Michael menghela napas, mencoba untuk menenangkan dirinya kembali dan beralih menatap Casey dengan sendu sementara Mia diam dengan ekspresi kesal.
"Aku hanya terlalu mengkhawatirkannya ... Aku takut, Mia," ucapnya sedih.
"Aku tau ... Tapi bukan berarti kamu jadi lemah seperti ini," sahut Mia sambil mengusap-usap pundak Michael. "Tapi kamu harus bersikap kuat, tangguh, dan siap menerima apapun yang terjadi padanya. Kamu hanya perlu untuk selalu mendoakan yang terbaik untuknya ... Jangan ikut murung, menyiksa batin dan dirimu sendiri," lanjutnya.
"Yeah ... Kamu benar. Aku harus bersikap tangguh ... Dan aku juga harus positif thinking yakin bahwa dia akan kembali terbangun untukku."
Mia menghela napas lega, tidak marah ataupun kesal pada Michael lagi. Dia beralih melirik jam tangannya yang berwarna putih keemasan, terpasang di pergelangan tangan kirinya.
"Sudah hampir rapat, sepertinya aku harus segera ke kantor," ucapnya.
"Aku juga perlu ke kantor. Kita bisa berangkat bersama," sahut Michael, mengambil jasnya yang semampir di kursi dekat ranjang.
"Baiklah. Kebetulan tadi aku tidak bawa mobil sendiri karena aku malas mengemudi. Papa juga belum memperkerjakan supir baru, jadi aku memilih untuk naik taxi."
"Aku akan antar kamu ke kantor," ucap Michael kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Casey untuk mencium pipi dan keningnya. "Sayang ... Aku pergi dulu. Kuharap aku mendapat kabar bahwa kamu sudah bangun, atau kamu akan bangun saat aku kembali ke sini. Aku mencintaimu ... Sangat mencintaimu," ucapnya kemudian mencium kening Casey lagi.
Setelah berpamitan dengan Casey yang hanya diam tanpa memberi respon, Michael segera meninggalkan ruangan bersama Mia. Dia berjalan agak tergesa-gesa dengan gadis itu sambil memakai jas dan dasinya.
"Aku pernah mendengar kamu resign," gumam Michael.
"Eh ... Aku kembali bekerja karena aku ingin membantu Oskar selama Casey sakit," sahut Mia agak gugup namun mencoba untuk tetap santai. "Apa yang Casey katakan adalah benar. Aku harus serius demi keberlangsungan perusahaan kami. Maksudku ... Perusahaan ayah Casey."
"Hem ... Itu memang bagus daripada kamu tidak memiliki kegiatan."
"Iya."
"Kuharap Casey segera sadar, dan semua akan kembali seperti semula ... Bahkan lebih baik," ucap Michael penuh harap.
"Aku juga berharap begitu," sahut Mia sambil tersenyum melirik Michael yang berjalan beriringan dengannya, namun dalam hatinya berkata, 'kuharap dia tidak akan pernah sadar karena dia menyebalkan, egois, dan Oskar juga ingin menggeser posisinya di perusahaan.'
___
Di mansion mewah yang baru dia tempati, Clara terbangun setelah beberapa menit berlalu. Dia tidak segera beranjak dari ranjang, namun hanya diam dengan tatapan kosong langit-langit kamar.
'Bagaimana harus memulai semuanya? Dan masalah siapa yang harus aku ketahui terlebih dahulu?' batin Clara, mulai berpikir keras untuk memanfaatkan 89 hari yang tersisa untuknya.
Wanita yang sedang terjebak itu beralih mengambil ponsel yang terletak di sampingnya. Dia mulai membuka galeri untuk melihat foto-foto tentang Clara dan mulai membuka beberapa akun media sosial serta memo.
'Hmmm, ternyata Clara suka menulis hal-hal penting yang terjadi dalam kehidupan kesehariannya. Bahkan dia menulisnya di ponsel, Mungkin dia juga memiliki daya yang berisi tulisan tentang hal-hal yang terjadi dalam hidupmu selama ini,' batin wanita itu setelah membaca beberapa note yang ditulis oleh Clara semasa hidup.
Ceklek ...
Tiba-tiba pintu terbuka. Seketika pandangan Clara tertuju pada pintu, melihat Nathan yang baru masuk dan berjalan menghampirinya. Dia yang sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi Clara seutuhnya karena ingin membahagiakan pria itu, segera beranjak duduk dan menyambutnya dengan senyuman.
"Kamu baru bangun tidur?"
"Iya ... Aku tidur sebentar," ucap Clara dengan masih agak canggung. "Kenapa kamu sangat sebentar? Apa urusanmu sudah selesai?" tanyanya.
"Sebenarnya ini tentang kasus keracunan yang kamu alami," ucap Nathan kemudian duduk disamping Clara dengan sedikit menunduk meletakkan kedua sikunya pada kedua pahanya. Tatapannya kosong mengarah pada lantai marmer yang berwarna putih kekuningan. "Pelayan palsu itu sudah meninggal dan sekarang tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyelidiki kasus itu."
