Casey terdiam dengan menekuk wajahnya, duduk di tepi ranjang di hadapan Arion. Dalam diam, dia berpikir bagaimana caranya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sedangkan dia di sini bersama Nathan yang sangat posesif. Pasti dia harus pandai mengatur waktu dan membujuk Nathan supaya memberikannya kebebasan.
"Ah ya ... Sebenarnya waktumu sudah berkurang," ucap Arion.
Seketika Casey tersadar dari lamunannya, mendongak menatap Arion dengan mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?"
"Karena kamu sudah berada di tubuh selama sepuluh hari, sekarang kamu hanya memiliki waktu 89 hari," jelas Arion santai.
Casey menghembuskan napas kasar. "Apa aku bisa ... Bagaimana aku bisa menemukan apa yang sebenarnya terjadi sedangkan aku terpenjara di sini. Nathan tidak mungkin membiarkan aku pergi untuk mencari kebenaran itu."
"Gunakan akalmu. Aku hanya bisa memberitahumu tentang waktumu di tubuh Clara ... Aku akan memantau mu ... Kamu tidak perlu khawatir," seru Arion.
Casey mengangguk sambil menunduk, merasa tidak tau harus berbuat apa sekarang. Dia kembali menatap Arion namun ternyata yang akan ditatapnya sudah tidak ada.
"Arion ... Arion!" Casey beranjak berdiri dan mencari-cari pria misterius itu. "Arion ... Kamu di mana? Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Aku butuh penjelasan mu lagi, aku butuh bantuan mu!"
Casey berjalan ke sana ke mari, menyusuri ruang walk in closet, kamar mandi, dan teras balkon namun dia tak kunjung menemukan Arion. Wanita itupun kembali ke kamar utama, lalu duduk di tepi ranjang dengan tertunduk lesu, menyibakkan rambutnya ke belakang.
"Kenapa ... Kenapa harus begini? Aku tidak tau siapa yang baik atau buruk untukku dan Clara!" Casey kebingungan, bahkan hampir menangis hingga pandangannya teralihkan pada ponselnya yang terletak di atas meja, berdering dengan nada lagu milik Lana Del Rey yang berjudul "Cinamon girl". Dia pun segera meraih benda canggih itu dan melihat ada panggilan masuk dari nomor kontak bernama "Mommy", kemudian segera menjawabnya.
"Hallo," sapa Casey.
"Nak, apa kamu sudah tiba di mansion baru mu?" tanya Verena dari telpon.
"Iya, Ma. Sekarang aku istirahat," jawab Casey dengan tatapan kosong. Entah kenapa dia merasa begitu sedih membayangkan jikalau wanita yang sedang berbicara dengannya itu mengetahui bahwa putrinya sudah tiada.
"Syukurlah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik dan jika kamu tidak sibuk jangan lupa untuk hubungi mama selalu ... Mama selalu merindukanmu ... Bahkan Mama terkadang masih merasa khawatir kalau kejadian keracunan itu terjadi lagi."
"Iya, Ma ... Aku pasti akan sering menghubungi Mama."
"Tentu saja. Ngomong-ngomong, di mana Nathan?" tanya Verena.
"Dia sedang pergi sebentar karena ada urusan penting," jawab Casey, kemudian sedikit berbaring dengan menyandarkan punggungnya pada tumpukan bantal.
"Itu berarti dia meninggalkan kamu sendirian di mansion?"
"Aku tidak sendirian, Ma. Di sini sudah ada beberapa bodyguard dan para maid. Mama tidak perlu khawatir ... Aku akan baik-baik saja," seru Casey dengan air mata yang menetes begitu saja mengingat wajah Verena. 'Tapi sebenarnya putrimu sudah tiada. Setelah 89 hari, dia benar-benar akan lenyap dari dunia ini,' batinnya sedih.
"Jangan pernah pergi sendiri, dan jangan sembarang menerima makanan atau minuman pemberian orang. Mama benar-benar merasa takut, mama masih trauma ...."
"Iya, Ma. Di sini semua aman dan tidak ada pelayan palsu. Mama tenang saja."
"Yasudah kalau begitu, mama matikan dulu telponnya. Love you."
"Love you more."
Sambungan telpon itu terputus. Casey meletakkan ponselnya ke atas pangkuannya, lalu menatapnya pada bagian wallpaper yang menunjukkan potret wajah Clara yang terlihat begitu dekat dan cantik.
"Sekarang ... Sekarang aku adalah Clara," ucap Casey sambil meraba wajahnya sendiri sementara pandangannya tertuju pada wallpaper ponsel. "Sekarang namaku adalah Clara dan aku bukan lagi Casey. Untuk sementara ini aku akan menjadi Clara seutuhnya, untuk membahagiakan Nathan dan mama Verena sebelum mereka tahu siapa aku sebenarnya atau mereka akan melihat tubuh ini benar-benar sudah mati. Kenapa harus berpikir keras untuk mendapatkan jawaban atas ketidaktahuan ku selama ini. Aku juga akan mengungkap Siapa yang sudah meracuni Clara, dan aku akan mencari tahu apa yang terjadi padanya dan juga Nathan selama ini."
