Kania menautkan kedua alis saat semua pasang mata menatap ke arah dirinya setelah Kania tiba di kampus diantar oleh sang suami. Kania berusaha mengacuhkan tatapan dari mereka dan terus melangkahkan kaki menuju ke kelas karena Kania ada kelas pagi ini.
"Kamu beneran sudah menikah Kania?" tanya Amanda teman satu kelas yang baru saja dikenal oleh Kania tempo hari.
Kania mengernyitkan dahi mendengar apa yang diucapkan oleh Amanda. "Apa maksud kamu, Amanda?"
"Jangan pura-pura tidak tahu Kania. Aku sudah menyaksikan dan mendengarkan sendiri seorang CEO muda dan sukses mengucapkan kamu itu istrinya. Aku percaya Pak Devan tidak mungkin bohong Kania. Aku tahu siapa Pak Devan, Kania. Pak Devan rekan bisnis papa aku dan Pak Devan bukan seorang laki-laki yang suka mengucapkan hal bohong Kania. Apa benar kamu istri dari Pak Devan, Kania?" sambung Amanda.
Huft..
Kania menghela nafas berat mendengar ucapan Amanda. Sungguh.. Kania tidak tahu harus menjawab pertanyaan dari Amanda seperti apa. Kania kini dilanda bingung dalam dirinya. Kania benar-benar tidak menyangka jika peristiwa tempo hari akan secepat ini menyebar.
"Kania." Amanda memanggil Kania yang sedang termenung dan belum menjawab pertanyaan dari dirinya saat ini.
Amanda mengernyitkan dahi melihat sikap Kania saat ini. Apalagi Kania tampak temenung di hadapan dirinya saat ini. Entahlah.. Amanda juga tidak mengetahui apa yang sedang ada dalam pikiran Kania saat ini.
Amanda menyentuh lengan Kania dengan lembut sehingga Kania terkesiap dan menyadarkan diri dari lamunannya saat ini.
"Apa Amanda?" tanya Kania terperangah.
Amanda berdesis mendengar ucapan Kania. "Kamu ini iya ditanya serius malah melamun."
Kania hendak membuka mulut menjawab ucapan Amanda. Namun Kania merasa beruntung karena disaat yang bersamaan dosen mata kuliah jam pertama masuk ke kelas sehingga Kania tidak perlu menjawab pertanyaan dari Amanda kali ini.
Amanda mendengus kesal melihat dosen telah masuk di waktu yang tidak tepat karena Kania belum menjawab pertanyaan dari dirinya saat ini. Kania yang melihat ekpresi dari Amanda mengulum senyuman dengan perasaan bahagia saat ini.
Kania mengikuti mata kuliah pertama hari ini dengan perasaan bahagia, sedangkan Amanda mengikuti mata kuliah hati ini dengan perasaan dongkol sehingga materi kuliah yang disampaikan oleh dosen tidak ada yang masuk ke dalam otak Amanda.
***
"Kamu kelihatan bahagia banget hari ini Devan. By the way ada apakah Devan?" ucap Adi setelah berada di dalam ruangan Devan dan melihat wajah sahabat baiknya itu tampak sedang bahagia pagi ini.
"Aku kesal sama kamu. Tapi aku juga malas bicara sama kamu," balas Devan tanpa mengalihkan tatapan kepada sahabat baiknya yang kini telah duduk di hadapan dirinya.
Adu memiringkan kepala menatap Devan dengan penuh tanda tanya dalam benaknya saat ini. "Apa maksud kamu, Devan?"
Devan menghela nafas berat dengan perasaan sedikit kesal terhadap sahabat baiknya itu. "Aku kan sudah berapa kali memberitahu kamu, kalau masuk ruangan aku ketuk pintu dulu tutup kaleng." Devan mengungkapkan kekesalannya kepada Adi yang kini sedang tergelak kencang setelah mendengarkan ucapan sahabat baiknya itu.
