"Brengsek!"
Bugh..
Bugh..
Bugh..
Devan melayangkan tiga bogem mentah setelah berhasil menemukan laki-laki yang telah berbuat kasar kepada sang istri pagi tadi. Ya. Devan tiba di kampus tempat kuliah sangat istri langsung mencari laki-laki yang bernama Bagas dengan menunjukan foto kepada mahasiswa lain yang ditemui oleh Devan. Setelah mencari dalam waktu yang tidak terlalu lama, Devan berhasil menemukan Bagas dan tanpa ampun langsung memberikan bogem mentah tiga kali kepada laki-laki muda itu.
Tio yang melihat Devan sedang memukul laki-laki muda itu sontak melangkahkan kaki menghampiri Devan untuk mencegah Devan melakukan hal yang lebih nekat kepada Bagas yang bisa merugikan diri Devan sendiri.
"Sudah Devan. Lepaskan dia! Kamu bisa membunuh dia kalau seperti ini! Istighfar!" ucap Tio berusaha menyadarkan sahabat baiknya itu.
"Tidak ada ampun untuk orang yang telah menyakiti istriaku, Tio!" balas Devan dengan amarah yang masih menyelimuti dalam dirinya. Mata menyalang menunjukan jelas jika amarah Devan kini telah berada di puncaknya.
"Istighfar. Devan!" Tio terpaksa menaikan nada bicara satu oktaf saat melihat Devan kembali memberikan satu bogem mentah kepada Bagas yang telah bababk belur saat ini.
Devan mengacuhkan apa yang diucapkan oleh Tio dan terus memberikan pelajaran kepada Bagas tanpa ampun.
Di sisi lain Kania yang baru saja menyelesaikan kuliah hari ini menautkan kedua alis saat melihat keramaian di salah satu sudut kampusnya saat ini. Kania yang sedang melangkagkan kaki berdua bersama dengan Amanda lantas memutuskan untuk menghampiri ke arah kerumanan mahasiswa tanpa saling bertanya satu sama lain. Rasa penasaran menyelimuti dalam diri Kania sehingga Kania tidak ingin banyak bertanya kepada siapapun dan langsung memutuskan mencari tahu sendiri dengan menghampiri ke arah kerumanan itu.
Kania tercengang saat melihat sang suami yang sedang penuh dengan amarah mencengkeram kerah baju Bagas, laki-laki yang telah mengganggu dirinya pagi ini. Kania tanpa tahu langsung menghampiri sangat suami setelah berhasil menerobos kumpulan mahasiswa yang sedang berkerumun menyaksikan apa yang terjadi saat ini.
"Pak Devan.. Hentikan Pak Devan," ucap Kania setelah berasa di samping sang suami.
Devan melepaskan cengkeraman tangan di kerah baju Bagas dan menyerahkan Bagas kepada Tio agar Bagas tidak melarikan diri setelah mendengar suara lembut sang istri masuk ke dalam gendang telinganya saat ini. Devan menoleh ke arah sumber suara dimana sang istri mini telah berada di samping Devan.
"Kamu tidak apa-apa Kania?" tanya Devan sembari mengusap lembut wajah sang istri dan menatap ke arah tubuh sang istri dengan teliti.
Kania menautkan kedua alis melihat sikap sang suami yang sangat mengkhawatirkan keadaan dirinya itu. Banyak tanya dalam hati Kania tentang sikap sang suami saat ini. Namun Kania tidak ingin menanyakan apa yang kini sedang berada dalam pikiran dirinya. Kania ingin mencegah apa yang dilakukan oleh Devan karena apa yang dilakukan oleh Devan dapat membahayakan diri Devan dan juga membunuh Bagas dengan perlahan.
"Aku tidak apa-apa Pak Devan. Kita pulang yuk Pak Devan," jawab Kania mencoba membujuk sang suami.
Devan menggelengkan kepala menanggapi apa yang diucapkan oleh sang istri. Sementara itu, Kania menautkan kedua alis melihat sikap sang suami.
"Tidak Kania. Aku tidak akan pulang sebelum memberikan hukuman kepada laki-laki yang telah menyakiti kamu itu," sambung Devan.
Semua orang yang berada di sekitar Devan dan Kania sontak tercengang mendengar ucapan Devan. Ya. Mereka yang sedang menyaksikan apa yang telah dilakukan oleh Devan sontak dapat mencerna apa yang diucapkan oleh Devan. Mereka menatap ke arah Kania dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Kania yang merasa diperhatikan oleh orang-orang yang berada di sekitar mereka saat ini tetap bersikap tenang karena memang belum memahami apa yang telah terjadi sebelum Kania datang menghampiri sang suami.
"Pak Devan.. Kita pulang saja yuk. Aku kan tidak apa-apa Pak Devan. Biarkan dia bebas Pak Devan," pinta Kania dengan tatapan penuh permohonan kepada sang suami.
'Shit!' umpan Devan dalam hati melihat sang istri menatap dengan penuh permohonan itu.
Ya. Devan paling tidak bisa jika melihat sang istri menatap seperti itu kepada dirinya. Tidak hanya sang istri, tapi Devan pasti akan kalah jika sang mama tercinta mama Kayra jika melakukan hal yang sama kepada Devan. Kelemahan dirinya yaitu sang mama dan sang istri. Dua wanita yang kini berada dalam hidup Devan dan sangat berarti dalam hidup Devan.
