Chereads / Rahasia Istriku / Chapter 6 - Tulisan di Atas Pasir

Chapter 6 - Tulisan di Atas Pasir

"Iya. Aku butuh refreshing, Mas."

Arga pun diam sejenak, dia berpikir saat mengambil keputusan. Sebelumnya Winda belum pernah berlibur sendiri tanpa ditemani suami, baru kali ini Winda menginginkan liburan sendiri. Arga menghela napasnya dengan kasar lalu kembali menatap Winda.

"Tidak boleh, nanti kamu kenapa-kenapa bagaimana? Dulu saja kamu berlibur kutemani, itu pun ada orang yang tidak dikenal melukaimu. Apalagi kalau kamu berlibur sendiri, Win."

"Tidak, Mas. Aku berjanji akan baik-baik saja. Sungguh aku butuh liburan, Mas."

"Liburan di mana?" tanya Arga dengan selidik.

"Di pantai."

"Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan. Tapi, kamu harus cepat pulang, jika terjadi apa-apa langsung telepon aku." Arga mengulas senyum di sudut bibirnya sambil menatap Winda dalam-dalam.

"Terima kasih, Mas." Winda segera berdiri dan mengambil piring kotor untuk dibersihkan.

Arga memperhatikan Winda yang mencuci piring saat ini, meskipun Arga menyetujui permintaan istrinya, tapi Arga tetap saja harus mengikuti istrinya itu. Arga tidak mau ada kejadian buruk yang terjadi lagi dengan Winda. Lita memutar bola matanya dengan malas lalu menggenggam tangannya Arga." Sayang, kita kapan pergi honeymoon? Aku ingin kita lebih romantis, jenuh banget kalau di sini terus."

"Kamu mau honeymoon kemana?" Arga terkekeh melihat raut wajahnya Lita yang begitu menggemaskan.

"Ke Paris, sayang. Pasti sangat seru daripada di pantai, iya kan, Mas?" Lita tersenyum dengan ceria.

"Iya ... boleh kok, sayang." Arga mengelus rambutnya Lita dengan lembut. Hati Winda pun terasa tercabik-cabik saat ini, sungguh rasa cemburu ini membuat Winda menahan air matanya.

"Pergi ke Paris, Itu adalah impianku dari dulu," batin Winda dengan sedih.

"Terima kasih, sayang." Lita memeluk Arga dengan mesra, tidak menyangka pelakor itu begitu manja dengan Arga dan benar-benar membuat hati Winda sesak.

Arga pun bahagia dan membalas pelukannya Lita. "Winda, kita ajak sekalian ya, kasihan dia sendirian di sini."

Lita melepaskan pelukannya itu, lalu menatap Arga dengan serius. "Gak mau, aku ingin kita pergi berdua saja. Nanti Mbak Winda menggangu kebahagiaan kita, Mas."

"Tapi, Winda dari dulu ingin pergi ke Paris. Kamu juga ikut ke Paris ya, Win?" Winda berhenti sejenak mencuci piring, lalu segera menoleh ke belakang.

"Tidak, Mas. Aku gak papa sendirian di rumah. Kamu pergi saja dengan Lita."

Arga dapat melihat kesedihan di mata Winda, sebenarnya Arga dapat memahami jika Winda saat ini tidak bahagia, tapi di satu sisi Arga juga butuh Lita untuk memiliki seorang anak, dan perasaan cinta kepada Lita semakin besar. Arga tidak bisa menahannya lagi, sehingga Winda lah yang harus menjadi korban.

"Apa memang aku egois," batin Arga sambil menatap Winda yang masuk ke dalam kamar.

Arga dan Lita bersiap pergi ke kantor, kini Arga pun hendak pamit dengan istri pertamanya itu, sedangkan Lita memilih menunggu Arga di dalam mobil.

Tok tok tok

Arga mengetuk pintu kamarnya Winda. "Winda, aku berangkat kerja dulu. Kamu kapan berangkat liburannya?"

