"Siapa yang meneleponmu?" tanya Liony seakan heran dengan perubahan raut wajah Sisi.
"Bukan siapa-siapa!" tegas Sisi lalu mematikan panggilan telepon Owen. "Sepertinya aku akan pergi saja!"
"Kau mau kemana?" tanya Liony seperti tak percaya Sisi bisa berubah secepat itu.
"Tak apa, Liony! Aku baik-baik saja!" ujar Sisi yang bangkit dari tempat duduknya dan berjalan sembari mengunyah coklat yang disajikan temannya itu.
"Paling tidak katakan dulu kau mau kemana? Jangan seperti ini!"
"Tidak!" ujar Sisi sambil meluruskan telunjuknya di depan hidung temannya itu. "Aku mau pergi dan jangan ikuti aku!"
Melihat sikap Sisi yang aneh, Liony langsung mengijinkan saja temannya ini pergi dan Sisi dengan senang mulai mengayunkan langkahnya meninggalkan rumah Liony untuk kembali ke rumah kekasih hatinya, Owen Grey.
"Aku tau dia akan pergi kemana?" bisik Liony dengan yakin sesaat setelah Sisi melangkahkan kakinya menuju halte bus di dekat rumahnya. "Alan harus segera tau kemana istrinya itu pergi!" bisik Liony dengan tatapan penuh kebencian.
Di saat Liony berusaha memberitahu Alan dimana keberadaannya, Sisi dengan santai menaiki bus menuju rumah Owen. Kini tak ada lagi ketakutan di dirinya dan sudah berganti dengan keberanian dari kata-kata Owen di sambungan telepon tadi.
Ting.. tong...
Sisi menekan bel pintu rumah Owen.
"Aku sudah yakin kau akan kembali!" sambut Diona dengan senyuman lebarnya.
"Iya, aku kembali. Aku tak akan pergi lagi dari samping Owen apapun yang terjadi!" tutur Sisi dengan penuh percaya diri.
"Silahkan masuk, Owen sudah menunggumu sejak tadi!"
Sisi lalu melangkah masuk ke dalam rumah dan Owen segera berlari menyambutnya.
"Kau datang?" sambut Owen lalu memeluk gadis cantik berambut coklat itu dengan erat.
"Iya, aku datang dan kali ini aku tak akan perduli lagi dengan apapun kata dunia tentang hubungan kita!"
Owen tersenyum semakin lebar sedang Diona hanya mengerenyitkan dahinya dengan cepat. Wanita paruh baya itu benar-benar tak menyangka jika akhirnya tuan mudanya akan menemukan cinta sejati meski harus menjatuhkan cintanya pada istri dari musuh bubuyutan keluarganya sekaligus sahabat kecilnya.
"Kau harus banyak makan, Sisi! Hidupmu nampaknya sangat sulit belakangan ini!" canda Owen lalu menarik lembut tangan Sisi menuju ruang makan. "Katakan saja apa yang ingin kau makan, aku pasti akan memenuhinya untukmu!"
"Terima kasih, tapi sepertinya minum teh sudah cukup untukku!" gumam Sisi lalu meminta secangkir teh kepada Diona, pelayan setia Owen Grey.
Diona nampak senang dengan perintah dari Sisi, baginya setiap perintah dari wanita ini adalah titah yang sama dari tuannya.
"Ini, Nyonya!" ujar Diona membuat Owen tersenyum senang.
"Benar, panggil dia seperti itu!"
Brak...
Seseorang mendobrak pintu rumah Owen membuat Sisi dan Diona sangat kaget karenanya. "Kau di sini lagi!" geram Alan yang tiba-tiba memasuki rumah musuhnya.
"Hey, kenapa kau masuk dengan cara seperti itu!" geram Owen kesal.
"Kau pencuri istriku, dia jelas-jelas sudah memutuskan untuk pulang!" jelas Alan lalu menarik tangan kanan Sisi.
"Tunggu! Jangan kasar pada istrimu sendiri!" cegah Owen lalu menarik tangan kiri pujaan hatinya itu.
"Jangan main-main denganku. Kau mau aku mengobrak-abrik London!" geram Alan yang semakin beringas.
Melihat keberingasan di Mata Alan, Owen langsung berpikir untuk membawa lari wanita ini. Tentu itu lebih baik ketimbang harus terus berkejar-kejaran di London yang terasa semakin sempit untuk mereka.
