Kania mengerjapkan mata menyesuaikan pandangan dengan cahaya lampu yang menyilaukan indera penglihatannya lalu membuka mata perlahan. Kania menautkan kedua alis saat mendapati dirinya tidur di dalam sebuah ruangan yang tampak asing bagi dirinya saat ini. Kania turun dari tempat tidur lalu beranjak ke dalam kamar mandi untuk membasuh muka terlebih dahulu sebelum keluar dari kamar yang tampak asing bagi dirinya itu.
Kania tetap bersikap dengan tenang karena Kania tahu ini bukan kamar hotel sehingga Kania tidak perlu merasa khawatir yang berlebihan. Rasa khawatir itu ada dalam diri Kania. Namun Kania tetap bersikap biasa saja karena mendapati dirinya masih berpakaian dengan lengkap dan pusat intinya juga tidak terasa sakit sama sekali sehingga Kania merasa tenang.
Ceklek..
Kania membuka knop pintu ruangan itu dengan perlahan. Tampak sang suami sedang berkutat dengan berkas yang ada di meja kerjanya saat ini. Kania mengusap dada merasa lega setelah mengetahui jika dirinya kini sedang berada di perusahaan sang suami. Kania berusaha mengingat apa yang telah terjadi sehingga dirinya bisa tidur di dalam ruangan itu.
Astaga..
Kania menepuk kening dengan pelan setelah menyadari apa yang telah terjadi dengan dirinya. Ya. Kania kini merutuki kebodohannya yang tertidur saat dalam perjalanan ke perusahaan sang suami. Kania yakin sang suami yang telah membawa Kania ke ruangan asing ini. Namun entah kenapa Kania tetap merasa tenang walaupun sang suami telah memindahkan dirinya ke ruangan ini karena Kania merasa yakin dan percaya jika sang suami tidak akan berani berbuat aneh kepada Kania. Sang suami tidak mungkin memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Kania percaya itu.
"Kamu sudah bangun sayang?" ucap Devan sembari menoleh ke arah sang istri yang masih berdiri di depan pintu kamar pribadi Devan.
Hah..
Kania tersadar dari lamunannya saat suara bariton yang tidak asing bagi dirinya masuk ke dalam gendang telinganya saat ini. Kania lantas menoleh ke arah sumber suara. Tampak sang suami sedang tersenyum dengan manis kepada Kania. Entah kenapa hati Kania merasakan ada yang beedebae saat ini melihat senyuman dari sang suami.
"Mas yang mindahin Kania ke ruangan itu iya?" Bukan menjawab pertanyaan sang suami, namun Kania bertanya balik kepada sang suami.
Devan menautkan kedua alis mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri. "Sejak kapan kamu ditanya malah balik nanya sayang?"
"Sejak mengenal dan menikah dengan mas. Jawab pertanyaan Kania, mas," jawab Kania dengan nada sedikit memaksa kepada sang suami.
Devan mengangkat kedua sudut bibir membentuk lengkungan seperti bulan sabit. "Iya sayang. Mas yang membawa kamu ke kamar pribadi mas. Mas sudah membangunkan kamu tadi. Tapi kamu tidak bangun sayang. Jadi mas memutuskan untuk menggendong kamu sampai kamar pribadi mas, sayang."
"Kamar pribadi?" Kania menautkan kedua alis setelah mendengar ucapan sang suami. "Berapa wanita yang sudah mas bawa ke kamar itu?"
Tak..
Devan menyentil kening sang istri dengan pelan. "Sembarangan saja kalau bicara kamu. Memangnya kamu pikir mas pemain wanita apa?" Devan berpura-pura merajuk kepada sang istri.
Kania menggaruk tengkuk yang tidak gatal merasa tidak enak hati kepada sang suami. Kania menatap ke arah sang suami yang sedang menekuk wajah saat ini.
"Mas.. Kania minta maaf iya.. Kania tidak ada niat nuduh mas." Kania berucap dengan penuh rasa bersalah kepada sang suami.
"Sudah. Lupakan saja Kania. Mas juga minta maaf telah menggendong kamu tanpa minta ijin terlebih dahulu ke kamu. Mas minta maaf telah melanggar perjanjian kita lagi iya Kania," balas Devan memilih untuk mengalah kepada sang istri.
"Iya mas. Tidak apa-apa mas. Kania juga minta maaf sudah berbicara kurang baik sama mas. Terima kasih sudah memindahkan Kania ke kamar pribadi mas iya," sambung Kania.
"Iya sayang. Kamu mau makan siang apa? Apa kita makan siang di luar saja sayang?" tanya Devan.
Kania menggelengkan kepala. "Mas kan lagi sibuk kerja. Kita makan siang di sini saja mas. Biar Kania yang memesan iya mas. Mas mau makan apa?"
