Kenop pintu dengan pelan Arga buka, mata Arga tertuju pada perempuan berambut panjang yang nampak dari belakang. Jantung Arga pun berhenti berdetak, apakah itu hantunya Winda yang ada di kamar sekarang? Itulah yang membuat Arga bingung. Perempuan itu menoleh ke belakang dan tersenyum begitu cantik.
"Winda," ucap Arga dengan bergetar.
"Mas Arga." Winda mengulurkan kedua tangannya, tanpa berpikir lama Arga pun memeluk Winda dengan erat. Penyesalan dan rindu kini terobati.
Dengan pelan Arga melepaskan pelukannya dan menatap wajah Winda yang kembali cantik. Pria itu mengernyitkan keningnya dengan heran. "Kenapa wajahmu bisa cantik kembali, Win? Kamu melakukan operasi?"
Winda terdiam sambil menggelengkan kepalanya. Dari luar kamar Lita mengepalkan kedua tangannya, emosinya pun meluap-luap. Sungguh Lita begitu kesal dengan kedatangan Winda, padahal istri pertamanya Arga itu dinyatakan meninggal. Mengapa sekarang bisa hidup kembali? Pertanyaan itu yang membuat kepala Lita berputar-putar.
"Mas, kamu harus istirahat dulu. Keadaanmu masih belum pulih," ucap Lita dengan kesal.
"Aku akan istirahat di kamarnya Winda."
"Sialan, kenapa wajah Mbak Winda bisa kembali cantik. Ini tidak bisa dibiarkan, Mas Arga hanya milikku," batin Lita menatap suaminya itu.
"Ayo, Mas ke kamarku saja. Jangan di kamarnya Mbak Winda." Lita mencoba membujuk suaminya itu, terlihat Arga hanya terdiam.
"Kalau Mas Arga bilang gak mau ya gak mau, gak usah kamu paksa. Kamu jadi istri harus nurut sama suami, dong! Sana keluar dari kamarku sekarang," ucap Winda menggebu-gebu.
Lita dan Arga pun terkejut bukan main, Winda yang selama ini dikenal sebagai wanita pendiam, tapi kini sudah berubah. Arga tidak menyangka Winda berani bicara seperti itu, begitu pun dengan Lita yang penuh emosi kini berjalan mendekati Winda. "Kamu nantangin aku, hah!"
Cengkraman kuat di rambutnya Winda membuat ia meringis kesakitan. Winda pun langsung membalas dengan jambakan tak kalah keras. "Kenapa? Kamu gak terima."
"Sudah cukup ...." teriak Arga.
Kedua istri Arga pun akhirnya berhenti, mereka rambutnya kini berantakan dan saling menatap dengan tajam. "Lita, kamu keluar dari kamarnya Winda sekarang!" perintah Arga.
Lita berdecak kesal lalu segera pergi meninggalkan kamarnya Arga. Winda menatap kaki suaminya itu yang kini di perban. "Mas, kenapa kakimu?"
"Di gigit ular saat mencarimu di gua. Coba ceritakan apa yang terjadi denganmu saat di gua?" Arga merapikan rambutnya Winda yang berantakan, akibat ulah Lita barusan.
Winda hanya terdiam, dirinya pun berpikir keras. Apalagi dia tidak boleh mengatakan kepada siapapun tentang Kerajaan Anvatazia. Ucapan Gibran membuat Winda menutup mulutnya rapat-rapat dan terlihat bingung menjawab pertanyaan dari suaminya itu.
"Winda, jawab!" Arga menatap Winda dengan penasaran.
"Itu tidak penting, Mas. Yang paling penting aku bisa pulang dan melihatmu," ucap Winda dengan tersenyum dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Apa kamu tidak mengerti, Win. Kamu hampir membuatku mati, kenapa kamu masuk ke gua terlarang itu. Kepergianmu membuatku hancur, tolong ... jangan pergi lagi." Arga menggenggam tangannya Winda dengan erat.
Winda hanya tersenyum menatap suaminya yang tampan itu, kini Arga pun merasa bahagia. "Kenapa bisa wajahmu menjadi cantik kembali?"
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa mengatakan itu denganmu."
"Aku suamimu, Win. Aku berhak tahu segala tentangmu." Lagi dan lagi Arga terlihat marah dengan istrinya itu, selalu saja Arga sulit menahan emosinya. Meskipun Winda begitu kesal, dia pun mencoba untuk tetap tenang.