Casey mengusap air matanya yang menetes begitu saja. Entah kenapa dia selalu merasa sedih membayangkan buka yang akan menimpa keluarga Clara dan Nathan. Dia pun memejamkan matanya sambil meletakkan ponsel itu pada dadanya.
'Aku Clara ... Sekarang aku Clara ... Yeah ... Aku bukan Casey. Aku hanyalah manusia yang sedang terjebak dan berusaha mencari kebenaran,' batinnya meyakinkan dirinya sendiri.
___
Di tempat lain tepatnya di rumah sakit, Michael tetap setia menemani Casey yang masih belum tersadar dari komanya. Pria yang mengenakan kemeja putih dipadu dengan celana dasar hitam itu duduk di kursi dekat ranjang, terdiam menatapi kekasihnya yang berbaring dengan mata terpejam, mengenakan pakaian pasien berwarna biru muda dan rambutnya tergerai begitu saja serta wajahnya terlihat pucat.
"Sayang ... Apa yang kamu rasakan sekarang? Kenapa kamu tidur terlalu lama? Apa kamu tidak merindukan aku ... Apa kamu tidak ingin sarapan bersamaku seperti biasanya? Aku rindu kamu ... Aku rindu senyum manismu ..." Michael berkata dengan sendu, mengingat setiap pagi Casey selalu mengajaknya untuk sarapan bersama sebelum ke kantor masing-masing. "Aku tidak lagi merasakan kelezatan pie apel yang selalu kamu pesan untukku ... Aku seperti mati dalam hidupku. Melihat mu seperti ini, aku sungguh tidak berdaya! Sampai kapan kamu akan selalu tidur? Please ... Bangunlah. Kita perbaiki hubungan kita, aku janji akan membuatmu seperti ratu dalam hidupku!"
Tidak terasa, air matanya menetes begitu saja. Michael menangis tersedu-sedu, kemudian meraih tangan kanan Casey dan menempelkan pada pipinya.
Ceklek ...
Michael mengabaikan pintu yang terbuka, hingga seseorang yang datang menghampirinya dan menepuk pundaknya. Dia adalah Mia yang kini berdiri di samping Michael namun tatapannya tertuju pada Casey. Dia terlihat cantik dalam balutan pakaian formal berupa rok sebatas lutut berwarna abu-abu dipadu dengan atasan putih dan jas khusus wanita berwarna sepadan dengan roknya, memakai make up tipis dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja.
"Kamu harus sabar," ucap Mia.
"Aku mencoba untuk terus bersabar, tapi melihatnya yang tertidur seperti ini ... Sungguh aku sangat geram dan kesal. Kenapa begitu sulit untuknya bangun kembali? Aku sangat lelah melihatnya seperti ini!" Michael berkata dengan frustasi.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu keajaiban dari Tuhan. Dokter yang menanganinya pun, sudah bersikap pasrah karena harapannya untuk hidup sangatlah tipis," ucap Mia dengan tatapan iba pada Michael.
"Takdir terlalu kejam padanya. Kedua orang tuanya sudah tiada, sekarang dia malah seperti ini." Michael memegangi dadanya sendiri lalu berkata, "dan Aku adalah orang yang juga telah bersalah karena aku mencintainya tetapi tidak memberi perhatian padanya. Aku membuatnya selalu menunggu dan kecewa."
"Jangan selalu menyalahkan dirimu sendiri, Michael. Yang terjadi biarlah terjadi dan semua juga paham bahwa sikap acuhmu padanya bukan berarti kamu tidak mencintainya, tapi saat itu kamu memang selalu sibuk," seru Mia, mengusap-usap tangannya pada pundak Michael. "Sekarang yang lebih baik kita tunggu dia sampai terbangun tetapi bukan berarti harus terus-menerus di sini. Kamu mempunyai tanggung jawab begitu besar pada perusahaan mu, jangan sampai semua jadi kacau karena kamu hanya ingin menunggu dia yang terdiam tanpa kepastian."
Mendengar perkataan Mia barusan, seketika Michael menoleh menatapnya dengan tajam.
"Kenapa?" tanya Mia agak takut.
Michael segera beranjak berdiri, kalau sedikit menundu menatap Mia yang lebih pendek darinya. "Apa maksudmu berkata Dia terdiam tanpa kepastian? Apa kamu pikir dia akan mati?"
"Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. Aku juga ingin dia tetap bertahan lalu kembali sehat kan aku menyayanginya karena dia adalah sepupuku!" Mia menegaskan, menatap heran pada Michael yang tiba-tiba marah padanya. "Aku yang lebih mengenalnya, aku yang lebih lama hidup bersamanya ... Aku juga orang yang lebih sedih melihatnya seperti ini! Bukan kamu saja ... Kamu hanya kekasih yang tidak tau caranya menunjukkan cinta pada kekasihmu!"
"Tapi perkataanmu seperti ...."
"Aku tidak ingin dia mati ... Jangan salah beranggapan padaku... Aku hanya mengatakan kenyataan yang ada. Memang tidak ada kepastian dia akan kembali bangun atau tidak!" Mia menegaskan sebelum Michael selesai dengan perkataannya.
Seketika Michael terdiam, kembali duduk dengan perasaan yang hancur karena memang yang dikatakan Mia adalah benar.