"Katakan saja apa kelemahanmu, Owen!" pinta Diona membuat Owen terdiam sesaat.
"Baiklah! Kalau itu akan membuatmu bahagia aku akan katakan kepada Sisi apa kelemahanku, Alan!"
Alan terkekeh mendengar apa yang dikatakan Owen dengan wajah ketakutan.
"Iya, aku punya kelemahan, Sisi. Aku adalah pria yang tak sempurna!" jelas Owen dengan wajah tertunduk.
"Iya, dia memang tak sesempurna pria normal. Tapi dia tetap laki-laki yang baik!" tutur Diona mencoba membuat Sisi tau kelemahan lelaki yang selama ini membelanya.
"Maksudmu dia tak perkasa?" tanya Sisi polos.
"Benar!" ucap Diona membuat Sisi menatap Owen dengan iba.
"Aku akan tetap memilih Owen meskipun dia tak seperti dirimu, Alan!" tegas Sisi dan wajah Alan menjadi merah karenanya.
"Kau tak akan bahagia dengan pria ini, Sisi!" geram Alan lalu menarik tangan Sisi yang masih berdiri tegak di depan Owen.
"Tidak!" Sisi menarik tangannya dari genggaman Alan. "Dia lebih baik dari pada dirimu yang bisa main perempuan di depanku!"
Plas....
Tangan Alan melayang menampar pipi Sisi yang langsung memerah. Sisi lalu meraba bekas tangan pria perkasa itu. "Hanya laki-laki pengecut yang bisa memukul istrinya sekeras ini, Alan!" tegas Sisi lalu berbalik badan lalu berlari menuju kamarnya.
"Sial, aku benar-benar tak bisa mengontrol tanganku sendiri!" geram Alan lalu meremas tangannya yang telah memukul istrinya dengan keras.
"Kau tetaplah laki-laki kasar, Alan. Biarkan saja dia bersamaku!" pinta Owen berharap pria tampan itu meninggalkan istrinya bersamanya.
"Jangan harap. Dia tetaplah istriku bagaimanapun amarahku kepadanya!"
"Tapi kau jelas-jelas dengar jika dia lebih memilihku, Alan!"
Alan yang merasa sudah kalah dari musuhnya ini lalu melangkah pergi tanpa mau lagi menatap mata Owen kali ini menang dari dirinya.
"Aku akan segera kembali untuk menyusul istriku!" tegas Alan lalu melangkah pergi keluar dari rumah Owen.
"Apa aku harus menyusul, Sisi?" tanya Diona dengan lembut.
"Tak usah, biarkan saja dia di kamarnya. Yang penting sekarang dia sudah memilihku dan aku menang dari, Alan!"
Diona tersenyum, rasanya baru kali ini Owen merasa begitu menang dari Alan yang selama ini selalu menjadi pemenang dalam semua kompetisi kehidupan mereka.
Terakhir Alan menang saat kedua sahabat kecil ini berkompetisi untuk memuasakan seorang wanita yang merupakan kekasih dari Owen dan itu sungguh memukul mental tuan muda Keluarga Grey.
**
Siang Harinya.
Kreekkk...
Sisi membuka pintu lalu keluar dari kamarnya, dia menatap kesekeliling rumah yang nampak sepi seperti tak ada seorangpun di dalamnya.
"Diona!" panggil Sisi perlahan lalu melangkah keluar dari kamarnya.
"Iya, kau memanggilku!" sapa Diona lalu menghampiri Sisi yang nampak ketakutan.
"Apakah Alan sudah pergi?" tanya Sisi lalu menarik tangan Diona mendekat kepadanya.
"Iya, dia sudah pergi. Tenang saja, dia tak akan berbuat anarki di rumah musuh beratnya!"
Sisi menghela nafas panjang, dia sangat lega mengetahui suaminya sudah pergi. "Mana, Owen?" tanya Sisi berbisik.
"Dia di kamarnya, kau mau bertemu dengannya?" tanya Diona lalu berjalan di samping Sisi untuk mengantarkan wanita cantik ini menemui tuannya.
"Aku ingin berbincang dengannya, hanya untuk mengucapkan terima kasihku kepadanya!"
Diona mengangguk lalu membukakan pintu kamar Owen dan Sisi bergegas masuk.
"Tinggalkan kami berdua!" pinta Sisi lalu cepat-cepat menutup pintu kamar Owen.
"Hey, ada apa?" tanya Owen pada Sisi.
"Aku hanya ingin berterima kasih kepadamu, Owen!"