Devan memberitahukan kepada Kania makanan yang ingin dipesan. Kania memesan makanan melalui aplikasi online. Setelah itu, Kania dan Devan melaksanakan sholat Dzuhur berjamaah di dalam kamar pribadi Devan sembari menunggu pesanan mereka datang.
***
"Apa kamu benar-benar tidak ingin menikah lagi Daren?" tanya Kayra.
Daren menggelengkan kepala membalas ucapan mantan istri yang masih berada dihati Daren hingga saat ini. Namun Daren memilih untuk menyimpan rasa itu sendirian karena Daren menyadari jika dirinya dan mantan istrinya itu tidak akan mungkin bersatu kembali akibat kesalahan yang dilakukan oleh Daren di masa lalu.
"Kenapa kamu menanyakan hal yang kamu sudah tahu pasti jawabannya Kayra?" Bukan menjawab pertanyaan Kayra, namun Daren bertanya balik kepada Kayra.
Kayra terkekeh dengan ucapan mantan suaminya itu. "Iya kan siapa tahu saja kamu telah menemukan calon pasangan Daren. Masa iya kamu seumur hidup akan menyendiri jadi duda begitu."
"Aku mau menikah lagi dan mengakhiri masa duda itu jika dengan kamu, Kayra," jawab Daren dengan nada tenang.
Duarrrr...
Kayra tercenang dengan apa yang diucapkan oleh mantan suaminya itu. Ya. Kayra mengetahui jika mantan suaminya itu masih mencintai dirinya hingga saat ini. Namun Kayra masih berusaha bersikap tenang dan berpura-pura seolah tidak mengetahui hal itu. Kayra juga memutuskan untuk menjaga hubungan baik dengan mantan suami dan keluarganya demi putra semata wayang mereka, Devan. Bahkan Kayra dan Daren hari ini memutuskan bertemu empat mata untuk membahas tentang Devan dan warisan yang akan diperoleh Devan dari harta yang dimiliki oleh Daren. Daren berpikir jika Kayra berhak mengetahui apa yang akan diberikan oleh Daren kepada putra kandungnya itu karena Kayra ibu kandung dari Devan sehingga Daren tidak akan menutupi apapun tentang putra kandung mereka.
Daren mengulum senyuman melihat ekpresi Kayra setiap kali Daren membahas tentang perasaan dalam dirinya untuk wanita cantik itu. Bukan Daren tidak tahu diri. Tapi Daren dengan sengaja meledek mantan istrinya itu karena Kayra tanoak menggemaskan di mata Daren jika Daren meledek mantan istrinya itu.
Baiklah. Lebih baik Daren sudahi saja meledek sang istri karena suasana mulai tampak canggung saat ini.
"Aku mau membahas tentang warisan buat anak semata wayang kita, Devan. Kenapa aku memutuskan hal ini sekarang? Usia tidak ada yang tahu kan Kayra? Aku ingin semua harta yang aku miliki setelah aku tidak ada nanti, Devan yang akan menggantikan aku, Kayra. Devan anak aku satu-satunya. Devan penerus keluarga aku satu-satunya Kayra. Kenapa aku memberitahu ini sama kamu? Kamu ibu kandungnya Kayra. Kamu berhak mengetahui semua tentang apan yang diperoleh Devan dari aku, mantan suami kamu dan ayah kandung Devan, Kayra," terang Daren.
Ada perasaan sedih dalam diri Kayra mendengarkan apa yang diucapkan okeh mantan suaminya itu. Ya. Kayra tahu Daren telah berubah. Kayra tahu itu. Namun entah kenapa perasaan sedih dan takut itu kini mendera dalam diri Kayra setelah Daren mengucapkan kalimat v yang sangat jarang bahkan tidak pernah Daren ucapkan sebelumnya saat mereka bertemu untuk membahas Devan, putra kandung mereka.
Kayra memberanikan diri menatap ke arah Daren sembari berucap maaf dalam batinnya kepada Damian, sang suami Kayra. Tampak pendar netra Daren tidak ada kebohongan di dalam sana. Daren sangat yakin dalam mengucapkan semua itu.
Helaan nafas berat terdengar dari bibir Kayra.
'Semoga kanu panjang umur mas Daren. Aku merasa belum siap jika harus kehilangan kamu saat ini. Walaupun kita tidak mungkin bersatu lagi, tapi kamu laki-laki yang baik mas Daren. Kamu benar-benar telah menunjukan dan membuktikan kepada kita jika kamu berubah dari kesalahan kamu yang dulu mas Daren. Semoga kamu panjang umur dan sehat selalu mas Daren. Aamiin... Kita akan memiliki cucu dari Devan dan Kania. Jadi kamu harus panjang umur mas Daren. Biar kamu dapat melihat cucu kota nanti mas Daren,"