Amira dan Alisha serentak melihat ke arah mobil mewah yang berhenti tepat di samping mereka. Seorang lelaki berpakaian formal lengkap dengan jas dan dasi menghampiri keduanya.
"Selamat siang, Nona," sapa lelaki itu pada Amira. Kemudian, melakukan hal yang sama pada Alihsa. "Siang, Nyonya."
"Siang," balas Amira dan Alisha hampir bersamaan dengan raut wajah bingung.
Tentu saja hal itu membuat keduanya bingung karena tiba-tiba disapa oleh lelaki asing berpakaian formal.
"Ada apa?" tanya Amira memicingkan matanya, menatap penuh curiga pada lelaki itu.
"Nyonya Alisha dan Nona Amira harus ikut kami sekarang juga!" ujar lelaki itu terdengar tegas.
"Gak mau!" Amira menolak mentah-mentah ajakan yang terdengar memaksa itu. "Kenapa juga kami harus mengikuti kalian?!" ketusnya tak terima.
"Ikut saya secara suka rela atau dengan paksaan!" Suara lelaki itu ppelan saja., tetapi sarat akan ancaman dan ketegasan.
Tak berapa lama, dua orang berpakaian yang sama dengan lelaki tadi menyusul keluar dari dalam mobil. Mereka menyeret paksa Amira dan Alisha, juga membawa barang bawaan kedua wanita itu masuk ke dalam bagasi mobil.
"Lepaskan!" Amira memberontak, begitupun dengan Alisha. Keduanya khawatir menjadi korban penculikan.
Tapi kalau dipikir-pikir, atas alasan apa mereka diculik? Uang saja tidak punya, kalau mereka berniat minta uang tebusan. Yang ada, hanya tumpukan utang yang ditinggalkan Andrew padda keduanya.
"Tolong!" Amira mencoba berteriak, tetapi sayangnya tidak ada orang di sana karena kawasan perumahan yang ditempati Amira dan Alisha terbilang sepi.
Tak lama kemudian, jendela mobil mewah yang ada di samping Amira terbuka dan menampakkan seorang lelaki berkaca mata hitam dan memakai kemeja biru dongker tengah duduk sambil memainkan ponselnya.
Dialah Anxel Leonel Sanjaya—pengusaha sukses di usia muda yang baru menginjak 31 tahun. Selain karena memiliki otak emas, kesuksesan Anxel juga dipengaruhi oleh faktor keluarga yang memiliki kekayaan berlimpah ruah hingga tidak akan habis meski memiliki puluhan, bahkan ratusan keturunan.
"Cepat bawa dia!" seru Anxel tanpa menoleh ke luar jendela. Tatapannya yang terbungkus kaca mata hitam dari merk ternama itu menatap lurus pada layar ponselnya yang terlihat lebih menarik, daripada harus menatap dua wanita yang tengah mengalami nasib buruk.
"Hei, atas dasar apa kau seenaknya mau membawa kami?!" pekik Amira tak terima.
Anxel membuka benda mahal yang membungkus mata, menampakkan kilauan yang memukau dari netranya berwarna perak. Wajahnya yang begitu tampan dengan pahatan yang hampir sempurna, ditambah dengan kulitnya yang tampak putih berseri bak telur baru menetas hampir saja membuat Amira terpesona.
Namun, wanita itu segera mengembalikan kewarasannya agar tidak terpesona oleh sosok yang ada di depannya saat ini.
Tatapan Anxel yang tajam seakan mampu mematikan lawan, kini tengah tertuju ke arah Amira. "Atas dasar utang yang dimiliki papamu!" sahut Anxel dengan senyum miring yang tercetak jelas di wajah tampannya.
"Utang lagi?" tanya Amira terkejut. "Baru saja diusir dari rumah karena utang dan sekarang mau dibawa paksa oleh orang asing juga karena utang," gumamnya tak percaya dengan kenyataan yang diterimanya saat ini.
"Berapa banyak utang yang dimiliki lelaki tua itu? Dan kenapa kami yang harus menanggungnya?" tanya Amira.
"Baca sendiri!" Anxel dengan angkuhnya melemparkan sebuah map hingga benda tak berdosa itu tergeletak tak berdaya di depan Amira.
