Chapter 3 - PERTEMUAN

"Sepertinya kehadiran Daddy sudah tidak dibutuhkan lagi disini.. baiklah, Daddy akan keluar." dr. Bryan berusaha memancing Intan. Gadis itu langsung melotot, ia seketika meringis.

"Jagoan Kenza.. ayo makan, kasihan little Lian dari pagi belum makan.. Daddy bear sudah tak mau menyuapinya.." Rengek Intan memelas.

"Daddy.. kasian Little Lian, dia pasti sudah kelaparan. Ayo suapi peri Intan..!!" Seru Kenza kepada sang Ayah seraya mengusap usap perut Intan. dr. Bryan tersenyum lebar, akhirnya ia tahu alasan gadis itu merajuk padanya. "Baiklah..!!" ujarnya sambil mengelus rambut Kenza.

"Daddy.. Kenza ingin ke kamar kecil.." Pamit bocah itu dan di balas anggukan sang Ayah.

"Honey kenapa.. ??" Tanya dr. Bryan di sela-sela kesibukannya menyuapi Intan. Gadis itu hanya menggelengkan kepala, ia tertunduk sementara tangannya meremas selimut.

Sebagai seorang psikiater laki-laki itu tentu tau bahwa saat ini perasaan Intan sedang gelisah. Ia menghentikan suapannya lalu mendekap Gadis tersebut.

"Tenang honey.. semuanya akan baik-baik saja." Hiburnya.

"Daddy bear kemana saja, Intan kangen.. dari kemarin Intan tidak melihat Daddy di sini." ucapnya manja, Airmatanya sudah mulai mengalir.

"Maaf.. kemarin Daddy sedang ada keperluan diluar kota dan tak sempat menghubungi Intan..karna..

"Daddy tau tidak.. di sana Intan sangat ketakutan.." selanya memotong perkataan dr. Bryan seraya melepas pelukannya.

"Ketakutan melihat...."

Intan tidak meneruskan perkataannya namun justru ia teringat kejadian di Rumah Sakit T kemarin, pikirannya berflash back pada saat 9 bulan yang lalu.

"Tuan tolong jangan.. saya mau pulang.. tolong tuan.. aahhhh sakit... tolloooongg !!"

Jeritan Intan kala itu tak sedikit pun di gubris Anggara yang sudah sepenuhnya dikuasai oleh pengaruh Alkohol, ia pun dengan sangat kejam menggagahi tubuh mungil gadis tersebut hingga pingsan.

"Melihat apa Honey... ??" suara dr. Bryan menyadarkan Intan, ia begitu khawatir dengan sikap gadis tersebut yang sepertinya sudah mulai mengingat masa lalunya lagi.

"Laki-laki itu... laki-laki itu Dad...!! Aahhh..." Jerit Intan memegangi perutnya.

"Honey.. Honey... are you ok?? .. heyy.. Honey kenapa.. ??" dr. Bryan semakin panik, ia melihat Intan kesakitan sepertinya ia mengalami kontraksi.

"Daddy... peri Intan kenapa.. ??" Kenza ikut panik ketika keluar dari kamar mandi.

"Tenang sayang, peri tidak kenapa-kenapa.. mungkin ini karna Little Lian akan segera lahir." dr. Bryan langsung mengangkat tubuh Intan ke luar Bangsal dan membawanya ke Rumah Sakit persalinan.

Rumah Sakit T..

"Papa.. kapan kita pulang.. mama sudah tak betah." Rengek Hanin pada sang Suami, kali ini mereka membiasakan diri merubah panggilan karna bayinya sudah lahir.

"Sebentar lagi sayang.. Zean masih butuh pemeriksaan lanjutan sebelum di izinkan pulang hari ini.."

"Apa keadaan Zean baik-baik saja.. ??" Tanya Hanin yang kali ini sedikit cemas.

"Jangan khawatir, dia bayi yang kuat.. sudah pasti dia akan baik-baik saja."

Zean lahir ketika usia kehamilan Hanin baru memasuki 32 Minggu, ia harus lebih dulu dikeluarkan karna Hanin mengalami hipertensi hingga masuk dalam kategori High Risk pregnancy yakni Resiko kehamilan tinggi atau lebih dikenal dengan istilah RESTI.

Ditambah lagi dengan pola hidup Hanin yang buruk seakan menambah kerentanan Zean terhadap daya tahan tubuhnya.

"Papa akan menjenguknya sebentar.. mama baik-baik ya disini.." laki-laki itu pun kemudian keluar.

Ditengah jalan menuju Ruang bayi...

BUUKK..

Hanggono ditabrak seseorang, seketika bungkusan yang ia bawa isinya berceceran..

"Maaf tuan.. saya sedang terburu-buru". Ucap orang Yang menabraknya itu, seraya memungut barang yang berserakan dilantai.

Hanggono hanya menatap laki-laki itu datar, ia tak ikut membantu.

"ini tuan barangnya.." ketika keduanya bertatap muka Hanggono langsung terkejut.

"ANDA.. ??" ucapnya bersamaan.

Hanggono kemudian menengok kekanan dan kekiri seperti memastikan sesuatu, setelah dirasa cukup aman ia langsung menarik orang tersebut ke tempat yang sepi.

