Chapter 9 - Bertemu Michael

Casey menatap Nathan yang terus menyalahkan diri. Dia pun meraih tangannya dan berkata, "tidak, aku tidak marah padamu. Apa yang terjadi adalah sebuah insiden, dan sekarang yang terpenting adalah, aku baik-baik saja. Aku tetap di sisimu."

"Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri jikalau semalam kamu tidak berhasil selamat," sahut Nathan dengan menekuk wajahnya.

'Yeah, aku tidak tau persis, tapi mungkin Clara tidak selamat karena yang saat ini sedang bersama mu bukan Clara tetapi aku,' batin Casey.

Nathan duduk terdiam, menatap Casey dengan sendu bahkan mencium tangannya berkali-kali. Entah apa yang ada dalam pikirannya, rasa sedih yang begitu dalam menghampiri perasaannya, membuat matanya terasa panas hingga akhirnya dia menangis.

"Kenapa?" tanya Casey.

"Tidak apa-apa," jawab Nathan sambil mengusap air matanya dengan tersenyum meyakinkan. "Aku hanya terlalu takut kehilangan kamu sedangkan kamu adalah separuh jiwaku."

"Jangan takut lagi ... Aku masih di sini," seru Casey mencoba untuk membiasakan dirinya menjadi Clara meski dia hanya mengetahui sedikit hal tentang Clara.

Ceklek ....

Tiba-tiba pintu terbuka, membuat Clara dan Nathan menoleh ke arah pintu. Pria itu langsung mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang datang sementara sang istri tampak bingung karena dia kenal dengan siapa yang datang itu.

"Siapa anda?" tanya Nathan, beranjak berdiri menghadap pria itu.

"Saya Michael, kekasih Casey yang semalam kecelakaan saat dalam perjalanan menuju ke hotel tempat pesta pernikahan mu dilaksanakan," jawab pria yang ternyata adalah Michael. Dia terlihat kusut namun gagah dalam balutan celana jeans dan kemeja putih serta jaket hitam, seperti baru saja melakukan perjalanan jauh dan tidak tidur semalaman. Dia melirik ke arah Casey yang dia kira adalah Clara. "Saya tidak menyangka dia akan kecelakaan, dan kamu juga mengalami insiden keracunan hampir di waktu yang bersamaan," lanjutnya.

"Casey kecelakaan?" Nathan memastikan.

"Yeah ... Dia sekarang dia koma, bahkan harapan hidupnya sangat tipis," jelas Michael dengan menekuk wajahnya. "Dia tidak sempat memberikan ucapan selamat atas pernikahan kalian," lanjutnya.

Casey yang berbaring pun merasa paham dengan apa yang terjadi. Namun dia merasa tidak mungkin untuk mengatakan bahwa sebenarnya yang sekarang ada di dalam tubuh Clara adalah dirinya, bahkan dia merasa tidak tau bagaimana harus kembali dalam tubuhnya yang dinyatakan koma. Ada rasa iba melihat Michael yang terlihat sedih, bahkan terlihat menyesali apa yang terjadi padanya.

'Andai kamu bisa meluangkan waktu untuk ku sebentar saja, mungkin semalam kita bisa berangkat ke pesta bersama, dan mungkin aku tidak akan kecelakaan,' batinnya.

Nathan melirik Casey yang hanya diam. "Sayang, apa kamu ingin menjenguk Casey?" tanyanya.

Seketika Casey tersadar dari lamunannya. "Ya ... Aku ingin melihatnya karena dia adalah teman baruku yang sangat berkesan bagiku. Aku tidak menyangka dia kecelakaan saat akan menghadiri pesta pernikahan kita," jawabnya.

"Kurasa jangan sekarang karena dia akan dipindahkan ke ruangan khusus. Saya juga harus mengurus pemakaman supir yang meninggal dalam kecelakaan itu," ucap Michael.

"Jadi, Benjamin meninggal?" ucap Casey spontan.

Nathan mengerutkan keningnya, melirik Casey dengan heran. "Sayang, kamu mengenal supir Casey?"

"Eh ..." Seketika Casey jadi gugup. "iya aku mengenalnya. Casey pernah menyebut nama supirnya saat dia mengobrol dengan ku di pesawat."

"Semoga keadaanmu segera membaik dan aku harap kalian bantu mendoakan kekasihku supaya dia segera terbangun dari komanya," ucap Michael.

"Kami akan selalu mendoakannya ... Kami akan menjenguknya Setelah dia selesai dipindahkan," sahut Nathan dengan tatapan iba pada Michael.

