Chapter 4 - BERLIAN

"Zean sudah stabil tuan.. hari ini boleh pulang, silahkan urus Administrasinya segera.. ". Suster memberikan bayi itu kepada Anggara.

"Sayaaangg... Zean jagoan papa..!!"

"Zean tampan seperti mu Ga.." ujar sang paman.

Tiba-tiba.. EEAAA EEAAA EEAAA, bayi yang baru saja masuk langsung menangis histeris. Mendengar kebisingan itu sang paman pamit.

Suster berusaha menenangkannya namun tak berhasil, bayi itu semakin lama tangisnya semakin tak terkendali.

"Mungkin dia lapar Sus.. !!" Anggara tergerak untuk mendekati bayi tersebut, dan tak disangka bayi itu langsung terdiam.

"Tadi sudah dari ruangan ibunya.."

"Hey... apa dia menyukai Zean.. ??" tebak Anggara, sang suster hanya tersenyum.

"Hello manis .. siapa nama bayi ini sus.. ??"

"BERLIANA FARDA JAUHAR tuan.. dia baru beberapa jam dilahirkan."

"Cantik sekali namanya... secantik parasnya."

Sepintas Anggara terdiam, ia memandangi lekat wajah bayi itu dengan seksama.. Entah mengapa sepertinya ia pernah melihat mata indah bayi tersebut.. tapi dia lupa dimana.

Kemudian si bayi tersenyum, sebuah senyuman yang mampu menggetarkan hatinya.. pandangannya seketika beralih pada Zean, namun ia merasa hatinya biasa saja, padahal Zean kala itu juga tersenyum.

"Kenapa dengan bayi itu..." Gumam Anggara.

"Sepertinya dia menyukai tuan.." Sang suster menerka.

"Suster.. dimana Little Lian.. ??" Suara dr. Bryan tiba-tiba terdengar, ia bertanya dengan sangat panik.

"Di sini tuan..." Suster memberikan bayi itu kepada dr. Bryan.

"Tadi ada yang bilang Little Lian histeris.."

"Sudah baik-baik saja tuan, berkat tuan ini.." sang suster menunjuk Anggara.

"Oh.. terimakasih..!!"

"Oh tidak tidak.. hanya kebetulan saja, mungkin anak kita berjodoh !!" Guraunya.

Keduanya terbahak.

Sementara itu..

"Tadi paman tidak sengaja bertemu dengan Dabo.."

"HHAA.. ?? dia masih di kota ini paman.. ?? bagaimana dengan gadis itu.. ??"

Hanin terlihat shock, ia begitu panik.

"Tenang saja.. paman sudah mengurusnya. tapi... "

"tapi apa.. ??"

"Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu dari kita.."

"Maksud paman tentang gadis itu.. ??"

"Iyah... paman akan menyuruh seseorang untuk menyelidikinya, kita harus bersiap untuk kemungkinan terbesar.."

Gadis itu terdiam ia mengingat peristiwa 9 bulan yang lalu..

"Paman.. paman.. mas Angga tidak pulang malam ini, dia dimana.. ??" suara Hanin terdengar panik kala itu ketika menghubungi Hanggono melalui telepon.

"kamu tetap diam dirumah, paman akan mencarinya."

3 jam kemudian pukul 3 pagi..

"S*al kamu Anggara.. kenapa harus memperk*Sanya..Ini gawat.." maki Hanggono,

"Tuan.. bagaimana..?? keputusan apa yang akan tuan ambil, paparazi sudah ada yang berhasil menangkap gambar keduanya, bahkan di foto itu wajah tuan Anggara terlihat jelas." sang bawahan mengingatkan.

"Panggil orang tua korban kesini.. dan sumpal paparazi itu dengan sejumlah uang kita harus menutup kasus ini rapat-rapat."

"Baik tuan.." Sesuai instruksi Dabo masuk kedalam ruangan itu, ia tengah serius mendengarkan penuturan Hanggono dan tak berapa lama ia pun keluar.

Satu bulan kemudian Dabo kembali menghubunginya..

"Seperti yang tuan sudah duga, anak tiri saya hamil tuan..!!"

"Brengs*k... !!" makinya dalam hati.

