Saat pagi tepatnya pukul tujuh, Casey terbangun dan melirik sekeliling. Dia melihat suasana yang sudah berbeda dari sebelumnya, karena dia berada di ruang rawat. Wanita itu beralih melirik ke samping kanan di mana ada seorang pria sedang tidur dengan posisinya duduk menyandarkan kepalanya pada tepi ranjang.
"Apa mungkin dia Michael, paman, atau ... Oskar?"
Perlahan, Casey mengangkat tangan kanannya dan meraba rambut pria itu hingga tidak sengaja membangunkannya. Dia pun mengerutkan keningnya saat melihat pria itu adalah Nathan yang langsung tersenyum lega menatapnya, bahkan mencium keningnya..
"Ya Tuhan, akhirnya kamu kembali bangun. Aku sudah sangat cemas, aku takut kamu tidak akan bangun lagi seperti semalam ... Aku benar-benar takut," ucap Nathan dengan sendu menciumi tangan kanan Casey.
"Nathan, tapi aku bukan Clara," ucap Casey, menyadari adanya kesalahpahaman.
Nathan tersenyum tipis sambil menggeleng. "Ya ... Kamu boleh menyebut dirimu bukan keluar karena kamu adalah nyonya Nathan William Rudolf. Kamu istriku ..."
Casey langsung menggelengkan kepalanya sambil mengerutkan keningnya. "Hey ... Bukan begitu maksudku ... Tapi aku memang ..."
"Sudahlah jangan bercanda," ucap Nathan sebelum Casey menyelesaikan perkataannya. Dia beranjak berdiri dan berjalan menuju meja dekat sofa untuk mengambil air minum, lalu kembali menghampiri Casey yang dikiranya adalah Clara, karena itu adalah tubuh Clara. "Aku tau kamu memang suka bercanda, tapi sekarang kamu baru sadar
Kamu harus banyak istirahat dan jangan buat aku ketakutan atau kecewa lagi," lanjutnya.
Casey terdiam, melirik Nathan dengan kesal. Dia jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya hingga dikira sebagai Clara. Dia mengangkat tangan kanannya dan melihat ada cincin pernikahan yang merupakan sebuah berlian, lalu melirik rambutnya yang tidak sama seperti sebelumnya, bahkan terlihat seperti rambut Clara.
"Sayang, sekarang minumlah. Aku yakin kamu pasti haus," seru Nathan menyodorkan pipet yang sudah masuk dalam gelas ke arah mulut Casey.
Dengan ragu dan canggung, Casey pun memiringkan tubuhnya ke arah Nathan, lalu menyedot air minum itu. Dia melirik suami Clara yang begitu tampan meski terlihat sangat kusut seperti tidak mandi seharian, bahkan seperti kurang tidur.
"Hey ... Kenapa kamu melihat ku seperti itu? Aku suamimu, bukan musuhmu." Nathan sedikit tertawa melihat tatapan Casey yang terkesan horor padanya. "Ah, kamu pasti takut kalau minuman ini beracun karena minuman yang semalam kamu minum adalah minuman dari ku. Aku pun tidak tahu sama sekali Jika minuman itu beracun karena ternyata ada yang sengaja menaruh racun dan pelayan yang membawa minuman itu juga adalah pelayan palsu."
"Eh ... Aku hanya ... Aku hanya masih bingung," ucap Casey kembali berbaring dan menatap langit-langit ruangan.
"Apa yang membuatmu bingung?" tanya Nathan sambil meletakkan gelas ke atas meja data ranjang. Dia kembali menatap Casey dengan sendu, kemudian meraih tangan kanannya. "Kamu pasti bingung dan ketakutan setelah kejadian semalam, kan? Aku janji aku akan membawamu pergi jauh dari lingkungan keluargaku dan kita akan hidup nyaman bersama, berdua saja."
Casey merasa risih, namun sepertinya menjelaskan tentang siapa dirinya saat ini adalah hal yang mustahil. Dia juga ingin memastikan, apakah benar dia adalah Clara atau bukan, karena dia pun bingun dengan keadaan ini.
"Apa kamu lapar?" tanya Nathan.
"Tidak, aku tidak lapar," jawab Casey lalu bertanya, "apa kamu tau di mana ponselku?"