"Terima kasih. Itu sangat berarti bagiku, Sisi!"
Sisi tersenyum lalu memeluk Owen dengan hangat. "Kau benar-benar pria yang lembut!"
Saat Sisi memeluk Owen dengan lembut, tiba-tiba hasrat laki-laki tuan muda Keluarga Grey ini bangkit lalu...
Clup...
Bibir Owen mendarat lembut ke bibir Sisi dan keduanya menikmati kebersamaan itu.
"Mmmm, Owen. Bibirmu manis sekali!" puji Sisi lalu meraba dada pria tampan itu dengan lembut.
"Jangan, Sisi! Kau adalah istri dari musuhku!"
"Aku tak perduli, aku ingin bersamamu saat ini, Owen!"
Owen yang mendengar bisikan manis dari Sisi lalu meraba tubuh wanita cantik ini lalu meraba dadanya dengan lembut. "Mari kita nikmati hari ini dengan gairah yang menggila, Sayang."
Sisi tersenyum lalu membiarkan Owen meraih seluruh kancing bajunya hingga tubuh bagian atasnya terlihat dengan jelas. "Lakukan, Owen. Aku akan membiarkanmu membuatku puas!" desah Sisi dan Owen segera melepaskan seluruh baju yang dia kenakan.
"Ah, ayo. Lakukan, Sayang!" ujar Sisi lalu membiarkan Owen merobek kesuciannya dengan penuh semangat.
"Kau masih suci, Nyonya!"
Sisi tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Owen. Memang selama ini dia tak pernah menyentuh pria lain. Dia berjanji pada kedua orang tuanya jika dia hanya tercipta untuk pria yang kelak menikahinya.
"Lakukan, Owen. Aku suka sekali gerakanmu!" tutur Sisi lalu berganti posisi dengan Owen. Kini dia berada di atas Owen dan bergerak dengan cepat mencoba mencapai klimaks pertamanya.
"Oh, ini nikmat sekali, Owen. Tolong aku, aku tak tahan lagi!" Tubuh Sisi mulai panas dan gairahnya mulai mengumpul di area bawah perutnya. "Lakukan, Owen. Aku tak mungkin bisa ,mencapainya sendirian!" desah Sisi dengan begitu menggairahkan.
Tentu Owen tak mau menyia-nyiakan posisi Sisi, dia lalu meraba pinggul wanita cantik itu dan mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan penuh tenaga. Meski dia selalu gagal membuat kekasihnya tiba di posisi puncak, Owen tetap yakin kali ini dia akan berhasil mencapainya.
"Ayo, Sisi. Sedikit lagi!" desah Owen yang bersiap mencapai puncak kenikmatan.
"Ah, Owen. Ini! Aku sampai, Baby. Lakukan, Sayang!" desah Sisi semakin menggila.
"Ah! Lakukan, Sayang. Aku sudah tak tahan lagi!"
"Yes! Yes! Yes!" Owen dan Sisi tiba di puncak kenikmatan itu bersamaan, akhirnya tubuh Sisi yang awalnya begitu tegang kini menjadi lemas dan Sisi mendarat di dada Owen yang begitu kekar.
"Ternyata kau tak seburuk yang, Alan katakan!" puji Sisi lalu menghapus peluh di keningnya.
"Sungguhkan?"
"Iya, kau berhasil membuatku menjadi wanita seutuhnya, Owen!"
"Terima kasih, kau benar-benar membuatku menjadi laki-laki yang lebih percaya diri sekarang."
"Hahaha! Kau ini lucu sekali, tapi kalau kau mau kita melakukannya lagi, aku siap saja!"
Owen menatap tubuh Sisi yang penuh peluh dengan penuh harap wanita inilah yang kelak akan membuatnya menjadi laki-laki perkasa meski dulunya dia selalu gagal dalam berhubungan dengan lawan jenisnya.
**
Sorenya.
"Owen!" panggil Diona dari luar kamar.
Owen bangkit dari tempat tidurnya lalu meraba dadanya yang tak berpakaian. "Iya!" jawabnya lalu meraih handuk putih untuk menutupi bagian bawah tubuhnya berjalan menuju pintu.
"Cepatlah! Pamanmu ada di bawah!"
"Pamanku? Kenapa dia sampai datang?" tanya Owen heran.
"Sepertinya ini urusan dengan istri Alan Purple!"
"Sial, Alan pasti mengadukan aku kepada pamanku!" geram Owen sembari meremas jemarinya.