"Jangan pergi!" cegah Owen lalu menarik tangan Sisi menuju ruang makan. "Kau baiknya di sini saja!"
"Kenapa?" tanya Sisi yang tak mengerti maksud pria tampan ini.
"Aku tau kau dalam masalah jika kau berani keluar dari rumahku, jadi tetaplah di sini!"
"Tapi aku akan membuatmu dalam masalah, Tuan!"
Owen meremas jemari Sisi lalu menatap tajam ke dalam bola mata gadis cantik itu. "Percayalah, kau lebih aman jika tinggal di sini!"
Tatapan mata Owen membuat Sisi luluh, dia lalu mengikuti langkah pemuda bertubuh jangkung itu hingga tiba di ruang makan. "Diora, siapkan makanan untuk kami!"
"Baik, Tuan!" jawab Diora lirih lalu menuju kulkas untuk mencari bahan makanan yang akan dia sajikan hari ini. "Kau mau makan sanwich?" tanya Diora ramah lalu menunggu anggukan tuannya.
"Iya, apa saja yang kau bisa sajikan! Aku tau semua hasil dari tanganmu pasti sangat nikmat!" ujar Owen lalu mempersilahkan Sisi duduk di depannya.
"Tuan, tapi aku tak mau Alan sampai tau jika aku di sini!" ucap Sisi dengan wajah yang mulai pucat.
"Terlambat! Musuhku sudah tau dimana kau berada sekarang, jadi kau duduklah dan mari kita nikmati sarapan kita hari ini!"
Sisi tertunduk lesu, dia tak berniat membuat hubungan Owen Grey semakin buruk namun sunggu kondisi ini membuatnya tak bisa lagi berbuat apa-apa.
"Nikmatilah sarapanmu, aku tau kau belum makan apa-apa sejak tadi malam!" ujar Diora dengan lembut kepada Sisi.
"Terima kasih, aku selalu saja merepotkanmu!" Sisi lalu meraih sepotong roti yang disajikan Diora di depannya dan dengan perlahan mengigitnya. Potongan sayur yang berada di antara roti membuat Sisi yang tadinya nampak murung terlihat lebih segar. "Ini enak!" puji Sisi sambil menelan potongan roti yang sedang dia kunyah.
"Kau makanlah yang banyak, aku tak mau kau sampai sakit karena kondisi menegangkan ini!" lanjut Owen lalu meminta Diora juga menyajika menu yang sama dengan yang disajikannya untuk Sisi.
"Buatkan aku dua, rasanya aku sudah lama sekali tak menikmati sanwich buatanmu!" pinta Owen lalu duduk dengan posisi lebih nyaman di kursinya.
"Ini, Owen!" ujar Diora dengan lembut lalu mengelus rambut Owen dengan lembut. "Makanlah yang banyak, aku yakin orang tuamu pasti akan marah jika...."
"Siftt!" Owen memotong anak kata Diora membuat wanita paruh baya ini membelalakkan matanya karena sadar akan apa yang baru saja dia katakan. "Jangan bicara begitu, aku tak mau wanita di depanku ini tau apa yang akan terjadi pada kami!" lanjut Owen dengan berbisik.
"Maaf, aku hampir saja merusak rencanamu!"
Brakkk...
Pintu rumah Owen tiba-tiba didobrak seseorang dengan kasar.
"Ih, siapa yang datang!" geram Diora lalu beranjak dari tempatnya. "Kalian di sini saja, biar aku yang lihat siapa yang datang!" ujar Diora lalu melangkah kakinya setengah berlari.
"Siapa kira-kira yang datang?" tanya Sisi yang masih sibuk dengan roti sanwichnya.
"Jangan kaget, rumah mafia biasa didatangi orang tak dikenal!" jelas Owen membuat Sisi tersenyum simpul.
"Jadi aku harus terbiasa dengan hal seperti ini?"
"Iya, begitulah. Hahahaha!"
"Sisi, kau punya tamu!" ucap Diora lalu mempersilahkan Alan masuk ke ruang makan.
"Sial!" geram Sisi yang tau siapa tamunya pagi itu.
"Jadi kau di sini?" tanya Alan lalu duduk di samping istrinya yang terlihat ketakutan.
"Iya, dia di sini bersamaku!" ucap Owen dengan nada datar. "Dia bilang, dia lebih nyaman di sampingku!"
