Chereads / Rahasia Istriku / Chapter 9 - Karena Aku Mencintaimu

Chapter 9 - Karena Aku Mencintaimu

Winda membulatkan matanya, dan bertanya-tanya apa yang diminum perempuan itu, seketika aroma darah pun tercium jelas. Winda menatap semua orang di sini yang benar-benar keluarga yang aneh.

Winda tidak betah berada dalam suasana ini, lalu Winda berdiri dari tempat duduknya dan menatap satu persatu semua orang. "Siapa kalian sebenarnya?"

Zayn meletakkan gelas itu di atas meja, lalu menatap Winda dengan senyum yang aneh. "Rupanya ingatan istrimu masih belum pulih, Gibran."

"Istrinya siapa yang kamu maksud?" Winda mengerutkan keningnya, sungguh wanita di depannya ini benar-benar membuat Winda kebingungan. Gibran menghela napasnya dengan gusar, kemudian Gibran menarik tangannya Winda untuk duduk kembali.

"Duduk yang sopan!" ucap Gibran dengan lantang.

"Maaf ibu, istriku memang belum bisa mengigat sepenuhnya. Tapi, ibu tidak perlu khawatir dia pasti akan kembali seperti dulu lagi," ucap Gibran dengan santai dan sekilas menatap Winda yang masih kebingungan.

"Hey, pria misterius aku benar-benar gak paham dengan pembicaraan itu." Winda menatap Gibran dengan tatapan tajam, pria tampan itu hanya memutar bola matanya malas dan menikmati minumannya.

"Kalian pasangan yang romantis, aku ingat dulu Kak Gibran sangat panik saat melihat Ratu Viska digigit lebah," ucap Yuma adiknya Gibran yang memiliki wajah cantik dan mata yang indah.

Gibran hanya terdiam, suasana di meja makan masih sangat hening. Mati-matian Winda ingin segera kabur dari tempat ini, tapi melihat Gibran yang menatap tajam bagaikan elang itu membuat Winda tidak bisa berkutik.

Winda pun hanya terdiam sambil menyilang kedua tangannya di depan, makanan yang ada di meja begitu menggiurkan, tapi Winda sama sekali tidak mau menyentuh makanan itu, sebab bau darah masih menyengat Indra penciumannya.

"Makan sana!" Suara Gibran yang tegas itu membuat Winda terkejut.

"Gak," ucap Winda dengan kesal.

Gibran tahu kalau sebenarnya perempuan yang ada di sampingnya ini sedang muak, tapi mau bagaimana lagi. Perkumpulan dengan anggota keluarga wajib dihadiri, mau tidak mau Winda harus tetap di sini, di satu sisi Winda sangat bingung dengan tempat ini dan mengapa semua orang mengira kalau dirinya adalah Ratu Viska?

Setelah makan malam selesai, Gibran mengandeng tangannya Winda dan mengajaknya ke dalam kamar. Winda berdecak kesal saat langkah kakinya kesulitan mengikuti Gibran. Tangan Gibran yang putih dan dingin itu membuat Winda bertanya-tanya, siapa sebenarnya pria itu?

"Hey pria misterius, sebenarnya kamu itu siapa? Dan Ratu Viska itu siapa?" Gibran hanya terdiam sambil membuka pintu kamarnya, Winda terkejut mengapa pria misterius itu mengajaknya ke dalam kamar.

"Kamu jangan macam-macam denganku, ya. Mau aku tendang?" bentak Winda dengan tatapan tajam.

"Jangan banyak bicara, masuk ke dalam kamar!" Gibran menyeret tangan Winda dengan paksa ke dalam kamar, lalu Gibran menutup pintu kamarnya.

Lagi dan lagi, Winda berada dalam kamar yang minim akan pencahayaan itu. Setelah mengunci kamarnya Gibran pun menatap Winda dengan tajam, melihat tatapan itu Winda hanya memutar bola matanya malas. "Pria misterius, kamu gak mampu bayar listrik ya, punya rumah kok gelap amat."

"Tempat ini tidak butuh listrik," ucap Gibran dengan datar.

"Kenapa?" heran Winda.

"Nanti tukang listriknya akan mati jika dia datang ke tempat ini."

Winda pun mencoba sebisa mungkin mencerna perkataan Gibran barusan, sungguh pria tampan itu membuat pikiran Winda semakin berputar-putar. Winda pun menatap Gibran yang kini membuka lemari pakaian.

