"Tuan besar...". sapa salah seorang pelayan di mansion dr. Bryan ketika ia sampai.
"Tadi tuan muda naik ke loteng lagi dan..!!" laki-laki itu mengangkat satu tangannya yang mengisyaratkan bahwa sang pelayan tidak perlu meneruskan laporannya lagi.
"Baik tuan.. permisi !!" pamitnya.
dr. Bryan kemudian naik keatas untuk menghampiri sang putra didalam kamarnya. ketika pintu kamar dibuka,
"Daddy... !!" Kenza berteriak dengan sangat girang seraya memeluk sang Ayah, maklum akhir-akhir ini dr. Bryan sangat sibuk hingga ia jarang mengajak Kenza keluar rumah, bahkan saat ini setelah pulang dari luar kota pun ia langsung menuju rumah sakit.
"Kenapa Anak Daddy ngambek lagi.. ??" Ia mengelus pipi mulus sang Anak.
"Kenza kangen dengan Daddy, kenapa pulang seminarnya ke rumah sakit. Apa Peri Intan sakit lagi.. ??"
dr. Bryan saat itu pernah membawa Kenza ke rumah sakit dan memperkenalkannya dengan Intan, entah kenapa baik Kenza maupun Intan keduanya langsung akrab. Bahkan Kenza memanggil Intan dengan sebutan Peri, ia juga sering mengelus perut Intan dan mengajaknya berbicara. Ia memanggil bayi yang masih dalam kandungan itu dengan panggilan sayangnya Little Lian, yang berarti Berlian kecil. Hal demikian membuat dr. Bryan lebih sering mengajaknya ke sana, karna ia berharap keduanya tidak akan pernah merasa kesepian lagi. Namun suatu ketika..
"Dokter... nyonya Intan histeris lagi setelah jadwal kunjungannya ke dokter Obgyn kemarin.." info Asistennya melalui telepon, saat itu dr. Bryan masih di tengah perjalanan setelah menghadiri seminar di luar kota.
"Kunjungan... ?? maksud kamu apa.. ??" bentaknya yang saat ini langsung tancap gas.
"dr. Reyhan kemarin tidak praktek, beliau mengalami kecelakaan di jalan sedangkan Dokter pengganti belum datang. Atas saran kepala Rumah sakit kami membawa nyonya Intan ke Rumah sakit T.. dan.."
"Kenapa kamu tidak menghubungiku Hhaa ?? kalian seharusnya mengabariku terlebih dahulu sebelum membawanya keluar, dia pasien ku dan tanggung jawab ku.." Bentaknya lagi dengan nada penuh emosi.
"Maaf dok, kemarin kami sudah berusaha menghubungi dokter tapi handphone dokter tidak aktif.." sang Asisten lebih hati-hati.
Seketika dr. Bryan tersadar bahwa kemarin ia memang menonaktifkan handphone nya, karna dalam acara tersebut para peserta tidak diperbolehkan membawa handphone.
"Sial.. !!" makinya dalam hati.
"Lanjutkan.. !!" perintahnya lagi.
"namun setelah pemeriksaan beliau langsung histeris.. sepertinya.... "
"Sepertinya apa... ?? jangan setengah-setengah jika memberikan informasi.." Bentak dr. Bryan lagi yang kali ini mulai menepikan mobilnya, ia tidak ingin mengalami kecelakaan karna keadaannya yang sekarang sangat kalut.
"Sepertinya Nyonya Intan melihat seorang laki-laki yang sedang panik mengantarkan istrinya yang akan melahirkan." Papar sang Asisten.
"Apa... ??" ia langsung mengendarai mobilnya kembali dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sedang di sebrang sana sang Asisten masih memberikan penjelasan perihal kejadian tersebut.
Awalnya setelah melihat keadaan Intan tenang, dr. Bryan ingin langsung mengunjungi Rumah Sakit T untuk mencari informasi sekaligus petunjuk siapa tau ia bisa menemukan titik terang tentang masa lalu Intan.. Namun sayangnya sang jagoan kecil sudah menyalakan Alarm daruratnya.
"Iya sedikit.. tapi Kenza ga usah khawatir, Peri Intan pasti akan sembuh. Oh iya.. Dady punya sesuatu.." dr. Bryan mengambil sesuatu dari sakunya.
"Tarrraaaa...!!!" ia memberikan sebuah Foto kecil kepada Kenza.
"Apa ini Daddy.." muka polosnya lucu ketika melihat gambar tersebut, sepertinya anak kecil itu bingung. "Seperti kuda laut.." ucapnya lagi. Laki-laki itu hanya tersenyum tipis.
"Ini little Lian didalam perut Peri Intan..".
"Oo yah.. Lucu sekali Daddy, apa ini untuk Kenza ??" tanyanya dengan girang.
"this Right..!!"
"Ow.. thank you Daddy.. Kenza akan menjaganya dengan baik." Ayah dan anak itu kembali berpelukan.
Di sebuah bangsal Rumah Sakit T..
"Selamat Tuan... bayi dan ibunya sehat, berjenis kelamin laki-laki, dengan berat badan 3,5 dan dan panjang 50... tapi.. maaf sesuai pernyataan saya di awal, kami terpaksa harus mengangkat rahim istri tuan karna terdapat tumor yang jika dibiarkan akan menyebar. Oleh sebab itu istri tuan tidak akan pernah bisa hamil lagi.."
