Nathan berjalan menuruni tangga hingga akhirnya tiba di ruang tengah, berlanjut ke ruang tamu dan melihat ada dua polisi sedang duduk di sofa. Dia pun menghampiri mereka dengan santai, lalu duduk di sofa lain dengan menyilangkan kakinya.
"Apa ada perkembangan mengenai kasus racun itu?" tanya Nathan.
"Ini bukan perkembangan, tapi ini hanya sebuah prediksi saja," jawab salah satu polisi yang gagah namun pelontos dalam balutan celana dasar hitam dipadu dengan seragam biru gelap dengan beberapa logo pangkat yang terpasang pada bagian dada dan pundak.
"Prediksi?"
"Terjadi sebuah kecelakaan dan korban kecelakaan itu meninggal. Dari indentifikasi, kami menemukan ciri-ciri korban sama persis dengan ciri-ciri pelayan palsu yang diduga sudah meracuni istri anda," jelas polisi lain yang bertubuh lebih langsing dari lainnya namun tetap terlihat gagah dan tampan.
Seketika Nathan mengerutkan keningnya. "Meninggal?"
"Iya, Tuan Nathan. Anda bisa melihat jasadnya di rumah sakit untuk memperjelas apakah dia pelayan palsu itu atau bukan," jelas polisi pelontos itu.
"Baiklah, kita ke sana sekarang. Tapi saya akan menemui istri saya terlebih dahulu," sahut Nathan segera beranjak berdiri.
Kedua polisi itupun mengangguk, membiarkan Nathan kembali ke kamar sementara mereka beralih meminum teh hangat yang sudah dihidangkan oleh maid.
___
Clara berbaring di atas ranjang, menatap langit-langit yang merupakan tirai kelambu berwarna putih. Apakah dia sungguh Clara yang asli, atau dia masih Casey?
Ceklek ...
Pandangan Clare teralihkan pada Nathan yang baru memasuki ruangan. Dia pun beranjak duduk, lalu berjalan menyambut suaminya yang langsung merangkul pinggangnya dan mencium keningnya.
"Aku harus pergi," ucap Nathan.
"Ke mana?" tanya Clara dengan menaikkan alisnya.
"Emmm ..." Nathan menatap ke arah lain untuk sejenak, kemudian kembali menatap Clara. "Aku pergi untuk urusan penting tentang perusahaan."
"Lalu bagaimana dengan tamu dari kepolisian tadi, apa mereka sudah pulang?" tanya Clara lagi.
"Mereka belum pulang dan mereka hanya memberi kabar kurang menyenangkan tentang kasus racun itu," jawab Nathan.
"Aku harap kamu tidak terlalu pusing dengan kasus keracunan itu, karena yang terpenting sekarang aku baik-baik saja," seru Clara sambil meraba rahang Nathan.
"Semua akan diurus oleh papa dan orang-orang suruhanku. Aku hanya akan fokus pada pekerjaan dan kamu," sahut Nathan dengan tersenyum tenang.
"Ya ... Lebih baik begitu karena kamu harus lebih bisa menghargai waktu, untuk bersama orang yang paling berharga dalam hidupmu."
Nathan hanya mengangguk, memeluk Clara untuk sejenak, kemudian segera meninggalkan kamar. Clara beralih duduk di kursi meja rias, menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan kosong. Apa yang terjadi, apa sesungguhnya dia adalah Clara atau dia masih Casey yang sedang terperangkap?
'Kenapa? Kenapa aku harus berada di tubuhmu dan menjadi penggantimu untuk selalu berada di sisi suamimu? Ini sangatlah tidak nyaman untukku, Clara! Sebenarnya kamu di mana ... Kenapa kamu tidak kembali ke tubuh ini lalu aku bisa kembali ke tubuhku dan mungkin aku bisa sadar dan bisa bersama Michael yang sudah menyesali sikapnya selama ini? Kenapa ... Sebenarnya apa yang terjadi? Aku harus bagaimana!' Casey berseru dalam hati, menatap dirinya saat ini masih menjadi Clara. Hem, ternyata dia masih terperangkap dalam tubuh istri Nathan itu.
Casey menggelengkan kepalanya, lalu mengepalkan tangannya. Dia beranjak berdiri, lalu berjalan menuju ke arah dinding dengan tatapan begitu dingin.
'Aku harus membuat tubuh ini kembali tidak sadarkan diri, lalu mungkin aku bisa keluar dari sini. Aku benar-benar muak dengan semua ini, aku benar-benar lelah!' batin Casey kemudian berjalan dengan langkah cepat ke arah dinding hingga menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya.
"Stoppppp!"
Napas Casey memburu, melirik seseorang yang kini berada di hadapannya, menahan dirinya supaya tidak membenturkan kepalanya pada dinding.
"Casey ... Jangan lakukan ini!" ucap seseorang yang merupakan seorang pria memakai pakaian sopan serba putih, terlihat tampan dan tidak terlalu gagah.