"Meninggal?"
"Yeah ... Dia meninggal dalam kecelakaan mobil. Tidak ada indikasi rem blong atau mobil yang sengaja ditabrak dari belakang ... Kecelakaan itu seperti kecelakaan murni," jelas Nathan kemudian menghela nafas gusar. Dia beralih menoleh menatap kearah dengan sayu. "Maafkan Aku ... Aku belum berhasil menemukan orang yang sudah meracunimu dan ini pasti sangat membuatmu tidak nyaman," lanjutnya.
Clara terdiam melihat Nathan yang begitu sedih, lalu merangkul pundaknya dan mengusap-usap lengan kanannya.
"Kamu tidak perlu minta maaf, aku sudah merasa nyaman dan mungkin ..." Clara berpikir sejenak. "Mungkin bisa menemukan dalang dari kasus racun itu dengan cara lain dan dengan cara yang tidak terburu-buru."
"Sebenarnya aku ingin pihak kepolisian melakukan investigasi dan penyelidikan pada Patricia dan ibunya karena hanya mereka yang tidak menyukai hubungan kita," ucap Nathan.
'Patricia dan ibunya? Aku bahkan tidak tahu siapa mereka. Tapi sebaiknya aku pura-pura tahu dan mendukung tindakan Richard ... Selain itu aku harus mencari tahu tentang Patricia dan ibunya itu.' Clara berkata dalam hati, mulai memikirkan siasat.
"Sayang, tapi aku ingin melupakan masalah ini untuk sejenak, aku benar-benar lelah dan ingin quality time bersamamu," ucap Nathan, melirik Clara yang seketika tersadar dari lamunannya.
"Quality time?"
"Iya ... Aku ingin kita honeymoon. Biarlah masalah ini jadi urusan orang kepercayaan ku," jelas Nathan kemudian melepas rangkulan Clara, beralih meraba bibirnya yang sexy. "Aku ingin kita bahagia, melupakan masalah yang ada. Bahkan ..."
"Bahkan apa?" tanya Clara dengan tatapan menyelidik.
"Kita belum melakukan malam pertama," jawab Nathan kemudian mendekatkan wajahnya pada wajah Clare hingga kening mereka bersentuhan. Dia menyelipkan sejumput rambut istrinya ke belakang telinga, lalu berkata, "aku rindu ... Aku rindu bercinta dengan mu, aku rindu mendengar kamu mendesah di bawah tubuhku atau kamu berada di atas tubuhku dan memelukku dengan erat."
"Eh ... Kamu ingin bercinta?" lirih Clara dengan perasaan yang sangat canggung. Dia tidak habis pikir akan bercinta dengan pria yang tidak dicintainya samasekali. 'Bagaimana ini? Apa aku harus menolaknya? Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku sepenuhnya adalah Clara yang juga ingin membahagiakan Nathan dan juga mama Verena. Lagipula Nathan berhak atas tubuh Clara,' dia berkata dalam hati.
"Iya, Sayang. Aku ingin kita bercinta sebagai suami istri," sahut Nathan kemudian mencium bibir Clara dengan lembut.
Clara pun membalas ciuman itu dengan lembut, memejamkan mata untuk membuang rasa canggung karena dia terbiasa berciuman dengan Michael. Perlahan wanita itu menikmati ciuman lembut dari suami pemilik tubuh yang ditempatinya, hingga perlahan dia merasa tangan Kokoh mulai meraba bagian dadanya. Seketika dia membuka mata dan mengakhiri kemesraan itu.
"Kenapa?" tanya Nathan.
"Aku ... Aku masih belum siap. Aku juga tidak ingin kita bercinta untuk pertama kalinya sebagai suami istri dengan cara yang biasa ... Aku pikir ini bukan saat yang tepat," ucap Clara sedikit gugup, sesekali dia merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.
Nathan tersenyum simpul menatap Clara yang jadi salah tingkah. "Jadi, kamu ingin bercinta dengan cara yang tak biasa?"
"Ya ... Karena ini adalah hal yang sakral untuk kita," jelas Clara kemudian beranjak berdiri. "Sekarang ... Sekarang aku ingin ke rumah mama," lanjutnya.
"Kenapa mendadak ingin ke sana?" tanya Nathan dengan mengerutkan keningnya.
"Emm ... Aku ingin bertemu mama dan aku juga ingin mengambil beberapa barang penting milikku," jawab Clara, sesekali menggigit bibir bagian bawahnya untuk menyembunyikan rasa gugupnya. "Kuharap kamu tidak keberatan untuk mengantarku."
"Tentu saja aku tidak keberatan ... Kita ke sana sekarang," ucap Nathan dengan tersenyum melegakan.
Clara pun tersenyum lega, kemudian segera bersiap menuju rumah Verena. Dia berpikir untuk segera ke sana karena ingin menemukan diary milik Clara untuk mengetahui hal-hal yang bisa membuatnya mengetahui masalah dalam hidupnya yang belum diketahui atau belum dipecahkan, atau bahkan dia bisa menemukan siapa dalang dari kasus racun itu.