Devan mendelikan mata tajam ke arah sahabat baiknya yang sedang tergelak dengan kencang saat ini. Namun Adi mengacuhkan tatapan Devan saat ini dan terus tergelak dengan kencang menertawakan sahabat baiknya itu.
Devan mendengus kesal dengan kelakuan Adi saat ini. Devan beranjak dari duduknya menuju ke lemari pendingin yang berada di dalam ruangan pribadinya untuk mengambil air minum dengan harapan kepalanya bisa terasa dingin saat ini.
Ya. Devan merasa sangat kesal setiap kali Adi menertawakan dirinya karena alasan apapun. Bagi Devan tidak ada yang lucu dengan pembicaraan mereka kali ini. Tapi kenapa Adi menertawakan dirinya dengan sangat puas saat ini.
Entahlah. Devan tidak ingin ambil pusing dengan apa yang sedang dilakukan boleh Adi. Devan memutuskan untuk duduk di sofa yang berada di dalam ruangannya sembari meneguk minuman yang kini berada di tangannya.
Adi mengerutkan kening melihat kursi kebesaran teman baiknya itu tampak kosong. Sontak Adi memindai setiap sudut ruang pribadi sahabat baiknya itu. Tampak Devan sedang meneguk minuman dingin di sofa yang tidak jauh dari dirinya duduk saat ini. Adi beranjak dari duduknya lalu melangkahkan kaki menghampiri Devan yang sedang meletakan botol minuman di atas meja kaca itu.
Sret..
Adi dengan tidak sopan seperti biasa mengambil botol minuman bekas sahabatnya lalu meneguk dengan kasar. Devan menggelengkan kepala melihat kelakuan Adi yang tidak pernah berubah sejak mereka saling mengenal itu. Dengusan kesal keluar dari bibir CEO muda yang sukses saat melihat botol minuman kesukaan dirinya tekah habis diteguk oleh Adi.
"Kamu bisa tidak sih jangan mengganggu kebahagiaan orang? Hah?" ucap Devan dengan sewot.
"Kenapa kamu marah?" Bukan menjawab pertanyaan Devan, namun Adi bertanya balik kepada Devan.
"Hari ini tidak ada meeting kan?" tanya Devan tanpa menjawab pertanyaan dari Kania. Nah kan.. Devan dan Kania saking melemparkan pertanyaan tanpa ada yang menjawab pertanyaan mereka saat ini.
Adi menghela nafas kasar. Baiklah.. Lebih baik Adi yang mengalah lagi kepada sahabat baiknya itu daripada berdampak panjang saat ini.
"Iya Devan. Tidak ada meeting hari ini. Memangnya kenapa Devan?" jawab Adi sembari melontarkan pertanyaan kepada Devan.
"Kamu handle pekerjaan kantor hari ini. Aku mau menjemput istri aku kuliah terus aku mau jalan-jalan sama istri aku tercinta," sambung Devan lalu beeanajk dari duduknya menuju ke meja kerjanya mengambil kunci motor dan ponsel.
Adi berdecak kesal dengan sikap sahabat baiknya yang selalu bersikap seenaknya sendiri itu. Namun Adi juga tidak bisa menolak permintaan Devan karena Adi hanya seorang asisten dari sahabat baiknya itu dan Devan bosnya.
"Nasib anak buah iya begini. Apalagi bosnya suka seenaknya sendiri seperti sahabat aku yang tidak ada akhlak itu." gerutu Adi yang masih dapat didengar oleh Devan.
"Tidak usah menyesali hidup kalau masih ingin bekerja disini. Nikmati saja takdir Allah yang diberikan kepada kamu. Bye," sahut Devan lalu pergi meninggalkan ruangannya dimana Adi masih berada di dalam ruangannya saat ini.
"Ya Allah.. Tolong rubah nasib aku ini menjadi lebih baik. Paling tidak rubah bos aku biar tidak seenaknya sendiri kepada bawahannya ini. Aamiin..."