Arga sudah cukup lama berdiri di depan pintu kamar, Winda tetap saja tidak membukakan pintu. Tangisan dalam kamar sudah tidak terdengar lagi, Arga menyakini kalau istrinya sudah tertidur saat ini. Tapi, Arga cemas karena Winda belum makan malam.
Arga pun menghela napasnya dengan kasar, kini Arga pergi ke kamar atas. Malam ini Arga tidak bisa tidur dengan nyenyak, terus saja memikirkan Winda. Arga khawatir jika di dalam kamar Winda melakukan bunuh diri.
Jam kini menujukan pukul 4 pagi, hanya satu jam saja Arga tidur. Pria tampan itu segera keluar dari kamarnya dan mencoba melihat keadaan istrinya. Arga segera membuka pintu kamarnya Winda, namun pintu itu masih terkunci.
Tok tok tok
"Winda, bangun sayang ... mau sampai kapan kamu di dalam kamar terus?"
Arga menempelkan telinganya tepat di pintu, dan tidak mendengar suara apa-apa di dalam kamarnya Winda. Arga mencoba untuk sabar, pria itu berjalan menuju dapur. Arga terkejut saat melihat meja makan yang sudah tersedia sarapan.
Telur, sosis goreng dan roti sudah tersedia di meja. Arga pun mengambil segelas kopi hitam, lalu segera meneguknya. Arga menatap semua makanan di meja dengan heran, sejak kapan istrinya mempersiapkan ini semua. Di wastafel terlihat ada bekas piring kotor, Arga menyakini kalau istrinya sudah sarapan.
Setelah sarapan Arga bersiap pergi bekerja, pria tampan yang memakai jas itu kembali berdiri di depan pintu kamarnya Winda. Arga hendak pamit bekerja, perasaan Arga semakin lama semakin cemas, tidak biasanya Winda marah sangat lama.
Tok tok tok
"Winda, Mas bekerja dulu ya. Sudah jangan marah lagi, aku sayang kamu." Masih tidak ada jawaban Arga mengelus dadanya dengan kesal, lalu Arga pun keluar dari apartemen.
Saat bekerja Arga masih terus memikirkan istrinya itu, hingga Arga tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Pria malang itu, memijit pelipisnya dengan pelan, kepalanya kini rasanya berputar-putar.
Ceklek
Arga pun menatap ke arah pintu ruangannya yang terbuka, terlihat Lita sekertaris cantik dan seksi itu sedang berdiri di depan pintu. Lita tersenyum menatap Arga dan segera menutup pintu.
Lita berjalan mendekati Arga, dengan berani Lita duduk di pangkuannya Arga. Siapa yang tidak terpesona akan kecantikan perempuan ini? Benar-benar menggoda dan membuat Arga terkesima. Meskipun istri di rumah sedang marah, tapi ada wanita lain yang lebih bisa membuat Arga tenang, yaitu Lita.
Arga diam-diam menjalani hubungan dengan Lita, sebentar lagi Arga akan menikahi sekertaris cantiknya itu. Sebenarnya Arga tidak mau menyakiti hati istrinya, tapi anehnya perasaan semakin berdebar-debar saat dekat dengan Lita, iya perasaan cinta.
"Kamu capek, Mas?" tanya Lita yang bersandar di dada bidangnya Arga.
"Sangat capek, seharian aku membujuk Winda. Dia marah besar denganku dan itu membuatku sangat lelah. Tapi, sekarang lelahku hilang setelah melihatmu." Arga mengelus rambutnya Lita yang panjang dan hitam itu.
"Kapan kamu menikahiku, Mas?" Lita menggenggam tangannya Arga dengan erat.
"Sabar sayang, secepatnya aku akan menikahimu. Hanya saja aku kasihan dengan Winda," ucap Arga sedih.
Lita menatap mata Arga dalam-dalam. "Kamu masih mencintai perempuan buruk rupa dan mandul itu, Mas?"
Arga terkekeh menatap mata Lita yang berkaca-kaca. "Tidak, aku hanya mencintaimu."
