San Fransisco 01.15 pm.
Nathan menghentikan mobilnya di halaman mansion mewah yang didominasi oleh warna cat berwarna putih kekuningan, memiliki taman kecil, garasi, tempat pos satpam, dan kolam renang di bagian samping. Dia segera turun, kemudian membukakan pintu untuk Clara, mempersilahkannya untuk keluar kemudian menutup pintu itu lagi.
Clara menghela nafas lega sambil menatapi mansion mewah itu. Dia membayangkan Clara yang sesungguhnya telah tinggal di rumah itu sejak kecil dan sekarang kembali dengan tubuh yang berisi jiwa orang lain.
"Ayo masuk," ajak Nathan sambil merangkul pinggang Clara dari samping.
Clara pun mengangguk dan segera berjalan menuju pintu utama mansion itu. Dia menatap sekeliling yang tampak sepi, hingga akhirnya tiba di depan pintu. Wanita itu hendak menekan bel namun suaminya lebih dulu melakukannya.
Ceklek ...
"Non, Clara," sapa seorang wanita berusia sekitar 30 tahun yang berpenampilan seperti maid.
"Apa mama dan papa di rumah?" tanya Clara.
"Yeah ... Tuan dan nyonya ada di rumah. Mereka baru saja selesai makan siang dan sekarang ada di ruang tengah," jawab wanita itu segera mempersilahkan Clara dan Nathan untuk masuk dan mereka pun langsung ke ruang tengah disambut oleh Verena dan juga Darrel yang sedang duduk di sofa berwarna putih.
Verena memeluk Clara dengan erat, bahkan menciumi pipinya. Sementara Nathan segera duduk di sofa berdampingan dengan Darrel. Sang pelayan pun segera ke dapur untuk membuatkan minuman dan hidangan.
"Kenapa kamu tidak bilang bahwa kamu akan ke sini? Jika kamu bilang sejak tadi Mungkin Mama akan membuatkan makanan kesukaan kamu?" Verena berkata sambil mengajak cara untuk duduk di sofa lain berdampingan dengannya.
"Ehh ... Tadi aku juga tidak berpikir untuk ke sini tapi aku ingat ada beberapa barang kesayangan ku yang masih tertinggal di sini," jelas Clara dengan tersenyum hangat pada Verena. "Aku juga sangat rindu mama, makanya aku segera meminta Nathan untuk mengantarku ke sini tanpa memberitahu Mama terlebih dahulu," lanjutnya.
"Bukankah tadi kamu bilang Nathan sedang ada urusan penting?" tanya Verena yang terlihat elegan dalam balutan rok sebatas lutut berwarna coklat mocca dipadu dengan atasan biru gelap dan sebagian rambutnya ke belakang.
"Kebetulan urusan saya sudah selesai," ucap Nathan.
"Apa kasus keracunan itu sudah terpecahkan?" tanya Darrel yang terlihat mengenakan pakaian formal berupa setelan jas hitam dan menyisir rambutnya dengan rapi.
"Sedang ditangani, Pa," jawab Nathan.
"Kamu harus bisa segera menangkap dalang dari kasus racun itu karena ini menyangkut keamanan Clara," seru Darrel dengan tatapan datarnya.
Clara menatap Darrel yang terlihat masih belum mempercayai Nathan. "Pa ... Jangan terlalu khawatir. Semua akan baik-baik saja. Apalagi sekarang kami sudah pindah di mansion baru yang lebih nyaman dan disana penjagaan sangat ketat."
"Kenapa kamu yakin apakah pelayan disana dapat dipercaya?" tanya Darrel, tatapannya begitu serius pada Nathan.
"Saya yakin, Pa. Bahkan saya memasang CCTV di seluruh ruangan, semuanya sudah terkendali dengan aman ... Anda jangan khawatir," jawab Nathan dengan sopan.
Verena melirik Darrel yang terlalu mengintimidasi Nathan kemudian beralih menatap Clara. "Kamu bilang kamu ingin mengambil barangmu. Sebaiknya Mama antar kamu ke kamar sekarang," ucapnya.
"Eh ... Lebih baik aku ke kamar sendiri saja, Ma," sahut Clara.
"Ya sudah kalau begitu Mama akan ke dapur dan memasak makanan kesukaanmu," ucap Varena. Dia segera meninggalkan ruang tengah menuju dapur dengan melintasi ruang makan sementara Clara menuju lantai atas gimana kamarnya berada.
Setibanya di lantai atas, Clara menatap beberapa pintu ruangan yang mungkin pintu kamar yang berjajar di sisi kanan ataupun kiri. Ada sekitar empat pintu di sana, membuatnya merasa bingung di mana dia harus memasuki kamar yang merupakan milik Clara.
'Ugh, kenapa tidak ada nama di atas pintu. Aku jadi bingung yang mana kamar Clara,' batinnya resah.
Karena tak ingin berlama-lama berpikir, Clara pun memilih untuk memasuki kamar secara random dan kebetulan tidak dikunci.
Ceklek ...
"Ups...!" Clara kembali menutup pintu saat melihat seorang pria yang hanya bertelanjang dada. 'Ugh, siapa dia. Apa mungkin dia kakak atau saudara Clara?'
Ceklek ...
Pintu itu terbuka lagi. Seorang pria bertubuh gagah dengan brewok tipis dan mengenakan kemeja putih serta celana dasar hitam, menatap Clara dengan tersenyum.