"Aku tidak bisa Kania. Aku harus memberikan hukuman kepada orang yang telah mencelakai kamu. Dia harus tahu dengan siapa dia berbuat salah dan mencari musuh," seru Devan.
Kania menghela Bagas berat saat melihat sikap sang suami yang diketahui oleh Kania memiliki sifat keras kepala dan bersikeras dengan pendiriannya itu. Namun, Kania tidak kehabisan akal untuk berusaha menenangkan sang suami saat ini. Apalagi Kania dapat mendengar bisikan dari beberapa mahasiswa yang berada tidak jauh darinya tentang hubungan Kania dan Devan. Kania merasa tercengang dengan ucapan mahasiswa itu. Namun, Kania berusaha untuk tetap bersikap tenang dan tidak ingin membahas hal itu terlebih dahulu untuk saat ini. Ada hal yang lebih penting yang harus Kania selesaikan daripada gunjinhan mahasiswa itu.
Kania menggenggeam erat telapak tangan Devan dan menautkan jari jemari di sela jari jemari panjang milik sang suami. Tidak lupa Kania mengukir senyuman manis di wajahh cantiknya yang dapat menenangkan hati Devan.
"Mas.. Kita pulang yuk." Kania mencoba merayu sang suami agar sang suami bersedia untuk kembali ke rumah bersama dengan dirinya dan menyudahi aksinya saat ini.
Duarrrr..
Devan terkesiap saat panggilan mas masuk ke dalam indera pendengarannya. Perasaan bahagia seketika menyelimuti dalam diri Devan saat ini. Devan menatap ke arah sang istri dengan tatapan penuh arti. Mengerti dengan tatapan dari sang suami, Kania mengulas senyuman manis sembari menganggukan kepala menanggapi tatapan dari sang suami.
"Kita pulang yuk mas." Kania sekali lagi berusaha membujuk sang suami yang masih bergeming di tempat beri dirinya saat ini dengan menatap ke arah Kania dengan lekat. Genggaman tangan di tangan Kania terasa erat saat Devan membalas genggaman tangan Kania itu.
"Iya sayang. Kita pulang. Tapi mas menunggu anak buah mas dulu untuk mengurus semua ini sayang. Mas juga akan menemui pihak kampus untuk meminta maaf atas kerusuhan yang telah mas lakukan pagi ini sayang," balas Devan.
Berhasil..
Kania merasa bahagia saat berhasil membujuk sang suami untuk kembali ke rumah dan menghentikan apa yang telah dilakukan oleh sang suami kepada Bagas kali ini.
Tio yang sedari tadi memperhatikan interaksi di antara sahabat baiknya dan sang istri itu mengulas senyuman tipis dan langsung berusaha untuk mengambil alih keadaan saat ini. Tio yang masih mencekal tangan Bagas menginterupsi pembicaraan sepasang suami istri itu.
"Kamu dan istri kamu lebih baik pulang saja iya Devan. Masalah di sini biar aku yang menyelesaikan Devan," ucap Tio.
"Apa kamu yakin Tio? Aku akan menghubungi anak buah aku dulu Tio," balas Devan dengan mengalihkan tatapan ke arah sahabat baiknya itu.
"Aku sangat yakin Devan. Kamu tidak usah menghubungi anak buah kamu, Devan. Aku telah menghubungi anak buah kamu dan anak buah kamu telah datang saat ini," sambung Tio sembari menunjuk ke arah dimana anaak buah Devan sedang melangkahkan kaki menghampiri mereka saat ini.
Devan mengikuti kemana jari telunjuk Tio diarahkan saat ini. Devan seketika tersenyum tipis sehingga tidak ada yang menyadari senyuman tipis dari Devan. Hanya Kania yang sempat melihat sang suami mengangkat bibirnya untuk beberapa detik tadi.
"Aku dan istri aku akan kembali ke rumah. Aku harap kamu dapat memastikan jika laki-laki i i akan menerima hukuman karena telah berani mengganggu istri saya. Aku minta tolong kepada kamu Tio untuk mencari tahu siapa keluarga laki-laki ini," punya Devan dengan tegas tanpa ingin dibantah kepada sahabat baiknya Tio.
"Iya Devan. Kamu tidak usah meragukan aku. Kamu dan istri hati-hati di jalan iya Devan," tukas Tio.
Devan menjawab ucapan sahabat baiknya itu dengan anggukan kepala lalu menghampiri salah satu anak buahnya untuk meminta memberikan hukuman kepada laki-laki yang kini masih dalam cengkeraman tangan Tio. Setelah memberikan perintah kepada salah satu anak buahnya, Devanembawa dang istri menuju ke mobil yang terparkir di halaman depan kampus tempat sang istri menempuh pendidikan.
Tak lama kemudian, Devan memutar kemudian meninggalkan kampus dengan kecepatan sedang menembus jalanan ibu kota yang tampak lengang bersama dengan sang istri. Perasaan bahagia tidak dapat disembunyikan dari dalam diri Devan setelah mendengar sang istri memanggil dirinya dengan mas. Beberapa kali Devan menatap sang istri yang sedang menatap ke arah dari kaca jendela mobil.
'Terima kasih sayang.'