Brak...
Alan bangkit dari tempat duduknya lalu membanting kursi di sampingnya. "Kalian benar-benar tak punya moral!"
"Hahahaha!" Owen tertawa begitu keras mendengar kata yang keluar dari mulut teman kecilnya itu.
"Kenapa kau tertawa? Dasar laki-laki perebut istri orang!" geram Alan lalu berdiri di samping Owen.
Sisi yang melihat kemarahan suaminya segera berlari menuju tirai lalu bersembunyi di sampingnya.
"Kenapa kau bicara soal moral, Alan! Kau saja bisa tidur dengan wanita lain di malam pertamamu!" sindir Owen lalu berdiri dari duduknya.
"Aku ini pria normal, jika istriku tak sanggup melayaniku dengan baik apa salahnya aku mencari wanita lain untuk memuaskan hasratku!" ujar Alan membela diri.
"Jika di malam pertamamu saja kau bisa berhianat, jangan salahkan istrimu yang lebih memilihku untuk melindungi hatinya!"
"Sialan! Kenapa kau berbicara seolah aku yang salah!"
"Rasanya sudah saatnya kau disalahkan atas apa yang salah dari hidupmu, Alan!"
"Sialan!"
Alan mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan bersiap untuk menghajar Owen yang hari ini begitu menyebalkan untuknya. "Tidak! Tunggu!" cegah Sisi yang tak mau jadi beban untuk Owen.
"Kau mau apa lagi sekarang!" ujar Alan lalu membalikkan badannya kearah Sisi yang terlihat sangat ketakutan.
"Jangan pukuli dia, urusanmu hanya denganku!" Sisi menarik tangan Alan dan meminta suaminya itu menghentikan niatannya. "Kau pukuli saja aku sampai aku mati, itu lebih baik bagiku."
"Tidak!" cegah Owen lalu meminta Diora menyembunyikan Sisi dari suaminya.
"Kalau kau sampai berani memukuli wanita di rumahku, kau tau dengan siapa kau berurusan, Alan!"
"Hah! Kau ini, harusnya aku tak menikahimu, Sisi!" geram Alan yang semakin terpojok di rumah musuhnya. "Aku pergi saja, tapi jangan kau pikir aku pergi untuk mengalah, ya!"
Sisi nampak lega mendengar apa yang dikatakan Alan kepadanya. "Jadi kau akan pergi meninggalkanku?" tanya Sisi polos.
"Tidak! Aku akan menunggu sampai kau keluar sendiri dari rumah laknat ini!" ujar Alan seperti dapat membaca pikiran musuhnya.
"Keluar sendiri?" tanya Sisi dengan mengerenyitkan dahinya.
"Kau tak tau jika pria ini memiliki kelainan dalam bercinta?" tunjuk Alan pada Owen yang kembali duduk di depan potongan sanwich buatan Diora.
"Kelainan?" tanya Sisi bingung.
"Iya, dia punya kelainan. Kau tak tau itu!"
"Sial!" geram Owen yang merasa terancam dengan perkataan musuhnya itu.
"Memangnya apa kelainan yang dikatakan, Alan?" tanya Sisi pada Owen yang tertunduk lesu.
"Kau tak usah tau! Yang penting aku bisa tetap menjagamu dari pria jahat ini!" Owen mengangkat wajahnya lalu meraih tangan Sisi yang terlihat ketakutan.
"Katakan dulu, baru aku mau tinggal di sampingmu!" pinta Sisi penuh harap.
"Aku!" Owen menata kata yang tepat untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepadanya.
"Ceritakan dulu pada istirku apa kelemahanmu, agar dia bisa keluar dari rumah ini tanpa paksaan dariku, Owen!"
"Owen, katakan saja!" pinta Diora pada tuan mudanya.
"Tapi apa kau yakin siap mendengar kelemahanku?" tanya Owen pada Sisi yang nampak penasaran dengan apa yang terjadi pada pria tampan ini.
"APA!" Sisi berteriak karena merasa dipermainkan oleh Alan dan Owen.
"Aku ini seorang...."
"Katakan saja!" Alan tertawa menunggu detik-detik Sisi tau siapa sebenarnya pria yang lebih dia pilih dari pada dirinya itu.