"Eh ... Ada di tas. Aku akan ambilkan," ucap Nathan kemudian beranjak dari kursi. Dia berjalan menuju meja dekat sofa dan mengambil ponsel yang terletak di dalam tas Clara yang mungkin diantar oleh bodyguard atau orang kepercayaannya. Pria itu kembali berjalan menuju ranjang, lalu memberikan ponsel berwarna gold itu pada sang istri.
Casey pun mengerutkan keningnya saat menyadari bahwa itu bukanlah ponselnya. Namun dia tetap menerima benda canggih itu dan mulai mengaktifkannya. Beruntung tombol lockscreen tidak diaktifkan dan tidak ada kode-kode penguncian lainnya. Wanita itu membuka aplikasi kamera hingga matanya sukses terbelalak saat mengaktifkan kamera depan yang memantulkan gambar wajahnya.
"ASTAGA!" ucapnya refleks
"Sayang, Apa yang terjadi?" tanya Nathan khawatir, ikut melihat ke arah ponsel yang akhirnya menampilkan gambar dirinya dan Clara.
Casey terdiam, lalu meletakkan ponsel itu ke atas perutnya. Dia kembali merasa penasaran lalu kembali melihat ponsel yang masih berada dalam aplikasi kamera, hingga lagi-lagi dia melihat wajah Clara adalah wajahnya saat ini. Tubuhnya seketika lemas, jantungnya berdegup kencang makan dia seperti akan gemetaran.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Nathan.
Casey melirik Nathan yang begitu dengan wajahnya, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan. Dalam diam, dia merasa tidak heran kenapa pria itu selalu menganggap bahwa dirinya adalah Clara, karena dia benar-benar menjadi Clara atau hanya jiwanya saja yang berpindah dalam tubuh itu.
'Lalu, di mana Clara sekarang? Apa mungkin dia ...' Casey teringat Nathan yang membahas tentang racun. 'Ya Tuhan, itu berarti Clara sudah meninggal karena racun itu. Dia meninggal di hari pernikahannya? Ya Tuhan ... Kenapa bisa begini ... Kenapa nasibnya buruk sekali dan kenapa aku bisa ada dalam tubuhnya? Lalu di mana tubuhku?' Casey bertanya-tanya dalam hati, sambil membayangkan keceriaan Clara saat bersamanya.
Tidak terasa, airmatanya menetes begitu saja. Casey merasa begitu terpukul dengan keadaan yang menimpa Clara dan Nathan, bahkan dia mulai kasihan pada Nathan yang menganggapnya sebagai Clara.
'Dia sangat mencintai Clara, dia pasti akan merasa sangat hancur jika tau aku bukan Clara dan Clara sudah tiada,' batinnya sedih dengan tatapan kosong. 'Tapi ... Tapi bisa saja dia masih ada. Tapi di mana dia?'
Nathan mengusap airmata Casey dengan lembut, lalu mencium keningnya. Dia menyibakkan rambut wanita yang masih bingung itu, menatapinya dengan sendu.
"Maafkan aku ... Aku gagal membuatmu bahagia di hari pernikahan kita," ucapnya.
Casey tersadar dari lamunannya, melirik Nathan yang terlihat sedih. Dia makin menangis karena membayangkan nasib cinta Clara dan Nathan, tidak tau harus berkata apa, berbuat apa, bahkan dia tidak tau di mana tubuhnya saat ini. Wanita itu juga memikirkan apakah kekasihnya dan keluarganya mengkhawatirkannya pasca kecelakaan itu.
"Sayang, berhentilah menangis. Aku tidak bisa melihat mu sedih," seru Nathan, merangkul Casey dengan erat. "Aku benar-benar minta maaf atas meja semalam. Aku bahkan menyesal telah mengambil minuman itu untukmu, itu membuatku merasa telah mengantarmu ke dalam bahaya."
'Aku bukan Clara, aku bukan Clara ... Tapi aku tidak tau bagaimana cara menjelaskannya .. aku juga tidak tau kenapa aku terjebak dalam tubuh Clara,' batin Casey merasa frustasi dengan situasi ini.
Nathan melepas pelukannya, kembali berdiri dengan tegak lalu duduk di kursi. Dia terus menggenggam tangan kanan Casey, menatapinya yang masih diam hingga membuatnya makin bingung.
"Sayang, apa kamu marah padaku karena kejadian semalam? Apa kamu berpikir bahwa aku yang telah meracuni kamu?"