Hanggono memberikan tas ransel berisi uang kepada Dabo,

"Sesuai kesepakatan kita sebulan yang lalu.. singkirkan dia terutama j*n*nnya !!" laki-laki itu pun mengangguk dan pergi.

Di dalam kamar .

"Hanin.. bulan ini kamu harus bisa hamil.."

"Ada apa Paman.. ?? apa gadis itu beneran hamil.. ??" Sang paman hanya mengangguk.

"Si*l.. ini tidak bisa dibiarkan paman, jika mas Angga tau rencana kita akan terbongkar.. dia akan menyadari bahwa selama ini dia tidak mandul.." Wanita itu terlihat Emosi.

"Malam ini kamu jangan pakai pengaman.. bagaimana pun caranya akhir bulan ini kamu harus bisa hamil.."

Hanin tersentak, ia sudah selesai ber flash back dan kemudian melanjutkan perkataannya.

"Tidak paman.. sekalipun dia masih hidup dan bisa melahirkan bayinya, aku pastikan dia tidak akan pernah bisa mendapatkan tempat di keluarga Adiyaksa. Bukan kah aku masih punya Zean..".

"Dan juga punya paman..!!" Bisik laki-laki itu seduktif, ia menangkup Wajah Hanin dan keduanya hanyut dalam dunianya.

"Sepertinya saya pernah melihat Anda.. jika tidak salah ingat, Anda adalah tuan Anggara Adiyaksa pengusaha Berlian yang terkenal itu ??" dr. Bryan membuka percakapan, setelah keduanya keluar dari ruang bayi.

"Oh ya.. ?? Apa saya begitu terkenal.. hahaha ??" Candanya, laki-laki itu tertawa.

"Bukankah begitu ??.. Tapi saya salut dengan Anda karna sebagai pengusaha sukses dan kaya raya Anda tidak membutuhkan pengawal, bahkan melakukan apapun selalu dikerjakan sendiri. Apa itu bagian dari ritual Anda.. ??"

Seketika Anggara menghentikan tawanya, ia menghela nafas panjang sebelum akhirnya ia berkata,

"Ayah saya pernah bercerita tentang masa kecilnya dulu, beliau berasal dari keluarga yang sangat miskin.. Sangat.. sangat.. miskin. Suatu ketika beliau menemukan batu berharga hingga mampu mengangkat derajat orangtuanya. Namun tahukah Anda apa yang akhirnya terjadi.. ??" Anggara menatap wajah dr. Bryan, sedang sang dokter hanya mengangkat kedua bahu tanda tak tahu.

"Ayah saya mengalami banyak teror dan percobaan pembunuhan berkali-kali, bukan dari orang luar.. tapi justru dari keluarganya sendiri. Itulah yang membuat saya tidak begitu membutuhkan pengawal, karna saya pikir musuh terbesar kita yang sesungguhnya itu adalah Keserakahan yang kadang ada pada orang terdekat. Sebelum meninggal beliau selalu berpesan, bahwa saya harus rendah hati dan tidak sombong supaya tidak membuat orang lain iri.. haha !!"

"Luar biasa sifat Ayah Anda.. dan ternyata itu sudah menurun pada diri anda sendiri."

"Ya.. meski sudah begitu.. Paman masih saja ingin menyingkirkan ku.." ucapnya membatin.

"Terimakasih.." Balas Anggara. Keduanya cukup lama berbincang, hingga sampai di persimpangan lorong mereka berdua akhirnya berpisah.

Anggara berjalan menuju bagian Administrasi, tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki yang telah diberikan uang oleh sang paman beberapa waktu lalu. Karna penasaran Anggara hendak menghampiri laki-laki tersebut, tapi..

"kamu mau kemana..??" Seseorang menepuk bahunya dari belakang.

"Paman...". Laki-laki itu terkejut.

"Ayo kita pulang.. Hanin sudah bersiap, Zean juga sudah bersamanya..".

"Aku akan kebagian administrasi dulu.."

"Tidak perlu.. paman sudah mengurusnya, kita langsung temui Hanin di bangsal.. kasian dia sudah menunggu lama."

"baiklah..!!"

"Si*l .. hampir saja ketauan, kenapa sampah itu masih berkeliaran disini." Batinnya.

8 Tahun kemudian...

"Ka Kenza ayo kejar Lian.. ayo... Ayo.. !!"