Wanita itu berontak minta dilepaskan oleh lelaki yang yang sejak tadi meringkusnya, lalu meraih map yang ada di dekat kakinya.
Dengan perasaan berdebar, Amira mulai membuka dan melihat isi dari map itu yang terdapat sebuah surat dan surat perjanjian utang. Amira terlebih dahulu melihat surat perjanjian utang yang tertera sebesar 5,5 milyar rupiah. Di sana juga tertulis Alisha sebagai ahli waris yang harus membayar utang itu jika Andrew tidak mampu membayarnya. Dan yang lebih membuat Amira terkejut hingga hampir jantungan adalah dirinya dijadikan jaminan jika kedua orang tuanya tidak mampu membayar kembali sejumlah uang yang Andrew pinjam dari Anxel.
Kini perhatian Amira tertuju pada surat yang bertuliskan 'Untuk Putriku Amira'. Wanita itu pun membuka surat itu denganrasa pensaran yang tinggi.
Amira sayang, maafkan papa. Papa harus pergi meninggalkan kamu dan mamamu demi bisnis yang baru saja papa rintis dari awal.
Untuk itu, papa meminjam sedikit uang sebagai modal usaha dari seorang pengusaha muda dan tampan. Jadi, papa mohon … menikahlah dengannya untuk menebus semua utang papa padanya.
Jika kamu menikah dengannya, hidupmu dan mamamu pasti akan terjamin. Kalian tidak akan mengalami kesusahan lagi.
Papa janji, suatu saat papa akan kembali setelah usaha papa di sini berhasil dan berkembang pesat.
Papa sayang sama kamu dan mamamu.
Salam sayang, Andrew.
"Dasar gila!" umpat Amira dengan nafasa memburuterkuasai emosi. "Lima milyar lebih katanya sedikit? Di mana letaknya otak laki-laki tua itu?"
Amira benar-benar geram dengan tindakan papanya yang melakukan segalanya seperti tidak mengikutsertakan otak untuk berpikir berbagai konsekuensi yang terjadi atas apa yang akan terjadi setelah tindakannya itu.
"Kenapa, Sayang?" tanya Alisha penasaran, apalagi melihat kemarahan putrinya.
"Papa gila, suami mama benar-benar gila," gerutu Amira. "Dia pergi setelah berhutang kepada lelaki itu." Amira menunjuk Anxel yang bersikap masa bodoh di tempatnya.
"Dia juga meminta aku menikah dengan lelaki itu sebagai penebus utangnya," ujar Amira menggebu-gebu. "Mama baca ini." Menyerahkan dua surat yang dibacanya kepada Alisha agar sang mama bisa membacanya juga.
Alisha menerima surat yanng diberikan putriny, lalu membaca isi dari kedua surat itu. raut wajahnya sama menunjukkan keterkejutan dan emosi yang ditunjukkan Amira.
"Andrew sialan!" umpat Alisha meremas surat yang ditulis oleh suaminya.
"Bawa mereka masuk sekarang!" perintah Anxel yang sudah lelah mendengarkan drama keluarga yang ad di depannya saat ini.
Alisha dan Amira dibawa masuk ke dalam mobil yang berbeda dengan Anxel, kedua wanita itu pun hanya pasrah tanpa perlawanan. Kemudian, mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju ke suatutempat yang tidakdiiketahui oleh kedua wanita yang menjadi korban utang Andrew.
Tak lama dalam perjalanan, mobil yang membawa Amira dan Alisha memasuki gerbang yang menjulang tinggi. Di depan sana, terdapat semua rumah yang lebih menyerupai kastil. Mobil berhenti, Amira dan Alisha keluar bersama dengan tatapan tertuju pada bangunan megah nan mewah yang ada di depan mereka.
"Rumah siapa ini? Besar sekali," gumam Amira dalam hati penuh takjub.
"Ayo masuk!" ucap lelaki yang membawanya tadi.
Amira dan Alisha massuk ke dalam mengikuti langkah lelaki tadi, mereka sama sekali belum melihat keberadaan Anxel sejak meninggalkan kawasan perumahan yang sudah ditempati oleh Amira dan Alisha puluhan tahun lamanya.
"Ah, sudahlah … ngapain aku mikirin dia? Gak guna banget," batin Amira.