"Lepaskan dia!" teriak Owen lalu menarik tangan Sisi lebih erat hingga terlepas dari genggaman tangan Alan. "Ikuti aku!" lanjut Owen dengan berlari.
Sisi yang menggunakan rok panjang berwarna hitam sempat kesulitan mengikuti langkah Owen yang cepat, namun karena dia tau dia harus bergerak cepat menghindari Alan akhirnya langkah Sisi bisa mengimbangi.
"Pengecut! Kau mau kemana bersama istriku!" teriak Alan yang tak sempat memutar badannya untuk mengejar Owen.
"Cepat, Sisi!" perintah Owen lalu membuka pintu belakang rumahnya yang mengarah ke tempat parkir. Dengan cepat Owen memutuskan menaiki mobil Audi hitam kesayangannya dan langsung tancap gas untuk menghindari Alan yang nampak semakin mendekati mereka.
"Wah, gerakanmu cepat juga!" puji Sisi yang masih terengah-engah.
"Aku sudah biasa berlari dari, Alan. Dulu aku selalu kalah cepat darinya. Itulah aku selalu berusaha bergerak semakin cepat dari hari ke hari!"
Owen lalu melajukan mobilnya melintasi jalanan Kota London yang sedang sepi menuju sebuah rumah lain milik keluarganya di Westminster.
Tempat ini berada di tengah London dan terkenal sebagai pusat pemerintahan Inggris.
"Kita kemana?" tanya Sisi yang masih asing dengan tempat yang di tuju Owen.
"Ini adalah rumah lain keluargaku, tenanglah. Kau akan aman tinggal di sini!"
"Apa Alan akan menemukan kita di sini?" cemas Sisi sambil memegangi tangan Owen yang berbulu lebat.
"Iya, dia mungkin tau tempat ini. Tapi yakinlah, tak akan ada yang bisa memisahkan kita setelah ini!"
"Memangnya kenapa?" tanya Sisi sambil menebak-nebak isi kepala keturunan Keluarga Grey ini.
"Kita akan melangsungkan pernikahan kita di sini!"
"Kau gila!"
"Kenapa kau pikir aku gila?"
Sisi lalu menarik dagu Owen karena khawatir pria di sampingnya ini sedang mabuk. "Aku ini istri Alan, bagaimana kita bisa menikah dengan caramu?"
"Hey, yang menikah dengan Alan Purple itu Sisi Blue. Bagiamana kalau kita ganti saja namamu agar kita bisa meresmikan pernikahan kita!"
"Bagaimana caranya?" Sisi semakin tak mengerti.
"Percayalah padaku, aku ini keturunan mafia yang biasa mengganti identitas siapapun yang memesannya. Termasuk dirimu!" tegas Owen membuat Sisi semakin menyatukan alisnya.
"Terserah kau saja, aku tak mau berpikir tentang itu. Hidupku sudah cukup rumit karena Alan dan keluarganya."
"Tenang! Aku selalu punya cara untuk membuatmu keluar dari cengraman Alan yang kejam!"
"Huuft, semoga saja. Kalau sampai aku bisa lepas dari pria itu. Yakinlah, jangankan harta keluargaku, hidupkupun akan kuserahkan kepadamu!"
"Kau yakin?" tanya Owen saat mobil Audi hitamnya berhenti di sebuah kantor bertuliskan 'Owen Co.'
"Yakin!" Sisi menoleh kearah papan nama kantor itu. "Ini di mana?"
"Ini adalah tempat kita mengganti identitas dirimu, Sayang. Setelah namamu di ganti, kita akan segera meresmikan pernikahan kita!"
"Kau gila! Benar-benar gila!"
"Eh, bagaimana kalau begini?"
"Bagaimana?" tanya Sisi lagi.
"Biar orangku mencari data dirimu, jika ternyata pernikahanmu tak di catatkan di administrasi negara. Kita langsungkan saja pernikahan kita!"
Sisi tersenyum. Memang saat dia menikah tak ada surat apapun yang dia tanda tangani, hanya sebuah pemberkatan di depan kedua orang tua saja.
"Kau benar! Penikahan itu seperti pernikahan buru-buru. Aku yakin itu hanya siasat Alan saja untuk memperdaya keluargaku!"
"Kalau begitu, biar aku pastikan dulu. Kalau sudah pasti kita lanjutkan dengan pernikahan kita, Sisi!"