Sesampainya di sebuah ruangan yang terlihat begitu luas dengan desain yang begitu memanjakan mata, Amira dan Alisha disambut oleh seorang lelaki yang berumur lebih dari setengah abad.
"Selamat datang di gubuk kecil saya, keluarga Vernandez," ucap Javier Alex Sanjaya—lelaki yang berhasil membobol julukan pengusaha terkaya di Asia di umurnya yang baru memasuki angka 60 tahun.
"Gubuk kecil?" Amira mengerjapkan matanya beberpa kali untuk mencerna ucapan Alex. Rumah yang menyerupai kastil saja disebut gubuk kecil, bagaimana dengan rumah Amira yang kini sudah menjadi milik bank?
"Terima kasih, Tuan. Anda terlalu merendah," sahut Alisha dengan senyum canggung.
Alex terkekeh, kemudian kembali bersuara. "Mari duduk."
Meski ragu, Alisha dan Amira patuh mengikuti intruksi dari pemilik rumah yang tampak ramah.
"Kalian tau kenapa dibawa ke sini?" tanyanya kembali.
"Karena utang papa saya," jawab Amira dengan polosnya, lagi-lagi membuat Alex terkekeh pelan.
"Benar, papamu punya utang sama saya. Dan sebagai gantinya kamu harus melakukan satu hal untuk saya. Saya jamin, ini akan sama-sama menguntungkan untuk kita semua," ujar Alex dengan senyum misterius.
"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Amira dengan tatapan menyelidik. "Jangan aneh-aneh, ya," peringatnya kemudian.
Permintaan papanya saja sudah sangat aneh dan dan tentunya menyiksa batin, jika permintaaan lelaki di depannya lebih aneh lagi … Amira bisa gila saat itu juga.
"Jangan bilang, dia lelaki yang harus aku nikahi?" batin Amira bergedik ngeri menatap Alex.
"Tenanglah, ini bukan seperti yang kamu bayangkan," ucap Alex.
"Memangnya, apa yang saya bayangkan?" tanya Amira yang agak sedikit erkejut dengan respon Alex yang seperti bisa membaca pikirannya.
"Bukan saya yang harus kamu nikahi, tapi anak saya!" seru Alex dengan tegas, menjawab pertanyaan Amira sekaligus mengatakan isi pikiran wanita itu.
"Hah?!" Amira menganga mendengar penuturan Alex. Entah karena lelaki itu bisa membaca pikirannya, atau karena permintaan lelaki itu.
"Saya rasa, ucapan saya begitu jelas untuk bisa didengar," sahut Alex tak ingin mengulangi permintaannnya.
Lagi-lagi Amira memberikan tatapan menyelidik pada Alex, "Anak Anda tidak cacat, kan?"
"Apa kau melihatnya dalam keadaan cacat saat menjemputmu tadi?"
"Menjemputku?" ulang Amira memastikan dan mengingat siapa yang menjemputnya. Hanya ada lelaki yang menyeretnya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah besar itu.
Dan satu lagi …
"Apa mungkin dia?" batin Amira ragu kalau lelaki yang akan dinikahkan dengannya adalah lelaki angkuh yang hanya duduk di dalam mobil.
"Benar dia," ucap Alex tiba-tiba.
"Siapa?" tanya Amiraa.
"Dia yang ada dipikiranmu."
"Apa Anda cenayang? Bagaimana bisa Anda membaca pikiran saya?"
"Hahaha." Alex tergelak mendengar pertanyan calon menantunya. "Bagaimana, kau mau kan menjadi menantuku?" tanya Alex kembali ke mood serius.
"Anda gak salah, memilih saya menjadi menantu? Anda tidak benar-benar mengenal dan tahu asal-usul saya, bagaimana jika saya menghabiskan semua kekayaan Anda?"
"Pilihan saya gak pernah salah dan kamu bebas menghabiskan kekayaan saya jika kamu mampu," ucap Alex.
Kekayaannya tidak akan bisa dihabiskan begitu saja, entah dengan cara apa Amira bisa menghabiskan kekayannya itu.
"Lagipula, kamu tidak punya pilihan lain selain menerima penawaran saya untuk menikah ddengan anak saya!" tegas Alex. "Kamu tidak mengalami kerugian sedikitpun jika menikah dengannya yang bisa dikatakan sempurna," ucapnya menyombongkan diri.
Sama seperti Alex, Anxel juga tadi menunjukkan kesombongannya. Benar pepatah mengatakan, 'buah tidak jatuh jauh dari pohonnya'.
Amira sudah ingin menolak danmendebat Alex, tetapi lengan tangannya langsung disentuh oleh Alisha. Wanita itu menggeleng pelan, "Sudah, Sayang. Jangan membantah lagi, kita gak punya kuasa apa-apa. Terima aja, ya," nujuk Alisha membuat Amira mendelik tak suka padanya.