Casey mengerutkan keningnya, menatap heran pada pria itu lalu memundurkan langkahnya. "Siapa kamu ... Kamu tahu aku bukan Clara dan kamu tahu aku adalah Casey? Siapa kamu? Kenapa kamu bisa masuk ke sini ... Apa Nathan, bodyguard, maid?"
"Tidak ada yang tau." Pria itu mendorong Casey supaya menjauh darinya.
"Lalu siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini dan bagaimana kamu bisa tahu siapa aku?" Casey bertanya-tanya dengan sangat keheranan.
"Aku tidak bisa menjelaskan banyak hal tentang diriku tapi sebut saja namaku ....eh ... Sebut saja namaku ..." Pria itu tampak bingung. "Arion ... Panggil aku dengan nama itu."
"Arion. Ok ..." Casey mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagaimana kamu bisa menyusup masuk ke kamar ini?"
"Karena aku bisa."
"Ok, dan kenapa kamu ke sini?" tanya Casey lagi. Dia sungguh terkejut dengan kehadiran Arion, bahkan dia melihat wajah Arion yang tampan sempurna tanpa memiliki brewok pakaian yang putih bersih tanpa noda sedikitpun, serta aroma harum yang sepertinya tidak ada di dunia ini. Bukan seperti harum bunga atau zat-zat lainnya.
"Aku ke sini untuk memberitahumu tentang suatu hal dan sebab kamu terjerat di tubuh Clara," jawab Arion kemudian berjalan santai mengitari Casey yang sedang bingung. "Kamu dan Clara seperti memiliki ikatan batin yang kuat meskipun kalian tidak memiliki hubungan darah. Mungkin itu sebabnya jiwamu terperangkap dalam tubuh ini."
"Apa itu berarti Clara ada dalam tubuhku?" tanya Casey dengan heran.
"Tidak ... Clara sudah meninggal akibat racun itu," jawab pria itu dengan santai.
Seketika Casey terdiam, menatap ke arah cermin dengan ngeri. Dia membayangkan saat ini dirinya berada dalam tubuh seseorang yang sudah meninggal, membuatnya merasa ngeri dan gemetar, melirik lengannya, telapak tangannya bahkan meraba dadanya seolah mencoba merasakan detak jantung.
'Clara meninggal?'
Napas Casey jadi memburu, tubuhnya jadi gemetar, membayangkan saat pertama kali dia bertemu Clara, itulah saat terakhirnya. Dan sekarang dia berada di tubuhnya, membuatnya seolah hidup dan berada di sisi Nathan yang sangat mencintainya.
'Kasihan Nathan,' batin Casey, mengingat Nathan dan Clara yang saling mencintai dan terlihat mesra. Dia pun mengingat bagaimana saat dirinya terbangun dalam tubuh Clara, Nathan sangat mengkhawatirkannya, seolah tidak ingin kehilangan dia, bahkan sampai sekarang.
"Dia sudah mati ... dia sudah tenang di sisi Tuhan karena dia berhasil mencapai impiannya yaitu menikah dengan Nathan," ucap Arion, membuyarkan lamunan Casey.
"Tapi kenapa aku harus di tubuhnya?" tanya Casey dengan heran.
"Karena dengan cara ini, kamu mendapat kesempatan untuk tahu dan melihat siapa yang baik dan siapa yang buruk di dalam hidup kalian," jawab Arion kemudian menunjukkan telapak tangannya yang tertulis sebuah angka 99 berwarna merah.
"99." Casey menggeleng tidak paham.
"Kamu punya waktu 99 hari untuk mengetahui apa yang terjadi dan siapa yang sesungguhnya baik atau tidak untuk hidupmu," jelas Arion. "Mau tidak mau kamu harus menerima dirimu sebagai Clara Karena itulah caranya untuk memecahkan masalah ini. Kamu harus pandai dan jangan membuang-buang waktu 99 hari yang sudah aku tentukan. Gunakan waktu yang ada sebaik mungkin," lanjutnya.
"Apa aku boleh memberitahukan hal ini pada Nathan?" tanya Casey.
"Hahahaha ... hahahaha!" Arion malah tertawa terbahak-bahak sampai wajahnya terlihat memerah. Dia menatap Casey yang kebingungan, malah membuatnya semakin tertawa.
"Hey, apa yang salah dengan pertanyaan ku? Bukankah lebih baik jika aku menceritakan semuanya lalu kita bisa bekerja sama untuk mengetahui apa yang terjadi padaku dan Clara?"
"Tidak!" singkat Arion dengan tegas. Seketika tawanya lenyap, menunjukkan ekspresi begitu dingin.
"Ehh ... aku pikir dengan memberitahu Nathan tentang ini semua akan segera menyelesaikan masalah," ucap Casey dengan menekuk wajahnya.
"Kamu harus berusaha sendiri. Dan jika kamu memberitahu Nathan, mungkin dia tidak akan mempercayai kamu, dan kamu akan disangka gila. Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kamu bisa memberitahukan tentang dirimu setelah kamu berhasil menyelesaikan masalah ini sebelum waktu yang aku tentukan habis," seru Arion dengan sangat serius.