"Kamu melakukan operasi di mana? Apa kamu punya uang sebanyak itu?"
Pertanyaan dari Arga membuat Winda semakin kesulitan menjawabnya. Lalu perempuan itu tersenyum meneduhkan. "Sudah, Mas. Ini rahasia yang penting aku bisa bersamamu." Winda pun memeluk Arga dengan erat.
"Jangan pergi lagi, aku mencintaimu," lirih Arga. Meskipun istrinya itu tidak mengatakan sejujurnya, tapi Arga bukanlah pria bodoh yang hanya bisa diam. Tentu Arga pasti akan mencari tahu mengapa istrinya tiba-tiba cantik.
Winda melepaskan pelukannya lalu menatap mata Arga dalam-dalam. "Mas Arga, aku ingin bekerja. Apakah kamu memberiku izin."
Arga mengernyit keningnya dan tidak percaya dengan ucapannya Winda barusan, 10 tahun lamanya Arga hanya menyuruh istrinya diam di rumah, seperti burung dalam sangkar. Namun kali ini, Winda ingin bekerja.
"Kamu mau bekerja apa? Kamu mau bantu aku di perusahaan?" tanya Arga dengan penasaran.
Winda pun terkekeh menatap suaminya. "Tidak, aku ingin membuka bisnis sendiri, Mas."
"Bisnis apa?" Arga semakin penasaran.
"Jualan roti," ucap Winda dengan ceria.
Arga tersenyum tipis sambil memutar bola matanya malas. "Ngapain sayang ... kamu susah-susah jualan, bahkan aku setiap hari memberikanmu uang. Apa itu tidak cukup memenuhi kebutuhanmu?"
"Cukup, Mas. Hanya saja aku ingin mencari uang dengan hasil keringatku sendiri. Lita saja bekerja, sedangkan aku hanya di rumah. Apa itu adil, Mas?"
Arga semakin pusing, benar juga yang dikatakan Winda barusan. Arga baru menyadari kalau dirinya terlalu membuat Winda diam di rumah. Kali ini Arga akan mencoba adil dengan Winda. "Iya, kamu boleh bekerja. Kamu butuh modal berapa untuk bisnis rotimu?"
"Mungkin sekitar 1 juta dulu, Mas."
Arga menganggukkan kepalanya setuju, lalu pria itu mengeluarkan dompet cokelat yang tebal, berisi banyak kartu ATM dan uang yang banyak. Kekayaan Arga tidak bisa diragukan lagi, jika dibilang pria itu good rekening dan good looking. Namun, mengoperasikan wajahnya Winda tidak mampu, bukan tidak punya uang. Melainkan uang itu untuk pergi honeymoon dengan Lita.
"Ini, ambilah." Arga memberikan uang itu kepada Winda.
Perempuan itu hanya tersenyum menatap suaminya. "Tidak sayang, aku pakai uangku saja. Uang pemberianmu dulu masih banyak kok."
Terkejut bukan main, baru kali ini Winda menolak pemberian Arga, biasanya Winda selalu menggantungkan hidupnya kepada suaminya itu. Winda tidak seperti yang Arga kenal dulu, ada yang aneh dengan istrinya itu.
"Gak papa, ambilah sayang ...." Arga memberikan uang itu di telapak tangannya Winda.
"Tidak, Mas. lain kali jika aku membutuhkan uang, aku pasti memintamu."
Arga menghela napasnya dan memasukan uang satu juta itu lagi ke dalam dompetnya. Pria itu menatap istrinya kemudian mengecup keningnya Winda dengan sayang. "Apapun yang kamu inginkan, pasti akan kulakukan."
"Bohong, saat aku meminta mengoperasikan wajah mengapa tidak kamu turuti? Kamu lebih mementingkan Lita, tapi kali ini aku tidak akan diam lagi, Mas," batin Winda.
Dari luar kamarnya Winda, ada Lita yang dari tadi menguping pembicaraan mereka berdua. Mendengar kabar bahwa Winda akan membuka bisnis jualan roti, Lita yang licik itu sudah memiliki rencana untuk menggagalkan usahanya Winda. Istri keduanya Arga itu memang begitu jahat dan egois. Pelakor itu ingin menguasai Arga, mulai dari kekayaan, cinta dan kasih sayang.
"Lihat saja, Mbak Winda. Aku pasti akan menggagalkan bisnismu itu," batin Lita lalu pergi ke kamarnya.