Setelah kurang lebih tujuh jam menempuh perjalanan, akhirnya Casey dan Clara tiba di bandara internasional California. Mereka berjalan bersama menuju kursi tunggu sambil menyeret koper dan menenteng tas masing-masing.
"Siapa yang akan menjemputmu?" tanya Clara yang lebih aktif berbicara saat bersama Casey.
"Aku dijemput pacarku," jawab Casey sambil melirik sekeliling "Tapi sepertinya dia belum datang."
"Kita tunggu di sini saja. Calon suamiku juga belum datang," seru Clara sambil mendekat ke kursi tunggu. Dia segera duduk di sana diikuti oleh Casey.
Casey dan Clara saling diam fokus pada ponsel mereka masing-masing, mungkin menghubungi pasangan mereka.
Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya datang seorang pria tampan berbadan gagah dengan tinggi sekitar 183 cm, mengenakan setelan jas hitam. Pria bernama Nathanael William Rudolf itu terlihat sangat tampan dengan alis yang tebal, lekuk wajah yang begitu sempurna dan brewok tipis seperti habis dicukur. Pria itu tidak sendiri, melainkan bersama pria lain yang berpenampilan seperti bodyguard.
"Itu calon suamiku," ucap Clara dengan tersenyum, kemudian segera berdiri menyambut pria tampan itu.
Nathan langsung sedikit membungkuk memeluk Clara. "I Miss you so much," ucapnya.
"Ehmm ... aku juga. Padahal kita hanya berpisah selama tiga hari," sahut Clara dengan tersenyum.
Nathan melepas pelukannya, menghela napas lega menatap Clara dengan penuh kasih sayang. "Jangankan tiga hari, satu jam tanpamu terasa lama bagiku."
"Ehmm. Don't worry.Setelah kita menikah, kita akan selalu bersama," ucap Clara dengan tersenyum begitu bahagia sambil mencubit pipi Nathan. Dia teringat pada Casey, kemudian menoleh ke arahnya. "Sayang, kamu harus berkenalan dengannya. Dia teman baru yang duduk bersamaku di pesawat," lanjutnya.
Nathan menatap Casey yang tersenyum canggung padanya, lalu beranjak berdiri menghampirinya. Dia pun langsung mengulurkan tangannya pada gadis yang terlihat lebih dewasa dari calon istrinya itu
"Hi, Saya Nathan, calon suami Clara," ucapnya.
"Saya Casey Hoult," sahut Casey menerima uluran tangan Nathan lalu segera melepasnya.
Clara berdiri di sekeliling yang ada ramai, namun tidak ada satupun orang yang berjalan mendekat ke arah Casey.
"Casey, apa calon suamimu belum bisa datang menjemput?" tanyanya.
"Eh, dia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi pasti tiba. Jika kamu ingin pulang sekarang, tidak apa-apa," seru Casey dengan tersenyum meyakinkan.
"Ah, tidak etis rasanya jika aku harus pergi lebih dulu sedangkan sejak tadi kita bersama. Aku akan menunggu sampai pacarmu datang," ucapnya lalu mengalihkan pandangannya pada Nathan. "Sayang, tidak apa-apa kan jika kita temani dia sebentar?"
"Hmm ... Sebenarnya aku harus segera meeting. Jadi, aku harus segera mengantar kamu pulang," ucap Nathan setelah melirik arlojinya yang berwarna hitam.
"Clara, aku tidak apa-apa. Pergilah ..," seru Casey dengan tatapan yakinkan karena dia tidak ingin membuat Nathan jadi tidak nyaman. sesekali dia melirik kearah lain untuk memastikan bahwa kekasih nya sudah datang atau belum.
Clara menghela nafas kasar sambil menatap Casey dengan sendu. "Menyedihkan sekali."
"Clara, kita bisa bertemu lagi karena kita adalah teman. Aku janji aku akan menyempatkan waktu untuk datang ke pesta pernikahan mu," seru Casey dengan penuh keyakinan.
"Baiklah kalau begitu. Kamu harus tepati janjimu," sahut Clara kemudian memeluk Casey untuk sejenak. Entah kenapa, ada rasa begitu nyaman bersama teman barunya itu berbeda dengan teman-teman lainnya ataupun orang-orang terdekatnya, bahkan dia sangat menyayangkan perpisahan ini.
