Chereads / Rahasia Istriku / Chapter 16 - Sudah Punya Suami

Chapter 16 - Sudah Punya Suami

"Lita, ada apa denganmu?" Arga segera baranjak dari tempat duduknya.

"Maafkan aku, Mas tadi gak sengaja. Ini aku bersikan kopinya dulu." Lita gelagapan dan bingung saat melihat lantai kotor.

Denis hanya bisa diam sambil menahan tawanya, tidak seperti biasanya Lita melakukan hal seperti itu. Arga kembali heran saat menatap Lita yang terlihat pahit bertemu Denis.

"Sudah, biar aku saja yang membersihkannya. Kamu bikin kopi baru saja."

"Iya, Mas. Maafkan aku." Sebelum Lita pergi, perempuan itu menatap Denis dengan sekilas.

Setelah kopi berhasil dibuat lagi oleh Lita, kini perempuan itu kembali ke ruang tamu sambil meletakan kopi di atas meja.

"Terima kasih, maaf sudah merepotkan." Denis tersenyum dengan santai.

Lita hanya diam dan langsung masuk ke dalam. Arga menggelengkan kepalanya menatap istrinya itu. Kini, Denis telah resmi menjadi tukang kebun di rumahnya Arga.

Arga masuk ke dalam kamarnya Winda, terlihat istri pertamanya itu sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Senyum Arga pun mengembang, kemudian pria itu memeluk Winda dari belakang.

"Sayang, kamu masih marah denganku?"

"Sudah tidak, Mas. Ohh iya aku mau bekerja di perusahaan Fernandez. Perusahaan itu kini sedang membuka lowongan seorang sekertaris."

Arga melepaskan pelukannya itu lalu menatap mata Winda dalam-dalam. "Kamu yakin mau bekerja di perusahaan? Aku kan juga punya perusahaan Winda, harusnya kamu ikut denganku saja."

"Tidak, Mas. Aku ingin mencari pengalaman yang berbeda."

"Sudah, Mas aku mau melamar pekerjaan dulu, semoga diterima." Winda meraih tangan suaminya dan mengecupnya.

Sebenarnya Arga tidak ingin Winda bekerja dia khawatir tidak ada bisa membagi waktunya dengan Arga. Tapi Arga juga tidak mau membuat Winda tertekan berada di rumah ini.

***

Setelah Winda melamar pekerjaan, dia kini pulang dan hatinya kembali sakit saat suaminya sedang bermesraan dengan Lita. Arga terlihat sangat senang akan kehadiran bayi di perutnya Lita, sedangkan Winda sendiri tidak bisa memberikan Arga keturunan.

"Loh, Winda kamu sudah pulang sayang?" Arga tersenyum begitu tampan.

"Sudah." Winda masuk ke dalam kamar.

"Sayang, nanti kita pergi ke mall ya. Anak kita mau jalan-jalan nih."

"Iya sayang." Arga mengelus perutnya Lita, sungguh pria itu sangat manis dengan istri keduanya.

Kehamilan Lita membuat Arga semakin romantis dan peduli dengan Lita, namun dengan Winda Arga semakin menjauh. Bahkan setiap malam Arga tidak pernah masuk ke dalam kamarnya Winda, setiap hari wanita itu menangis, suaminya memang tidak bisa berlaku adil.

Satu Minggu setelah melamar pekerjaan, tiba-tiba Winda mengecek email dan mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima kerja oleh perusahaan Fernandez. Winda sangat senang hari ini akan melakukan kontrak kerja dengan perusahaan tersebut.

"Mas, hari ini aku mau ke perusahaan Fernandez, karena aku baru saja mendapatkan kabar sudah diterima."

Arga meletakkan kopi hitamnya di atas meja. "Serius?"

"Iya."

Arga mengusap wajahnya dengan gusar, dia mengira bahwa istri itu tidak mungkin diterima oleh perusahaan yang besar. Tapi sayangnya Arga lupa bahwa istrinya itu memiliki kecerdasan di atas rata-rata, wajar saja mudah diterima kerja.

Setelah perjalanan cukup lama, Winda kini tiba di perusahaan itu. Perusahaan yang besar dan mewah, di perusahaan Fernandez memproduksi skincare yang terkenal. Winda berjalan menuju tempat pemilik perusahaan itu.

Tibalah Winda menemukan ruangan pemilik perusahaan, dia kini mengetuk pintu. Tidak ada jawaban, Winda pun mencoba mengetuknya lagi. Ingin sekali Winda masuk ke dalam ruangan ini, tapi dia menyadari bahwa tindakan itu tidak sopan.