Ceklek

Tidak lama kemudian, Winda pun membuka pintu kamarnya. "Hari ini. Kamu semangat bekerjanya." Winda pun menatap mata Arga dengan serius. "Mas, aku boleh bertanya denganmu?"

Arga tersenyum dan mengangguk setuju. "Boleh, mau bertanya apa?"

"Kapan kamu membawaku ke rumah sakit untuk operasi wajahku ini, Mas?"

Seketika Arga langsung terdiam, pria itu terlihat berpikir saat ini. Melakukan operasi wajah butuh banyak biaya, apalagi kini uang Arga menipis setelah menikah dengan Lita dan uang Arga sebentar lagi digunakan untuk biaya pergi ke Paris.

"Maaf sayang ... aku masih belum punya uang, suatu saat aku akan membawamu ke rumah sakit. Mengoperasi wajah butuh biaya yang banyak, kan. Kamu yang sabar dulu ya, Mas juga gak masalah kok kalau wajahmu masih seperti ini." Arga mengelus lembut rambutnya Winda. "Aku tetap mencintaimu," ucap Arga dengan senyum yang menuduhkan.

"Kamu tidak adil, Mas. Pernikahanmu dengan Lita sangat mewah dan sebentar lagi kamu pergi ke Paris, sedangkan aku hanya kamu suruh untuk bersabar," batin Winda yang menatap kepergian Arga saat ini. Arga sudah benar-benar berubah tidak seperti dulu lagi, padahal sebelum Arga pergi bekerja selalu mencium keningnya Winda, tapi kini Arga langsung pergi begitu saja.

Setelah Arga dan Lita pergi ke kantor, apartemen kini sangat sepi. Sebelum Winda pergi ke pantai, dia pergi ke kantor polisi untuk memastikan apakah suaminya sudah melaporkan kejadian buruk yang menimpa Winda saat di puncak. Kini, tibalah Winda sampai di kantor polisi. Winda segera masuk ke dalam kantor polisi.

"Apa yang bisa saya bantu, Nona? Ada perlu apa kedatangan Anda ke sini?" tanya Pak Polisi yang memiliki paras sangat tampan itu.

"Pak, perkenalkan nama saya Winda. Begini beberapa hari lalu suami saya Arga bilang akan melaporkan kejadian buruk ke polisi, tentang kasus ada orang yang tidak dikenal menyiram wajahku dengan air keras. Lalu, bagaimana, Pak perkembangan kasus tersebut?"

"Sebentar, saya cek dulu kasusnya." Pak Polisi itu fokus dengan layar laptop yang ada di depannya saat ini.

"Mohon maaf, dalam data kami tidak ada kasus seperti yang Anda jelaskan. Sepertinya suami Anda belum melaporkan kejadian tersebut. Silakan Anda jelaskan kronologinya, pihak kantor polisi akan membantu Anda."

"Kamu sudah menipuku, Mas," batin Winda dengan menahan air matanya. Winda pun mencoba untuk tetap kuat, meskipun hati Winda terasa begitu sesak, lalu Winda menjelaskan kepada polisi kejadian yang menimpanya saat di puncak.

Setelah selesai urusan dengan kantor polisi, Winda pun keluar dari kantor polisi. Perempuan buruk rupa itu memesan grap motor dan segera pergi ke pantai. Dari dalam mobil Arga melepaskan kacamata hitamnya, sejak dari tadi Arga mengikuti istrinya itu diam-diam. Sungguh Arga tidak menyangka, jika istrinya pergi ke kantor polisi.

"Winda pasti sangat kecewa denganku." Arga mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, lalu segera menyalakan mobilnya dan mengikuti Winda.

Tidak lama kemudian, sampailah Winda di pantai. Arga dari jauh mengikuti dan memperhatikan istrinya saat ini. Terlihat Winda berjalan menelusuri pantai, air pantai membasahi kakinya Winda. Suasana di pantai sangat sepi. Winda menatap ombak yang ada di depan matanya dan membiarkan tubuhnya diterpa angin pantai yang sejuk itu.