Nathan segera mengajak Clara berjalan menuju keluar Bandara sementara kopernya dibawakan oleh sang bodyguard. Pria tampan itu menggandeng tangan calon istrinya dengan posesif sesekali tersenyum ke arahnya hingga beralih merangkulnya dari samping sambil terus berjalan.
"Apa yang salah dengan mu?" tanya Clara, sedikit mendongak melirik Nathan yang terlihat seperti orang yang sedang kasmaran.
"Aku bahagia karena kamu akan jadi milikku setelah banyak sekali rintangan yang harus kita hadapi," jawab Nathan.
"Ehmm ... semoga tidak ada rintangan lagi untuk hubungan kita. Aku ingin bahagia bersamamu."
"Kita akan tinggal di rumah baru. Kita hidup bersama tanpa gangguan-gangguan dari mereka," ucap Nathan sambil terus berjalan hingga melalui pintu bandara. Dia menatap ke arah halaman di mana mobil mewahnya yang berwarna hitam terparkir, dijaga oleh satu bodyguard dan supir. Pria itu segera mengajak calon istrinya untuk memasuki mobilnya diikuti oleh yang duduk di kursi depan bersama supir. Hmm, sepertinya dia bukan pria sembarangan dan hubungannya dengan Clara memiliki banyak kendala.
---
Sepuluh menit setelah Clara dan Nathan pergi, Casey merasa tidak nyaman karena kekasihnya belum juga datang. Dia pun beranjak berdiri kemudian berjalan menuju keluar bandara sambil menyeret kopernya.
'Bagaimana aku bisa yakin untuk menikah dengannya jika dia tidak memprioritaskan aku. Dia selalu ingkar dan tidak tepat waktu,' batinnya kecewa.
Setibanya di depan bandara, Casey lanjut ke pinggir jalan, menunggunya taxi. Namun ada mobil mewah berwarna merah berhenti di dekatnya. Dia menatap malas seorang yang keluar dari mobil itu adalah kekasihnya yang bernama Michael, kemudian memalingkan wajahnya.
"Sayang, maaf aku terlambat," ucap Michael dengan sendu.
"Lain kali jika tidak memiliki waktu untuk menjemputku, tidak perlu mengumbar janji. Aku bisa pulang sendiri daripada berlama-lama menunggumu disini," seru Casey tanpa menoleh pada Michael yang terlihat tampan dan gagah memiliki tinggi sekitar 180 cm, tanpa memiliki brewok dan memakai setelan jas berwarna biru gelap.
"Sayang, Maaf ... aku memang terlihat payah dan selalu mengecewakan kamu tapi itu sama sekali bukan kehendakku," ucap Michael dengan sendu, kemudian meraih tangan kanan Casey. "aku mohon jangan marah. Aku merindukanmu, Aku ingin melihatmu tersenyum ... bukan malah marah seperti ini."
Casey menghela napas, melirik Michael yang menunjukkan permohonan padanya. "Ya sudah kalau begitu, ayo antar aku pulang ... Aku ingin segera istirahat," serunya.
"Tidak ingin makan siang bersama?"
"Makan siang di rumah saja. pasti bibi Jane sudah masak banyak untuk menyambut kedatangan ku," ucap Casey sambil berjalan menuju mobil.
Michael mengikuti Casey hingga tiba di dekat mobilnya, kemudian membukakan pintu untuknya. "Tolong jangan marah," serunya.
"Tidak, aku tidak marah. kamu tahu aku tidak akan pernah bisa marah terlalu lama padamu," sahut Casey dengan tersenyum tipis, lalu segera masuk ke mobil.
"Memang seharusnya begitu." Michael menutup itu mobil itu kembali setelah Casey masuk. Dia segera memasuki ruang kemudian lalu mengendarai mobil itu menuju pulang ke rumah Casey yang juga merupakan rumah dari pamannya.
Selama dalam perjalanan, Casey hanya terdiam menatap pemandangan melalui kaca mobil. Tiba-tiba dia teringat pada negara yang memiliki sifat periang memiliki calon suami yang sangat menyayanginya dan memanjakannya, dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya .... sungguh berbanding jauh dengan dirinya yang selalu hidup dalam kesepian karena selama ini dia selalu mendapatkan kekasih yang tidak tulus mencintainya.
'Apa dia tulus mencintai aku dan suatu hari dia akan menikahi aku seperti Nathan yang akan menikahi Clara?' batinnya sambil melirik Michael yang jauh dari kata romantis, terkesan dingin dan tidak mau menunjukkan kasih sayang yang begitu dalam padanya.