Terlihat semua baju Gibran berwarna hitam, lalu Gibran mengambil kaos berwarna hitam dan kembali menutup pintu lemari. Gibran menatap Winda yang diam dalam lamunannya. "Kamu makan sana, di atas meja sudah ada makanan untukmu."

Winda menoleh ke arah meja, memang benar yang dikatakan Gibran. Segala makanan sudah tersedia di atas meja, Winda pun menatapnya dengan berbinar, apalagi sejak dari tadi perutnya sudah kelaparan. Winda berjalan mendekati meja itu dan segera menyantap makanan itu tanpa izin.

Gibran tersenyum tipis kemudian membuka jas hitamnya, Winda membuka matanya lebar-lebar saat Gibran kini sudah telanjang dada. Tubuh Gibran pun begitu indah, dan terlihat sangat atletis.

Uhuk uhuk

Winda pun tersedak dan langsung meneguk segelas air, Gibran menatap Winda dengan tajam. "Kamu fokus saja dengan makananmu, gak usah lihat-lihat tubuhku, nanti kamu pengen."

"GR amat jadi orang, habis kamu tiba-tiba buka baju," ucap Winda dengan kesal.

Gibran sudah memakai kaos hitam polosnya, lalu berjalan mendekati Winda dan duduk di sampingnya. Winda tidak memperdulikan pria tampan itu yang kini terus menatapnya, sebab Winda sangat menikmati semua makanan yang ada di meja.

"Kasihan lihat orang kelaparan," ucap Gibran.

Winda menatap Gibran dengan sekilas. "Bodoh amat."

Setelah Winda menyelesaikan makan malamnya, Winda tersenyum menatap Gibran yang kini hanya terdiam saja. Winda pun terheran mengapa pria misterius itu sangat suka sekali berdiam diri.

"Hey pria misterius, jangan diam saja dong kayak patung saja kamu itu."

Gibran tersenyum tipis menatap Winda. "Kamu mau apa, hah?"

"Aku mau bertanya kepadamu," ucap Winda dengan tatapan tajam.

"Bertanya apa hhmm?"

"Kenapa kamu menolongku saat aku melakukan bunuh diri di gua?"

"Karena kamu bodoh dan lemah," ucap Gibran dengan santai.

"Jawaban macam apa itu, sangat tidak berkualitas," ucap Winda dengan kesal.

"Kamu istri yang lemah dan bodoh, jika suamimu menyia-nyiakanmu dan tidak berlaku adil denganmu itu artinya kamu harus lebih kuat dan balas suamimu itu dengan cara yang pintar, bukan memilih untuk mengakhiri hidupmu. Kamu sadar ... kamu sangat payah."

Winda hanya terdiam sambil berpikir. Ada benarnya juga ucapannya Gibran barusan. Tapi Winda tidak mengerti bagaimana caranya membalas perbuatannya Arga.

"Caranya bagaimana?" tanya Winda dengan penasaran.

"Aku akan membantumu menjadi perempuan yang tangguh, tapi dengan satu syarat." Winda semakin penasaran sambil menatap Gibran. "Apa syaratnya?"

Gibran pun mendekati bibirnya tepat di samping telinganya Winda. "Jadilah ratuku," bisik Gibran.

Jantung Winda pun seketika berhenti berdetak, langsung saja Winda menoleh ke samping dan dapat melihat jelas wajah tampan Gibran. Winda tidak paham menjadi ratu di sini, sedangkan di satu sisi lain Winda masih sangat mencintai Arga. Gibran pun kembali di posisinya semula dan tidak melepaskan tatapannya kepada Winda.

"Maksudnya apa menjadi ratumu?" tanya Winda dengan penasaran.

"Jadilah istriku," ucap Gibran dengan penekanan.

"Lalu Mas Arga bagaimana? Aku masih mencintainya, tapi di satu sisi dia menyia-nyiakanku," ucap Winda dengan sedih. Tanpa di sadari air matanya Winda menetes dan mengalir melewati pipi mulusnya. Gibran pun segera menyeka air matanya Winda.

"Jangan menangis, aku tidak suka melihat perempuan lemah."

"Kenapa kamu ingin aku menjadi istrimu?"

"Karena aku membutuhkanmu dan kamu berharga bagiku." Gibran menatap mata Winda yang berkaca-kaca.

"Kenapa bisa?" Winda semakin penasaran dengan pria misterius itu, padahal Winda belum kenal dengan Gibran tapi anehnya mengapa Gibran menginginkan Winda untuk menjadi istrinya.

Gibran memejamkan matanya dan membuang napasnya dengan kasar. "Karena aku mencintaimu."