Saat setelah berdansa dan memotong kue pernikahan, Nathan bersama Clara duduk di pelaminan. Sesekali mereka beranjak berdiri untuk menyambut tamu yang ingin ucapkan selamat kepada mereka.
Dari kejauhan, Liora duduk bersama seorang wanita paruh baya yang seumuran dengannya, yang merupakan ibu dari Nathan bernama Diana. Mereka duduk bersama sambil menatap kearah kedua mempelai yang terlihat bahagia, sesekali menyambut para tamu yang menyapa mereka juga.
"Seharusnya dia menikahi Patricia," gumam Liora.
"Liora, Jangan pernah membahas tentang hal ini lagi atau Nathan dan ayahnya akan sangat marah padamu," seru Diana dengan sabar. Dia terlihat anggun dalam balutan gaun berwarna gold dan menggelung rambutnya ke arah atas serta memakai make up agak tebal dan serangkaian perhiasan yang membuatnya terlihat sangat elegan.
"Tapi putriku juga butuh keadilan ... Kalian bahkan merahasiakan masalah ini dan tidak seorangpun yang tahu bahwa sebenarnya ...."
"Tolong jangan membahas tentang hal ini atau aku akan membuatmu tidak bisa berkutik selain diam dan membungkam mulutmu. Antara Patricia dan Nathan itu hanyalah sebuah insiden yang mungkin sudah kamu rencanakan untuk membuat Nathan menikahi Patricia ... Tapi usahamu sia-sia, masih untung kamu masih diberi kesempatan untuk tinggal di rumah kami!" seru Diana dengan tegas sebelum Liora menyelesaikan perkataannya. Dia beranjak berdiri lalu berjalan mendekati kedua mempelai.
Liora menatap Diana yang berjalan semakin jauh dari pandangannya. Dia pun beranjak berdiri dan berjalan menuju ke arah lain para pelayan yang sedang menata minuman yang akan diberikan pada para tamu.
Di singgasana cinta mereka, Nathan melirik Clara yang terlihat tidak nyaman.
"Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.
"Hem ... Aku hanya ... Aku hanya merasa lapar," jawab Clara dengan tersenyum malu-malu.
Nathan tersenyum geli. "Oh, God. Ternyata pengantinku kelaparan padahal sudah makan kue," ucapannya.
"Aku hanya memakannya sedikit. Ingin makan banyak tapi tidak nyaman ... Aku sangat nervous tapi aku lapar," ucap Clara dengan menekuk wajahnya.
"Baiklah, aku akan ambilkan kue lagi untukmu," sahut Nathan sambil beranjak berdiri.
"Jangan lupa bawakan minuman juga," seru Clara.
"Iya, Sayang. Jangan khawatir," sahut Nathan. Dia segera berjalan turun dari singgasana cintanya hingga menuju tempat hidangan tersaji begitu banyak dan mewah.
Seorang pelayan pria yang baru saja datang membawa nampan berisi beberapa jus, menghampiri Nathan yang sedang mengambil cake coklat keju.
"Saya rasa pengantin anda juga butuh minuman, Tuan," ucapnya dengan tersenyum ramah.
"Tentu saja, tapi dia tidak suka alkohol," sahut Nathan sambil membawa piring kecil berisi cake. Dia melihat ke arah nampan berisi minuman itu, lalu mengambil satu gelas berisi oranye jus. "Buat lebih banyak lagi oranye jus dan menu lainnya selain minuman beralkohol. Siapa tau ada banyak yang memang tidak bisa minum alkohol," lanjutnya.
"Baik, Tuan," sahut pelayan itu sambil menundukkan kepalanya.
Nathan segera membawa segelas oranye jus dan piring kecil berisi cake itu ke pelaminan, di mana Clara menunggunya bersama Diana dan ada gadis kecil mengenakan gaun putih dan bando kupu-kupu. Ah, apa mungkin itu anak Patricia.
"Ma, kenapa Fransesca di sini?" tanya Nathan sambil melirik gadis kecil di pangkuan ibunya yang duduk di dekat Clara tepatnya di sisi kanan sementara dia di sisi kiri.
"Dia juga ingin melihat suasana pesta," jawab Diana.
Nathan menghembuskan napas kasar, Lalu sambil menyerahkan kue dan minuman yang tadi diambil. Dia beralih melirik gadis kecil yang malah menghampirinya dan menatapnya sendu dengan sendu, seperti takut.
"Aku cuma mau lihat papa bersama mama baru," ucap Fransesca berusia sekitar dua tahun.
"Sayang, jangan pernah membencinya hanya karena kamu tidak suka ibunya. Walau bagaimanapun dia adalah putrimu," lirih Clara.
"Iya," sahut Nathan dengan tatapan datarnya.
