"Ka-kau? Kukira kau sudah tidur," ucap Christian terbata-bata. Untuk pertama kalinya ia belum bisa menemukan alasan guna mengelak dari tatapan penuh tanda tanya perempuan muda itu padanya.
Alessia menarik tubuhnya dan menghadap ke arah pemuda tampan itu.
"Tuan dari mana? Maaf jika saya menanyakan hal ini. Saya hanya khawatir pada Tuan. Saya harap Tuan tidak marah ataupun tersinggung pada pertanyaan saya," ucap Alessia merasa sungkan.
Christian mengangguk pelan.
"Tidak apa-apa. Aku tahu maksud pertanyaanmu barusan," sahut Christian dengan pembawaan tenang. "Aku tidak tersinggung ataupun marah hanya karena pertanyaanmu itu," lanjutnya menenangkan hati Alessia.
Alessia mengulas senyum manis di wajah cantiknya. Hal itu tak luput dari perhatian Christian padanya. Alessia malu dibuatnya.
"Aku tadi membahas banyak hal di kamar Raymond. Kau tenang saja, aku baik-baik saja. Sekarang tidurlah! Apa acaramu besok pagi?" titah Christian diakhiri tanya pada istri kecilnya.
Alessia tampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan suaminya.
"Besok saya ada mata kuliah pagi dan kemungkinan sepulang dari kampus langsung ke Rumah Sakit untuk menjenguk Ayah," jawab Alessia jujur.
Perempuan muda itu begitu lugu dan tak terlihat ada kepura-puraan di wajahnya atau pun tutur katanya. Hal itu membuat Christian mengangguk paham.
"Mulai besok kau akan diantar oleh Dev, sopirku. Dan mulai besok juga, Raymond yang akan mengurusku. Kau tidak perlu khawatir akan tugasmu. Kau memang istriku, tapi aku tidak akan menuntut banyak hal darimu," terang Christian pada Alessia.
Mendengar itu otak dan hati Alessia terasa berseberangan. Satu sisi ia merasa tenang, tapi di sisi lainnya ia merasa ada yang aneh. Semua terasa janggal.
"Apakah Tuan bersikap seperti ini karena saya tidak bisa melakukan hal itu? Karena kita belum melakukan malam pertama? Karena saya belum bisa melakukan kewajiban seorang istri? Karena kita belum bercinta? Karena Tuan kecewa pada saya?" tanya Alessia meminta kepastian. Kali ini berusaha menyuarakan isi hatinya tanpa bermaksud membuat emosi Christian.
Perempuan itu hanya menginginkan kepastian. Tak salah bukan?
"Kau ini kenapa? Ah, jangan bilang sedari tadi kau memikirkan kata-kataku mengenai malam pertama? Ya Tuhan, kau ini polos sekali. Aku tidak marah padamu hanya gara-gara kau tidak bisa melakukan kewajibanmu yang satu itu. Aku bisa mengerti karena kau masih anak kecil," ujar Christian berusaha santai dan melemparkan candaan.
Alessia tak terima disebut sebagai anak kecil. Ia sudah berusia 19 tahun, dan tidak bisa dikatakan sebagai anak kecil lagi, bukan?
Perempuan itu sepertinya larut dalam emosi efek siklus bulanannya. Ia menatap tuan mudanya dengan penuh misteri. Dilepaskannya kancing baju piyamanya satu per satu. Dimulai dari kancing paling atas.
Kancing pertama…
Christian seketika melemparkan pandangan ke arah tersebut.
Kancing kedua…
Christian semakin penasaran dibuatnya.
Kancing ketiga…
Christian bisa melihat kain berwarna hitam yang membungkus dua gundukan kecil yang masih ranum, belum terjamah lelaki mana pun. Pria itu bisa membayangkan seberapa besar milik perempuan cantik tersebut. Pas. Mungkin sesuai dengan telapak tangannya. Mungkin.
'Beraninya dia melakukan ini padaku! Sialan! Hei junior, sabarlah! Ini ujian,' batin Christian meronta-ronta, ia berusaha menenangkan sesuatu di bawah perutnya yang menggelinjang tak karuan.
"Hahahah, anda lucu sekali, Tuan," ucap Alessia sembari tertawa aneh.
Christian mengernyitkan keningnya. Ia merasa keheranan dengan sikap dan tutur kata Alessia.
Ada apa dengan perempuan ini?
Dilihatnya sesloki kecil wine di atas nakas. Sepertinya seseorang telah meminumnya. Dan tak bisa disangkal lagi, Alessia pasti tadi sempat meminumnya.
Tapi kenapa efek mabuknya terlambat? Dan kenapa ia masih bisa berbicara santai, tenang, tapi tak lama kemudian berbicara sembarangan?