"Anda kenapa masih ada disini.. ?? belum cukup uang yang saya berikan waktu itu Hhaa ??" Protesnya pada orang tersebut.

"Maaf tuan istri saya sedang dirawat di sini.. dia baru selesai operasi mata, dokter di sana merujuk kami untuk ke Rumah Sakit ini." Tuturnya menjelaskan.

"Bod*h sekali Anda..!! kenapa masih bertahan dengan wanita tunanetra itu, dengan uang yang saya berikan Anda masih bisa mendapat 10 wanita yang lebih cantik dari sampah itu."

"Jaga ucapan tuan... bagaimana pun dia istri saya.. saya..." Hanggono langsung mengangkat tangan, ia tak ingin mendengar ucapan orang itu selanjutnya.

"Lalu bagaimana dengan anak tiri Anda, apa Anda sudah membereskannya sesuai kesepakatan kita ??"

Orang itu terdiam sejenak ia seperti sedang berpikir sesuatu.

"Gug*rkan anak itu atau aku akan membun*hmu..!! plakkk !!"

"Ampun yah.. Denna tidak mau.." Gadis itu menangis dan tersungkur di tanah. Matanya tertutup kain hitam sedang tangan dan kakinya terikat.

"Baik.. jika itu pilihan mu, Denka Ayo kita pulang.. biarkan dia mat* ditempat ini..!!"

"Suamiku... suamiku.. aku mohon jangan sakiti Denna lagi... biarkan dia pergi.. biarkan dia hidup.." Sang istri memohon belas kasihan sang suami, jalannya sempoyongan dengan tangan meraba-raba hingga ia terjatuh namun laki-laki itu tak perduli. Kemudian ia bangkit lagi namun seseorang memeganginya hingga ia tak bisa bergerak.

"Ibu... ibu.. jangan tinggalkan Denna.. Denna takut... Ayah.."

Laki-laki itu langsung terperanjat, mukanya pucat pasih. Sejujurnya ia tak tega melihat anak tirinya dulu diperlakukan seperti itu, namun ia berpikir bahwa setidaknya itu lebih baik dari pada harus membunuhnya seperti yang Hanggono perintahkan karna dengan begitu paling tidak Denna masih akan ada orang yang melihatnya, menolongnya dan syukur-syukur membawanya dari tempat tersebut. Ia tergiur dengan tawaran yang di ajukan Hanggono paman dari tersangka yang memperkosa putri tirinya, karna orang miskin sepertinya sangat mendambakan kekayaan.

"Jangan khawatir tuan.. itu semua sudah saya bereskan..!!" Bualnya.

"Kali ini saya berikan Anda waktu.. jika besok masih belum pergi dari kota ini saya pastikan Anda dan keluarga Anda akan membusuk di kuburan !!" Hanggono memberikan beberapa lembar uang, ia begitu royal.. karna ia yakin harta yang akan dia dapatkan akan lebih berlimpah jika rencananya berhasil.

"Terimakasih tuan...!!" laki-laki itu pun pergi.

"Siapa itu paman.. ??" Suara

dari belakang mengejutkannya.

"Ohh.. bukan siapa-siapa..!!" jawabnya gugup.

"Lalu.. kenapa paman memberinya uang ?? tanya Anggara lagi.

"Dia tadi kekurangan biaya untuk operasi mata istrinya, karna kasihan jadi paman membantu nya."

"Oh iya.. paman membawakan beberapa buah untuk Hanin tapi tadi terjatuh, biar nanti paman ganti saja" Hanggono mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Bagaimana dengan Zean.. apa hari ini sudah boleh di bawa pulang .. ??"

"Aku baru saja ingin ke sana melihatnya, apa Paman ingin ikut juga ??"

"Baiklah..". Keduanya berjalan beriringan.

Di lorong ruang persalinan..

EEAAA EEAAA EEAAA...

Suara tangisan bayi terdengar dalam ruang tindakan, sedang di ruang tunggu seseorang sedang duduk tertunduk lesu.

"Selamat dr. Bryan... bayi dan ibunya selamat, berjenis kelamin perempuan dengan berat 3,8 dan panjang 49.. jika ingin melihat sang bayi silahkan mengunjungi ruang Haster..".

"Terimakasih dr. Reyhan.. saya sudah terlalu sering merepotkan Anda, bagaimana dengan Intan.. ?? Apa saya sudah boleh masuk.."

"Jangan sungkan dok, kita sama-sama dokter pastinya sudah tahu prioritas utama kita apa.. apalagi Nyonya Intan adalah pasien saya. Keadaannya saat ini baik-baik saja, tapi untuk sementara biar ia beristirahat dulu.."

dr. Bryan hanya mengangguk.

"Oh iya.. Maaf untuk kemarin, karna saya mengalami insiden kecil jadi tidak bisa berkunjung dijadwal Nyonya Intan, tapi saya sudah menyuruh Asisten anda untuk membawanya kesini.."

"Iya Dok.. dan kalo boleh tau waktu itu siapa nama dokter yang sedang bertugas.. ??"

"dr. Vannya.. memang ada apa dok ??"

"oh.. tidak ada dok.. terimakasih !!"

"Baiklah.. saya permisi."