"Setidaknya biarkan dia menikmati pesta ini ... Lagipula tidak ada yang tahu tentang siapa dia untukmu ... Kehadirannya tidak akan merusak suasana," seru Clara dengan tersenyum lembut. Dia beralih menatap gadis kecil itu dan menyodorkan cake yang dibawanya. "Sayang, bagaimana jika kamu coba cake ini?" tanyanya.
"Itu terlihat enak," jawab Fransesca, malu-malu mencolek cake itu dengan jari telunjuknya, lalu mengulum jari itu. "Ini sangat manis ..."
"Kamu menyukainya?"
"Iya, sangat suka." Fransesca mengangguk dengan tatapan polosnya.
"Yasudah kalau begitu, ini untukmu saja." Akhirnya Clara menyerahkan cake nya pada Fransesca, membuat Nathan jadi kurang nyaman.
"Aku mengambilnya untuk mu, bukan untuknya," ucap Nathan.
"Tidak apa-apa, Sayang. Jangan marah hanya karena hal sepele. Aku akan minum jus saja,dan kamu ambilkan cake lagi untukku," seru Clara kemudian segera meminum oranye jus nya sedikit demi sedikit sementara Fransesca beralih duduk bersama Diana. Nathan pun kembali ke tempat prasmanan untuk kembali mengambil cake.
Beberapa menit berlalu saat Nathan sudah kembali di sampingnya dengan membawa piring kecil berisi cake, Clara merasa tidak nyaman. Berulang kali dia memegangi tenggorokannya, dadanya dan akhirnya menyandarkan punggungnya pada bahu kursi pelaminan berwarna putih itu, dan secara refleks tangannya yang tak memiliki tenaga akhirnya melepaskan genggaman pada gelas.
Prackkk ...
Seketika Nathan yang tadi melihat ke arah lain, beralih menatap Clara dengan panik. "Sayang, kamu kenapa? Kenapa wajahmu jadi pucat ... Apa yang terjadi?"
"Sasak ... Aku ... Aku tidak bisa bernapas," ucap Clara terbata-bata memejamkan matanya. "Panas ... Mulutku terasa panas. Dadaku sakit."
"Ya Tuhan!" Nathan makin panik, memegangi kepala Clara, menatap wajahnya yang semakin pucat bahkan bibirnya mulai membiru. Dia segera membopong istrinya itu, lalu meminta pertolongan pada pihak medis yang selalu tersedia di hotel.
Semua menduga Clara keracunan makanan karena keadaan yang dialami olehnya. Dia diberi susu sebagai langkah awal untuk mengeluarkan racun dalam tubuhnya. Pengantin wanita itu memuntahkan apapun yang diminumnya, setelah itu Nathan membawanya ke rumah sakit karena khawatir masih ada sisa racun dalam tubuhnya karena keadaannya masih mengkhawatirkan.
___
"Sayang, bertahanlah," seru Nathan yang kini duduk di samping Clara yang berbaring dengan peralatan medis yang terpasang pada tubuhnya. Sekarang mereka sedang berada di dalam ambulans dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Clara memejamkan matanya, merasakan sesak pada dada, rasa dingin menggigil yang mulai menerpa tubuhnya.
"Dingin ... Sangat dingin," ucapnya.
Seketika Nathan langsung melepas tuxedo nya, kemudian memasangkannya ke bagian atas tubuh Clara sebagai selimut. Dia menunduk, memeluk istrinya itu dan menciumi wajahnya.
"Bertahanlah ....aku tidak ingin kehilangan kamu!" ucapnya dengan air mata yang menetes begitu saja karena ketakutan. Dia bahkan tidak memperdulikan suster yang membawakan selimut khusus untuk Clara.
"Sakit .... sekujur tubuhku sakit," lirih Clara dengan tangis yang tak tertahankan. Matanya sulit terbuka, hanya dapat merasakan hangatnya pelukan Nathan. Perasaannya sudah tidak karuan, bahkan dia nerasa tidak bisa bergerak lagi, membuatnya pesimis untuk bisa melanjutkan hidupnya.
"Aku tidak kuat lagi," lirih Clara.
"Tidak, kamu harus kuat!" seru Nathan dengan tegas, menatap wajah Clara yang semakin pucat karena sepertinya racun masih bersarang dalam tubuhnya. Dia yang ketakutan, meminta supir untuk menambah kecepatan dan meminta dokter untuk melakukan sesuatu supaya Clara tetap bertahan.
buat yang suka baca karya aku, aku punya karya di fizzo. bisa dibaca sampai tamat gratis. judulnya the replacement bride love after marriage atas nama pena dellunaxray.
ada juga yang masih on going di akun baby Moonjuice judul : Obsesi gila tuan CEO.
bantu dukung di sana ya, karena saya nggak nulis lagi di sini. di sana semua karya bahasa Indonesia kok. dan gratis.