Sejujurnya ada perasaan sedih dengan penjelasan dokter tersebut, namun Anggara setidaknya harus bersyukur karna sudah mempunyai keturunan yang akan menyelamatkan hartanya dari jarahan sang paman. Apalagi bayi itu berjenis kelamin laki-laki..
"Sudahlah nak... kamu tidak boleh sedih, anak kamu sudah lahir.. jangan berpikiran yang tidak-tidak.." Hibur sang paman.
"Paman akan keluar sebentar membeli sesuatu, kamu masuklah dulu.." lanjutnya lagi.
Anggara hanya mengangguk, ia sebelumnya tidak menyadari bahwa pamannya itu ternyata mengincar hartanya juga.. beliau sudah beberapa kali menggelapkan dana perusahaan tanpa sepengetahuan dirinya bahkan pernah ingin menyingkirkannya juga tapi sayang usahanya gagal. kini Anggara harus lebih berhati-hati, ia tidak ingin kecolongan lagi dan tak ingin sang paman menyadari bahwa ia sebenarnya sudah mengetahui niat dan tujuan beliau. ia pun langsung masuk menemui sang istri..
"Sayaaangg... Bagaimana, lelah.. ??"
Sedang wanita itu hanya mengedip-kedip kan matanya yang berat.
"hu,ummm.." gumamnya.
"Baik.. beristirahat lah.. Aku akan mengurus administrasi dulu.." ucapnya seraya mencium kening sang istri.
Tak lama setelah kepergian Anggara..
"Paman... ??" Hanin terkejut dengan kedatangan sang paman.
"Kenapa paman nekat masuk kesini, bagaimana kalo mas Angga tau.." imbuhnya lagi dengan panik.
"Tidak usah khawatir.. paman hanya sebentar, lagi pula dia tidak akan curiga.." laki-laki itu tetap melanjutkan langkahnya menghampiri Hanin.
"Bagaimana.. ?? kamu masih ingatkan dengan Perjanjian kita.. ?? paman sudah urus semuanya di rumah sakit ini termasuk dokter yang mengoperasi mu." Tuturnya.
"Jadi beneran rahimku di angkat ?? apa harus sekejam itu paman padaku.. aku tidak mungkin hanya memiliki satu anak, aku ingin punya banyak anak.. bukankah paman udah berjanji.." Hanin mulai terlihat gelisah dan menangis.
"Sssttt... jangan khawatir.. kapanpun kamu masih bisa hamil, karna paman hanya menyuruh dokter memasangkan alat pencegah kehamilan.. maksimal hanya 8 tahun.." ucapnya seraya mengelus bibir Hanin dan duduk di tepi ranjang.
"Paman yakin tidak akan kenapa-kenapa dengan rahim ku.. ??" Hanin masih terisak, ia memegangi tangan sang paman.
"Yakin sayang... kamu terlihat lebih cantik setelah melahirkan.."
Tiba-tiba suara pintu terbuka, keduanya langsung menyesuaikan keadaan masing-masing dan sang paman bangkit dari posisinya.
"Maaf nak, tadi nak Hanin histeris ketika suster memberitahukan keadaan rahimnya.. paman hanya berusaha menghibur.. tapi sepertinya tidak berhasil.."
Anggara melihat Hanin masih terisak, ia langsung memeluk sang istri dan meminta maaf.
"Sayang... kamu sudah berjuang dengan keras, maaf sudah membuat mu terluka.."
"Kalo begitu paman pamit.. jika kalian butuh sesuatu hubungi paman saja".
Laki-laki paruh baya tersebut kemudian meninggalkan bangsal dengan senyum sarkasme.
Rumah Sakit Pusat Rehabilitasi kejiwaan..
"Nyonya Intan sudah sadar.. ?? Ayo kita makan dulu.." Ajak sang suster.
"dr. Bryan belum kesini.. ??"
"Oh sudah nyonya, beliau sedang keluar.. mungkin sebentar lagi datang.."
"Baiklah.. kalo begitu saya akan menunggu beliau saja.."
Suster hanya tersenyum malu, ia sudah sangat mengenal pasiennya ini yang sudah sangat bergantung dengan sang dokter, jika dia sudah berkata demikian tidak akan ada yang bisa mengubahnya kecuali dr. Bryan sendiri. Jadi percuma juga ia harus memaksa..
Selang beberapa menit kemudian..
"Peri Intan.. !!"
Seorang anak berteriak tatkala pintu bangsal dibuka.. "Kenza.. jagoan peri Intan..!!" Balas wanita itu seraya merentangkan kedua tangannya ingin di peluk.
"Peri kangen...!!" Ujarnya lagi disaat sang anak sudah dalam dekapannya.
"Kenza juga kangen peri Intan.."
"Sayang..." dr. Bryan meletakkan sesuatu di meja nakas kemudian menghampiri Intan untuk mencium keningnya, sebuah kebiasaan yang sering dilakukan sang dokter jika mengunjungi Intan. Namun tak disangka wanita itu malah memalingkan muka dan menghindari sang doter.. ia tetap asik bercengkrama dengan si kecil.
dr. Bryan hanya tersenyum simpul, ia sudah bisa menebak bahwa kali ini Intan pasti sedang merajuk. Melihat hal demikian membuat sang Suster canggung dan serba salah.. ia pun memilih keluar dari ruangan. Meski sudah terbiasa, namun ia tetap merasa gugup dan iri melihat drama keluarga yang belum resmi itu.