nyali Alessia.
To be continue..
***