"Hey, ternyata kamu tetap pulang ke sini," ucapnya menyeringai.
"Aku hanya ingin mengambil barang penting milikku di kamar," sahut Clara mencoba untuk tetap tenang meski dia bingung setengah mati tentang siapa pria itu, bahkan dia tidak tau namanya.
"Dan kenapa kamu masuk kamarku? Apa kamu merindukan kakakmu yang tampan ini?"
'Oh ... Ternyata dia kakaknya,' batin Clara merasa lega.
"Kurasa keracunan membuatmu sedikit linglung," ucap pria itu kemudian merangkul Clara dari samping. "Ayo, biar aku antar kamu ke kamar. Daripada nyasar lagi," lanjutnya dengan santai.
Clara pun pasrah dengan ajakan pria itu hingga akhirnya tiba di kamar paling ujung dengan pintu berwarna putih, seperti kamar lainnya. Pria itu segera membuka pintu dan mengajaknya masuk.
"Apa kamu akan bekerja?" tanya Clara saat pria itu melepas rangkulan tangannya. Masih belum tahu harus menyebutnya bagaimana karena benar-benar tidak tahu siapa namanya. 'Aku harus mencari tahu tentang nama-nama orang-orang yang dekat dengan Clara,' batinnya.
Pria itu melirik arlojinya yang terpasang pada pergelangan tangan kirinya. "Iya aku harus kembali ke kantor sekarang karena aku memiliki jadwal meeting jam dua," jawabnya.
"Kalau begitu cepat berangkat sebelum terlambat," seru Clara.
"Sebenarnya aku masih ingin bersamamu karena aku masih merindukanmu," sahut pria itu dengan tatapan sedih. "Sungguh aku menyesal dengan apa yang terjadi padamu beberapa hari yang lalu, dan saat itu aku tidak ada di sana ..."
"It's okay. Aku tahu kamu memiliki alasan, tidak perlu merasa bersalah karena sekarang aku baik-baik saja," seru Clara.
"Baiklah kalau begitu aku harus segera ke kantor sekarang," sahut pria itu lalu mencium pipi Clara sebentar, lalu mengusap-usap kepalanya dengan gemas sambil tersenyum menatapnya. "Lain kali kita pasti ada kesempatan untuk mengobrol. Kamu harus selalu jaga kesehatanmu dan ... Jangan menerima makanan dari orang yang tidak kamu kenal atau bahkan orang yang terlihat tidak menyukaimu."
"Tentu saja."
"Aku berangkat sekarang," pamit pria itu kemudian segera meninggalkan kamar.
Clara menghela napas lega lalu beralih menatap ranjang berukuran Queen size yang beralaskan seprai berwarna putih polos. Setelah melirik kearah ranjang, lalu beralih melirik ke arah dinding yang di mana ada sebuah foto besar terpajang memperlihatkan foto Clara semasa masih hidup bersama Verena dan Darrel dan juga pria tadi. wanita itu beralih melirik ke keseluruhan ruangan hingga dia menemukan pintu menuju balkon dan pintu menuju ruang walk in closet.
"Mungkin aku bisa menemukan buku harian Clara sekarang juga sebelum Nathan datang ke sini," ucapnya kemudian memulai aksinya.
Mula-mula Clara menggeledah laci pada meja dekat ranjang, namun dia tidak menemukan buku semacam Diary. Wanita itu pun beralih berjalan memasuki ruang walk in closet yang bernuansa putih kekuningan, terlihat begitu glamour berisi barang-barang mewah seperti tas, high heels, pakaian, aksesoris ... Semua tertata rapi dalam lemari kaca tembus pandang.
Clara mulai membuka setiap lemari hingga laci, dan akhirnya dia pun menemukan buku berwarna merah marun dengan sampul yang sangat tebal dan kaku bertuliskan nama "Clara". Dia pun mengambil buku yang kemungkinan adalah Diary, kemudian duduk di kursi putih dekat lemari.
'Kuharap ada informasi di sini,' batin Clara, mulai membuka buku itu. Ah, kebetulan tidak ada kunci atau kode tertentu.
__Hi. I'm Clara ... Aku tidak pandai menulis kata-kata yang manis tapi aku ingin menulis tentang hal-hal menarik dalam hidupku di sini. Untuk seseorang yang mungkin memiliki kesempatan untuk membaca buku ini ... Aku mohon jangan tertawa. Lol! Aku menulis sesuai dengan isi hatiku, aku akan berbagi segala pengalaman konyol, sedih, atau bahagia di sini, dan aku harap tidak akan ada yang membaca buku ini selain aku dan orang yang kuanggap teman terbaik dalam hidupku ... Mari kita ukir kisah kenangan di halaman berikutnya, karena setiap moment yang kita lewati akan menjadi sebuah kenangan ... Bahkan 1 detik yang lalu juga sebuah kenangan. Waktu adalah hal yang paling berharga, maka jangan pernah menyia-nyiakan waktu yang Tuhan berikan untuk kita. Ahh ... Ah, aku terlalu banyak basa-basi .. lol! But It's okay .. tidak akan ada yang tau bahwa aku suka basa-basi karena aku tidak suka keheningan__
Baru saja membaca halaman pertama, air mata Clara menetes begitu saja karena teringat saat bersama dia bertemu dengan Clara di pesawat dan langsung akrab. Dia sangat ingat Gadis itu adalah gadis yang friendly, humble, dan ceria. Sayang sekali nyawanya terenggut di hari bahagianya..