"Tunggu Yan.. jangan kenceng-kenceng larinya.. awas jatuh..!!"

dr. Bryan merangkul istrinya di tepi pantai, memandangi dua anaknya yang terlihat bahagia sedang bermain kejar-kejaran di tepi deburan Ombak, sesekali Ombak itu menyapu jejak kaki anak-anak itu yang terbentuk diatas pasir.

"Terimakasih Dad.. sudah memberikan kebahagiaan kepada Intan dan Lian, jika saja waktu itu..."

"Sssttt.." dr. Bryan mengelus kepala Intan yang berada dalam dekapannya.

"Jangan ungkit masalalu lagi, kalian bertiga adalah kebahagiaan Daddy sekarang.."

"Hu,um.. bagaimana jika suatu.."

laki-laki itu langsung mendekap mulut Intan dengan mulutnya, ia tak ingin mendengar kata sedih apapun keluar dari mulut gadis tersebut. Wanita itu hanya pasrah menerima perlakuan sang suami..

Seperti yang sudah dijanjikan dr. Bryan akhirnya menikahi Intan, mereka hidup bahagia dan sampai saat ini dr. Bryan masih berusaha menyelidiki laki-laki yang sudah menghancurkan hidup istrinya dulu. Bukan apa-apa, ia hanya tidak ingin jika suatu saat laki-laki itu tidak sengaja menemukan Intan atau Lian justru akan mengambil mereka darinya.

Setidaknya jika ia sudah tahu siapa laki-laki itu, dr. Bryan bisa menyusun rencana untuk menghadapinya.

"Aww...!!" Little Lian terjatuh..

"Lian.. !!" Seru Kenza.

"Tuh kan.. kakak bilang juga apa.." Kenza terlihat panik, ia mengamati seluruh bagian tubuh Lian.

"Apa ada yang sakit.. ??" Gadis itu menggelengkan kepala, Airmatanya mengalir di pipi. Kenza langsung mengusapnya, ia terlihat sibuk dengan sesekali merapikan rambut Lian Sedang gadis tersebut hanya memandangi wajah Kenza dengan lekat.

"Apa kakak akan selalu melindungi Lian.. ??" tanyanya.

"Tentu saja... Lian kan Adik kakak..!!"

"Jika Lian bukan adik kakak apa kakak masih mau melindungi Lian..??" tanya bocah itu lagi.

Kenza terdiam ia melihat mata indah bocah itu berbinar terang, sangat mirip dengan mata Intan ibu sambungnya. Sejujurnya ia sangat menyayangi Lian dari semenjak masih dalam kandungan, rasa sayang yang membuat Kenza protektif terhadap gadis itu.

Ia ingin selalu memanjakan Lian, ingin menjaga dan melindunginya sepenuh hati bahkan makin bertambahnya usia Kenza rasa protektifnya terhadap Lian justru menjadi posesif. Di usianya yang menginjak 13 tahun ini, perasaan Kenza semakin tak terkendali ia tidak hanya ingin menjaga Lian tapi justru ingin memiliki gadis itu seutuhnya.

"Kakak akan melindungi Lian sampai kapanpun.." ucapnya menjawab pertanyaan Lian.

"Seperti Daddy dan Mommy .. ??" tanya bocah itu lagi.

"Yah..!!" Angguknya.

"Kak Kenza memang yang terbaik.. !!" Lian langsung memeluk bocah itu.

Dia sebuah Mansion..

BRAAKKK !!!

Hanggono menggebrak meja dengan keras, ia tengah geram dengan bawahannya.

"Kamu baru bisa menemukan dia setelah anak itu sudah berusia 8 tahun.. !!?? Lalu kemana saja kamu selama ini Hhaa ??"

"Maaf tuan, ini disebabkan karena.. "

Plakkk !! sebuah tamparan mendarat di pipi laki-laki itu.

"Saya tidak ingin mendengar alasan apapun..!! Bereskan anak itu atau Aku yang akan membunuhmu.. !!"

Laki-laki itu pun keluar dari ruangan tersebut.

"Ini semakin rumit... Si*l, si brengs*k itu ternyata benar-benar mengingkari janjinya..!!" Rutuk Hanggono mengepalkan tangannya dengan erat.