Winda menempelkan telinganya di depan pintu, barangkali mendengar pembicaraan orang. "Ngapain kamu?"

Suara berat seorang pria itu berhasil membuat Winda terkejut. Dia kini langsung menoleh ke belakang.

Pria tampan, berkulit putih bersih, badan tegap dan atletis membuat Winda ingin pingsan, sebab pria itu tidak asing bagi Winda. Dia adalah Gibran.

"Loh, kamu brand bear?" Winda menujukan jari telunjuknya tepat di wajahnya Gibran.

"Apa? Ngapain kamu ke sini?" ucap Gibran datar tanpa mengubah posisinya.

"Aku mau bertemu dengan pemilik perusahaan ini, aku sudah diterima bekerja di sini."

"Pemilik perusahaan itu sudah ada di depan matamu."

"Loh, mana-mana kok gak ada." Mata Winda sibuk menoleh ke kiri dan kanan.

Gibran menahan tawanya. "Pria tampan di depanmu ini, aku."

"Hah? Gak mungkin!" ucap Winda dengan histeris.

Arga tersenyum tampan, pria itu tidak terlihat sepucat dulu. Winda pun bertanya-tanya mengapa pria itu bisa hidup di bumi. Padahal konsekuensinya akan berbaha, jika pria itu hidup di bumi ini.

"Loh, kamu kan vampir. Ngapain ke sini?"

"Ini kan perusahaan aku, ya terserah aku dong."

"Aduh, kakiku sakit nih, gak kamu suruh duduk." Winda meringis kesakitan sambil memegang lututnya.

Gibran menarik pergelangan tangannya Winda untuk masuk ke dalam ruangan. Setelah itu Arga menutup pintu kamarnya, Winda pun terkekeh melihat Gibran yang duduk di sampingnya.

"Kamu yakin ingin bekerja di sini?"

"Yakinlah."

"Besok kamu mulai bekerja." Gibran menatap wanita itu tanpa berkedip. Hatinya berdetak kencang dari biasanya, Winda merasa agak risih ditatap seperti itu.

"Aku mengerti kalau wajahku cantik, jadi berhentilah menatapku seperti itu."

Gibran menahan tawanya wanita di sampingnya memang benar-benar mengemaskan. "Cantik tapi suka nangis setiap malam."

Winda terkejut mendengarnya, kenapa Gibran bisa mengetahui kalau Winda setiap malam menangis. "Kok tahu."

Gibran hanya diam, pria itu beranjak dari tempat duduknya lalu mengambil sebuah berkas. "Ini kontrakmu silakan dipahami dengan baik."

"Tuan Misterius, bagaimana kamu bisa di dunia manusia lalu kerjaanmu Anvatazia bagaimana?"

"Itu urusanku."

Winda berdecak kesal mendengarnya, pria itu selalu saja tidak bisa terus terang. Winda membaca kontrak pekerjaannya dengan seksama. Rambut panjang dan wajah cantik membuat Gibran Inggin selalu dekat dengan orang yang dicintainya itu, namun Gibran tahu bahwa perasaan Winda saat ini tidak mencintainya.

"Iya, aku setuju," ucap Winda dengan semangat.

"Aku baru tahu kalau Vampir punya perusahaan ya." Winda tersenyum begitu manis dan membuat Gibran meleleh.

"Jangan dibahas, fokus saja dengan pekerjaanmu."

"Selalu saja kayak kulkas."

Gibran mengerutkan keningnya menatap Winda. "Siapa kayak kulkas?"

"Kamu lah, Raja Vampir." Winda terkekeh menatap wajah Gibran yang terlihat kesal itu.

"Sifatmu masih seperti dulu, Vis. Tapi perasaanmu saja yang berbeda. Aku akan berjuang mendapatkanmu lagi, kamu adalah Viska bukan Winda," batin Gibran.

Winda menghela napasnya menatap pria itu yang melamun. "Hey, kamu kenapa malah ngelamun?"

"Gak kok." Gibran tersenyum tipis.

"Sudah jelas-jelas ngalamun masih saja mengelak."

"Mau makan siang denganku di restoran?" Gibran tersenyum tulus.

Winda diam dia berpikir keras saat ini, pasalnya Winda belum pernah makan siang bersama pria lain selain suaminya itu. Namun, Winda kini bingung.

"Ayo." Gibran tiba-tiba menarik tangannya Winda keluar dari ruangan.

"Gak bisa, aku sudah punya suami!"