Michael saya mengangguk, kemudian segera meninggalkan ruangan itu. Dia bergegas menyusuri koridor rumah sakit menuju ke ruang di mana Casey yang sedang koma akan segera dipindahkan.

"Michael!"

Michael menoleh ke belakang dan melihat ada Mia yang berjalan dengan tergesa-gesa menghampirinya. Dia pun membalikkan badannya, menatap sepupu dari kekasihnya itu.

"Ada apa?" tanyanya.

"Apa Casey sudah dipindahkan? Aku baru saja ke ruang ICU tapi ternyata dia tidak ada ... Aku ingin bertanya pada pihak rumah sakit tentang keberadaannya, tapi akhirnya aku melihat kamu di sini. Apa kamu tau di mana dia dipindahkan?" Mia bertanya dengan menunjukkan semburat kesedihan di wajahnya. "Aku sangat mengkhawatirkan nya ... Semalaman aku menjaganya bersama papa. Tapi tadi aku pulang sebentar untuk sarapan dan ganti pakaian, tapi saat aku ke sini ternyata ...."

"Aku meminta pihak rumah sakit untuk memindahkannya ke ruangan terbaik di sini. Dia akan baik-baik saja. Aku yakin akan hal itu," ucap Michael sebelum Mia menyelesaikan perkataannya.

"Apa itu berarti dia sudah sadarkan diri?" tanya Mia.

"Belum," jawab Michael lalu berbalik dan lanjut berjalan sambil berkata, "tapi aku yakin dia akan segera sadarkan diri karena dia adalah gadis yang tangguh. Dia akan segera melalui masa sulit ini."

Mia terdiam, menatap Michael yang tampak dingin padanya. Dia pun segera mengikuti pria itu dengan langkah tergesa-gesa hingga mereka bertemu dengan Oskar, yang merupakan kakak Mia.

"Oskar, apa jenazah Ben sudah siap dikirim ke rumah duka?" tanya Michael.

"Ya ... Baru saja dibawa keluar dan akan diantar ke rumahnya di Oakland," jawab Oskar dengan tatapan datarnya. Dia terlihat gagah dan sangar dengan brewok yang tumbuh tebal di rahangnya yang tegas, memiliki rambut agak ikal yang disisir ke arah belakang, dan mengenakan celana jeans hitam dipadu dengan t-shirt biru dan jaket kulit hitam. "Apa kamu akan ikut aku untuk mengantar jenazahnya?" tanyanya.

Michael terdiam, mengingat keadaan Casey yang sangat mengkhawatirkan. "Tidak. Untuk kali ini aku tidak bisa mementingkan hal lain selain Casey. Aku tidak akan tenang meninggalkannya sedangkan keadaannya sangat mengkhawatirkan. Aku akan tetap di sini menemaninya," jawabnya.

"Aku juga ingin menemani Casey," sahut Mia.

"Baiklah kalau begitu, biar aku, papa dan mama saja yang ke Oakland untuk mengantar jenazah Ben sekaligus menemui keluarga besarnya," ucap Oskar kemudian menghela napas panjang. "Ini adalah hal yang tidak pernah kuduga. Akhirnya aku akan mengantar supirku kembali ke rumahnya dalam keadaan tak bernyawa," lanjutnya dengan lesu.

"Ini sudah takdir, dan tapi aku akan meminta polisi untuk menyelidiki kasus kecelakaan ini," sahut Michael.

"Tidak perlu," seru Oskar dengan sigap, lalu menepuk pundak Michael. "Biar semua ini jadi urasanku. Aku akan meminta orang kepercayaan ku untuk mengurus kasus ini bersama polisi. Lebih baik kamu fokus pada Casey," lanjutnya.

"Eh, kurasa itu benar," sahut Mia dengan canggung.

Michael terdiam, teringat tentang dirinya yang jarang memiliki waktu untuk Casey. "baiklah kalau begitu. Aku serahkan semua padamu. Aku akan selalu menjaga Casey," ucapnya lesu.

"Aku akan menemanimu," sahut Mia seolah selalu ingin ikut Michael.

"Terimakasih," sahut Michael kemudian lanjut berjalan menyusuri koridor tanpa menunggu Mia. Dia terus berjalan lambat dengan perasaan hancur, penuh sesal dan ketakutan. 'Kuharap kejadian ini tidak akan membuatmu meninggalkan aku untuk selamanya. Aku tidak bisa tanpamu,' batinnya.