"Mas Arga ... kamu jahat ...." Winda menjerit sangat keras. Arga membulatkan matanya mendengar teriakan istrinya barusan.

Ingin sekali Arga menghampiri Winda dan mencoba untuk menenangkannya, tapi itu tidak mungkin, karena Winda akan semakin membenci Arga. Dari kejauhan, Arga melihat istrinya sedang menulis di atas pasir. Arga semakin penasaran dengan tulisannya Winda. Setelah selesai menulis, Winda berlari menuju gua yang ada di samping itu.

"Ngapain Winda masuk ke dalam gua terlarang itu?" batin Arga dengan panik.

Gua itu terlarang, tidak boleh ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Sebelum Arga menghentikan istrinya masuk ke gua, Arga pun menyempatkan dirinya untuk membaca tulisannya Winda. Jantung Arga berhenti berdetak, saat membaca tulisan di atas pasir yang berisi, "Mas, Arga selamat tinggal. Sebentar lagi kamu tidak akan pernah melihat wajahku yang buruk rupa dan punya istri mandul."

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Win." Tulisan itu pun langsung lenyap setelah air laut menghanyutkannya.

Mata Arga mencari keberadaan Winda, yang sudah tidak ada di area pantai. Arga pun sangat yakin jika istrinya masuk ke dalam gua, Arga langsung berlari memasuki gua terlarang itu.

Orang-orang dilarang masuk ke dalam gua itu, karena banyak hewan yang matikan dan rawan akan runtuhan gua yang sudah tua. Arga menyalakan senter di ponselnya, gua yang dimasuki Arga sangat gelap dan lembab. Jantung Arga pun berdegup kencang, matanya sibuk mencari keberadaan istrinya itu. Tapi, Arga tidak bisa menemukan Winda. Arga mulai melangkah masuk lebih dalam lagi.

Arga pun berjalan penuh was-was, namun pria itu tersandung hingga terjatuh dan ponselnya langsung pecah. Otomotif senter yang digunakan Arga saat ini mati, Arga berdecak kesal dirinya tidak bisa melihat apa-apa, apalagi menemukan istrinya.

"Winda, kamu di mana?" teriak Arga. Tidak ada jawaban apapun, Arga mencoba untuk berdiri dan berjalan masuk ke dalam gua lebih jauh lagi.

"Winda ...." Arga berteriak sangat keras. Tiba-tiba saja kelelawar di dalam gua bertebaran dan menganggu Arga. Pria itu sangat kesal dan segera menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Akhh." Arga meringis kesakitan, dia merasakan kakinya terluka dan Arga mencoba untuk memengang kaki kirinya itu. Arga terkejut saat menyentuh kakinya, ternyata ada ular yang kini melilit kaki kirinya Arga. Ular itu berhasil mengigat kakinya Arga sampai berdarah.

"Ular sialan." Arga mengambil paksa ular itu untuk lepas dari kakinya, dia berhasil mengambilnya dan segera melempar ular itu sangat jauh. Kaki Arga terasa sangat nyeri, mati-matian Arga menahannya. Di satu sisi Arga ingin mencari istrinya, di satu sisi Arga ingin keluar dari gua yang mematikan itu.

"Akhhhh ...."

Arga membulatkan matanya setelah mendengar jeritan suaranya Winda. Jantung Arga berdetak kencang, bernapas pun rasanya sulit. Sekuat tenaga Arga mencoba masuk ke dalam gua lagi.

Tapi, Arga sudah tidak kuat. Racun ular itu membuat Arga lemah, tubuh Arga kini sudah membiru. Darah di kaki Arga terus bercucuran. Hingga tubuh Arga pun terjatuh.

"Akhhh sakit ...."

Terdengar lagi suara jeritan Winda yang membuat Arga menjatuhkan air matanya. Arga yakin jika istrinya saat ini sedang terluka, tapi dirinya pun juga terluka. Dan tidak ada sisa-sisa kekuatannya saat ini.

"Maafkan aku, Winda. Maaf, aku gagal menjadi suami yang baik untukmu."