Yang benar saja?
Ah, Christian tak mau tahu dan tak mau ambil pusing.
Brugg
Alessia terjatuh ke atas pembaringan itu. Christian terkejut dibuatnya.
"Alessia? Alessia? Bercandamu tidak lucu. Ayo bangunlah!" pekik Christian kebingungan.
Ditepuknya kedua pipi Alessia guna menyadarkan perempuan itu dari ketidaksadarannya. Apakah Alessia mabuk?
Memangnya siapa yang telah memberinya wine di saat ia tak ada?
Astaga!
Christian mengarahkan kursi rodanya menuju pintu keluar. Ia melihat kedua pengawal yang dikhususkan berjaga di sana dan memberikan pertanyaan pada mereka.
"Siapa yang telah memberikan wine pada Alessia?" kejar Christian pada kedua pria berbadan tegap di depan pintu.
Hampir saja kedua pria itu melihat tubuh Alessia dari luar. Namun, seruan Christian menghentikan ulah mereka.
Mereka berdua tampak kebingungan. Tapi pertanyaan itu membutuhkan jawaban. Diamnya mereka hanya akan menambah kekesalan dalam benak Christian. Mau tak mau mereka pun menunduk sambil menjawab pertanyaan tuan mudanya tersebut.
"Wine itu dikirim khusus dari Tuan Hamish, Tuan Christian. Beliau meminta Oxy mengantar wine ini kemari. Jadi, kami memberikan wine tersebut pada Nona Alessia," jawab keduanya secara bergantian.
Oxy?
Oxy adalah asisten kepercayaan sang kakek. Kalau itu memang dikirimkan oleh Oxy, itu tandanya wine itu benar-benar datang dari sang kakek. Tapi untuk apa kakeknya memberikan minuman ini pada dirinya dan Alessia?
Apa jangan-jangan…
Pikiran Christian melambung tinggi. Berbagai dugaan menyelimuti pikirannya.
***
Christian berusaha mati-matian bangun dari kursi rodanya untuk berpindah ke ranjang super mewah tersebut.
Dilihatnya tubuh sang istri yang berhasil membuatnya kalang kabut tak karuan. Beberapa kancing masih terbuka dan ia belum bisa memperbaikinya.
Kali ini Christian tidak bisa mengambil keputusan secara mendadak. Ia bingung, bagaimana kalau saat ia belum berhasil mengancingkan baju piyama sang istri satu per satu, lalu Alessia terbangun? Apa dia tidak akan dikira suami mesum?
Bagaimana tidak mesum? Ia akan dianggap mesum karena melakukan itu di saat sang istri sedang tidak sadar. Alessia mabuk wine. Entah berapa sloki yang telah berhasil diteguknya?
Christian geleng-geleng kepala.
"Kalau tidak terbiasa minum, lebih baik kau tidak usah minum! Menyusahkan saja kau!" celetuk Christian yang terdengar mulai menggerutu.
Pria itu tak peduli apa yang akan terjadi nanti. Ia tidak mungkin membiarkan Alessia kedinginan gara-gara beberapa kancing bajunya terlepas dan tak kunjung ditutup, bukan? Setidaknya dirinya masih memiliki rasa empati dan sedikit kepedulian pada istri kecilnya tersebut.
"Ah," erangan itu keluar dari bibir mungil Alessia.
Christian tampak terkejut.
Pria itu mengira sang istri telah terbangun dan mendapati dirinya tengah melakukan hal yang berbau mesum padanya.
Nyatanya, Alessia hanya mengigau.
Eh, mana mungkin suara mengigau seperti itu?
Dengan mata yang masih terpejam, Alessia berucap lirih pada Christian yang terduduk di sisinya, "Aku akan membuatmu bahagia, Tuan. Aku tidak mau kau bersedih hanya gara-gara wanita itu. Kau layak bahagia, Tuan. Aku ada bersamamu."
Glek
Christian tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
Istri kecilnya mengatakan hal itu tepat di saat dirinya tidak sadar.
Jadi benar apa yang dikatakan sang kakek beberapa waktu lalu di ballroom, orang yang mabuk itu biasanya berbicara jujur dan menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
"Alessia? Sadarlah!" pekik Christian meyakinkan diri bahwa perempuan itu memang masih meracau efek mabuk.
Beberapa detik kemudian, Alessia mengerjapkan kedua matanya.
Bukan jawaban melalui kata yang keluar dari bibir sang istri. Melainkan sebuah ciuman mesra yang dilayangkan Alessia padanya.
Cup.
Christian benar-benar terkejut.
Syok..
'Beraninya dia menciumku!' pekik Christian dalam hati seraya membelalakkan mata.
To be continue…
***