"Gak bisa gitu, dong, Ma," bantah Amiraa tak terima. "Mama mau Amira nikah sama orang yang nggak Amira cintai? Bahkan, Amira gak kenal sama dia." tanya Kenara kepada mamanya.
"Bukan gitu, Sayang. Tapi kita benar-benar gak bisa berbuat apa pun lagi, kecuali pasrah mendekam di dalam penjara. Kamu mau?" Alisha berusaha membuat putrinya mengerti situasi yang mereka alami saat ini.
"Benar. Apa yang mamamu katakan benar sekali. Daripada kamu masuk penjara di usia muda, lebih baik kamu menikah dengan putra saya. Saya jamin, semua kebutuhanmu dan mamamu akan terpenuhi nanti," sahut Alex dengan janjinya.
"Cinta ada karena terbiasa," ujar Alexlagi, kali ini lebih bijak. "Saya yakin, karena terbiasa, kalian nanti bisa saling mencintai."
"Semua keputusan ada di tangan kamu, Mama gak ada hak buat maksa kamu. Tapi satu hal yang kamu ketahui saat ini, kita butuh uang untuk menyambung hidup," ujar Alisha.
Semua desakan ini, membuat Amira hampir gila. Benar-benar gila. Amira tak tahu harus menjawab apa, dia takut salah mengambil keputusan. Kalau menolak tawaran ini, Alisha dan Amira akan segera mendekam di penjara. Jika menerimanya, belum tentu hidupnya akan bahagia meski bergelimangan harta.
Apa pun pilhannya, tidak akan ada kebahagiaan untuk Amira. Tapi setidaknya, lelaki kaya raya yang ada di hadapannya saat ini sudah berjanji untuk memberikan fasilitas mewah dan memenuhi semua kebutuhan mamanya.
Baiklah, tidak ada pilihan lain yang lebih baik dari menerima tawaran itu. Meski batinnya tersiksa, yang penting mamanya bisa hidup bahagia tanpa harus melarat karena serba kekurangan.
"Gak usah banyak mikir! Kamu hanya perlu menjawab, iya atau tidak. Jika tidak, silahkan kalian keluar dari rumah saya dan siap-siap untuk mendekam di balik jeruji besi. Tapi jika kamu menerimanya, maka saya ucapkan selamat datang di keluarga Sanjaya," ucap Alex memecahkan lamuanan Amira.
"Baiklah, saya terima tawaran Anda," lirihh Amira.
"Tapi ingat!" Amira mengacungkan jarinya ke arah Alex.
Dialah satu-satunya wanita yang berani menunjuk ke arah Alex. Dengan cepat Alex langsung menepis tangan Amira. "Bicara yang sopan dengan saya!" tegasnya.
"Baiklah, maaf," sesal Amira. "Saya hanya mengingatkan satu hal pada Anda, jangan lupakan janji yang Anda berikan untuk memenuhi semua kebutuhan mama saya, semuanya!" ucap Amira tak kalah tegas.
"Tenang aja," sahut Alex ringan tanpa beban. "Saya bukan lelaki pembohong yang suka ingkar janji. Saya pastikan , kehidupan mamamu terjamin kesejahteraannya!"
"Baguslah kalau gitu," sahut Amira menghela nafas pasrah.
Tak lama kemudian, seorang lelaki memasuki ruangan yang saat ini dihuni oleh Alex, Alisha dan Amira. Kehadirannya yang berjalan tanpa melihat kiri-kanan menarik perhatian ketiga orang itu, terutama Alex.
"Anxel!" panggilk Alex terdengar tegas menghentikan langkah kaki Anxel yang hendak menaiki tangga menuju kamarnya.
Anxel membalikkan badannya dan melihat ke arah papanya, sekilas melirik ke arah Alisaha dan Amira.
"Apa lagi?!" ketus Anxel menatap jengah pada papanya.
Lelaki tua yang suka mengancam dengan tidak ingin memberikan warisan padanya itu pasti saat ini tengah menyusun rencana yang akan membuat dirinya di dalam situasi sulit.
Seperti beberapa saat lalu, Alex meminta Anxel untuk menjemput Amira dan mamanya. Tentu saja Anxel menolak. Apak ata dunia jika mengetahui seorang Anxel Leonel Sanjaya menjemput dua wanita yang baru saja menggelandang karena diusir dari rumah milik bank?
Namun, sekeras apa pun Anxel menolak … Alex punya ribuan cara untuk putranya itu mengikuti kemauannya. Salah satunya dengan mengancam. Anxel begitu takut jika harta kekayaan yang dimiliki papanya semua ddidonasikan ke panti sosial, tanpa menyisakannya sepeser pun.
"Minggu depan kamu harus menikah!"