Arga tidak sabar menikah dengan Lita, dulu Lita sempat menyatakan cinta kepada Arga, tapi rasa cintanya ditolak Arga mentah-mentah, tapi kini Lita mendapatkan Arga dan sebentar lagi Arga akan menjadi suaminya.
Jam menunjukkan pukul 9 malam, Arga penasaran dengan Winda apakah masih marah? Setelah perjalan pulang, Arga sampai di apartemennya. Arga berjalan cepat memasuki apartemen dan membuka pintu kamarnya Winda.
Ceklek
Arga terkejut ternyata pintu kamarnya Winda tidak dikunci, tapi Arga bingung saat ini karena tidak ada Winda di dalam kamar. Arga berdecak kesal, kakinya berjalan keluar menuju dapur. Tapi, tetap saja tidak ada.
"Winda, kamu di mana?" teriak Arga.
"Ada apa?" Winda kini berdiri di belakangnya Arga, dengan cepat Arga menoleh ke belakang. Sangat lega melihat istrinya yang masih ada, Arga pun langsung memeluk Winda.
"Sayang, maafkan aku ya," ucap Arga. Winda tetap saja diam dan tidak membalas pelukan suaminya itu.
Winda melepaskan pelukannya dengan pelan dan berjalan menuju kamar. "Aku sudah membuatkanmu makanan, Mas."
Arga terpaku melihat istrinya kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya lagi, hati Arga terasa sesak saat ini. Istrinya benar-benar tidak menghargai posisinya sebagai kepala rumah tangga. Arga pun sangat kesal, keputusan menikah dengan Lita semakin bulat. Besok, Arga akan menikahi Lita.
***
Hari ini adalah hari di mana Arga dan Lita melangsungkan pernikahannya. Arga sengaja tidak meminta izin kepada Winda, pria itu sudah muak dengan istrinya yang hobi marah itu. Hari naluri Arga sudah tertutup, dan sudah dibutakan cinta oleh Lita.
Setelah proses akad selesai, Arga membawa Lita pulang ke apartemen. Arga sudah siap jika Winda semakin marah, apapun itu Arga sudah tidak peduli lagi. Lita dengan manja mengandeng tangannya Arga memasuki apartemen mewah itu, lalu keduanya kini berdiri di depan pintu kamarnya Winda.
Tok tok tok
"Winda, buka kamarmu. Ada hal penting yang ingin kusampaikan denganmu." Tidak ada jawaban apapun, pintu masih tertutup. Arga mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.
"Apa kamu tuli, Win? Buka pintunya sekarang, jika tidak kamu buka aku akan mendobrak pintumu. Kamu mau jadi istri durhaka, hah? Aku menikah dengan manusia bukan dengan patung sepertimu. Hargai aku sebagai suamimu," bentak Arga.
Lita pun tubuhnya bergetar melihat suaminya marah besar, Arga kini mencoba mendobrak pintu kamarnya Winda. Satu dan dua percobaan gagal, yang ketiga akhirnya berhasil.
Brak
Pintu kamarnya Winda pun terbuka dan rusak, Arga memasuki kamarnya Winda, lagi dan lagi Winda tidak ada di dalam kamar. Padahal Winda selalu pamit jika hendak keluar, tapi hari ini Winda pergi tanpa izin. Arga pun duduk di tepi ranjangnya Winda. Parfum yang selalu dipakai Winda, kini tercium oleh Arga dan membuat Arga merindukan Winda.
Lita masih berdiri di depan pintu sambil mengamati suaminya yang terlihat malang itu, Arga merasa bersalah. Kepergian Winda tiba-tiba membuat hati Arga bersedih. Arga menatap foto pernikahan yang terpasang jelas di tembok. Lita pun berjalan mendekati Arga dan langsung memeluknya.
"Sudah sayang jangan sedih, mungkin Mbak Winda sekarang lagi keluar di rumah temannya," ucap Lita dengan lembut. Arga membalas pelukannya Lita, setidaknya istri barunya itu sedikit membuat Arga tenang.
"Apa yang kalian berdua lakukan di dalam kamarku?"
Suara Winda membuat Arga melepaskan pelukannya dengan Lita, dan menatap Winda yang kini berdiri di depan pintu kamar.