"Kamu hari ini kuliah sampai jam berapa sayang?" tanya Devan setelah berada di mobil bersama dengan sang istri dalam perjalanan menuju ke kampus sang istri pagi ini.
"Kania ada mata kuliah dua saja mas hari ini. Kania tidak usah dijemput mas. Kania naik angkutan umum saja tidak apa-apa mas. Kania kan tahu mas sibuk," jawab Kania sembari menoleh sekilas ke arah sang suami yang sedang mengemudikan mobil.
"Mas akan tetap jemput kamu nanti. Tapi kamu bisa ikut ke kantor iya sayang," sambung Devan.
"Apa tidak apa-apa kalau Kania ikut mas ke kantor? Apa Kania tidak mengganggu kerja mas?" ujar Kania.
"Tidak sayang. Mas tidak ada meeting hari ini," tukas Devan.
"Iya mas. Kania pulang jam sepuluh nanti mas," terang Kania.
"Iya sayang.. Tunggu mas jemput nanti iya sayang. Kuliahnya yang rajin iya sayang. Kalau ada apa-apa kamu hubungi mas segera iya sayang," pinta Devan.
"Iya mas. Terima kasih mas. Kania kuliah dulu iya mas." Kania mengecup punggung tangan sang suami setelah mereka tiba di kampus.
Sepanjang perjalanan mereka lewati dengan obrolan ringan sehingga perjalanan dari rumah menuju ke kampus tidak terasa bagi sepasang suami istri itu. Jalanan ibu kota yang tidak terlalu pada pagi ini juga memudahkan perjalanan sepasang suami istri itu untuk menuju ke tempat mereka melakukan aktivitas hari ini.
Setelah Kania masuk ke kampus dengan aman, Devan memutar kemudian mobil meninggalkan kampus dengan kecepatan sedang menuju ke kantornya.
***
"Kenapa kemarin kamu tidak jadi pulang cepat Devan?" tanya Adi.
"Gila saja kalau aku pulang waktu ada klien datang Adi. Namanya itu cari mati Adi," jawab Devan.
"Alhamdulillah.. Otak kamu masih waras juga iya Devan," cibir Devan dengan cekikikan.
Plak..
Satu jitakan mendarat di kening Adi dari Devan dengan keras.
"Kamu iya Devan nyebelin banget sih. Main asal jitak kening orang saja," omel Adi
"Kamu itu kebiasaan kalau ngomong tidak pernah dipikir dulu Adi. Kalau aku tidak punya otak, mana mungkin perusahaan jadi maju seperti ini," hardik Devan.
"Kamu juga ngeselin sih. Katanya pulang eh tahunya malah di ruang meeting. Mana tidak bilang dulu sama aku lagi. Aku kan sudah dag dig dug duluan Devan," cerca Adi.
"Aku kan niatnya memang mau pulang Adi. Tapi di lobby ketemu sama mereka. Iya sudah aku temui mereka dan meeting. Kamu pikir aku lagi ngerjain kamu begitu Adi? Cuci otak kamu yang selalu kotor Adi," tukas Devan dengan emosi yang mulai naik saat ini.
Adi meringis menunjukan deretan gigi yang putih dan bersih ke arah Devan. "Iya Devan. Maafkan aku. Aku kan tidak tahu Devan."
"Tanya dulu sebelum menuduh orang sembarangan. Balik ke ruangan kamu sana. Aku enek lihat wajah kamu di sini." Devan dengan sengaja mengusir Adi saat tidak mampu menahan emosi yang telah menyelimuti salam diri Devan.
Tanpa banyak basa basi dan tanpa menjawab ucapan Devan, Adi pergi keluar dari ruangan Devan dengan wajh tanoak masam.
Devan yang kini sedang dilanda emosi mencoba mengatur nafas lalu meminta pangkal hidungnya. Tanpa sengaja Devan melihat kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya saat ini.
"Astaghfirullah.. Sudah pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Semoga aku tidak terlambat menjemput Kania." Devan mengambil kunci mobil yang berada di atas meja lalu melangkahkan kaki setengah berlari keluar ruangan menuju mobil yang berada di parkir basement gedung perusahaan milik Devan.
Devan menembus jalanan ibu kota yang tampak lengang di waktu pagi menjelang siang dengan ditemani irama musik yang sengaja diputar oleh CEO muda dan sukses menuju ke kampus sang istri. Sinar matahari yang cerah dan mobil yang berlalu lalang menjadi pemandangan Devan yang sedang mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh untuk mengejar waktu agar tidak terlambat sampai di kampus sangat istri.
Citttt..
Suara gesekan jalanan dan roda mobil terdengar cukup nyaring sehingga ra hel yang baru saja sampai di depan gerbang kampus tercennag mendengarnya suara decitan itu. Kania menggelengkan kepala setelah melihat mobil yang kini berada didepan dirinya dan mobil yang membuat suara gaduh beberapa saat yang lalu itu. Tanpa menunggu lama ravhel segera masuk ke dalam mobil sang suami sebelum ada teman satu kelasnya yang melihat ravhel pagi ini. Senyuman manis didapatkan ravhel dari sang suami setelah Kania duduk di samping kursi kemudi.
Devan memutar kemudian mobil meninggalkan kampus dimana istrinya menempuh pendidikan dengan kecepatan sedang setelah Devan memastikan sang istri telah memasang seat belt dengan aman dan nyaman di samping dirinya saat ini.
Keheningan menyelimuti perjalanan Devan dan Kania menuju ke perusahaan milik Devan. Devan fokus dengan kemudi da jalanan di depan, sedangkan Kania menyandarkan tubuh sembari memejamkan mata di bangku penumpang samping kemudi.
Devan yang mengetahui jika sama boleh istri tampak sedang lelah membiarkan sang istri untuk beristirahat selama perjalanan menuju ke kantornya tanpa ada keinginan untuk mengganggu sang istri saat ini. Sesekali Devan menoleh ke arah sang istri untuk melihat kondisi sang istri yang telah memejamkan mata saat ini. Nafa teratur menunjukan jika sang istri telah menuju ke alam mimpi.
Devan berusaha untuk membangunkan sang istri setelah mereka tiba di perusahaan Devan. Ada perasaan tidak tega dalam diri Devan membangunkan sang istri. Namun Devan juga tidak mungkin menggendong sang istri di depan karyawan lain.
Sementara itu, Kania belum membuka mata setelah Devan berusaha membangunkan sang istri cukup lama. Devan hampir menyerah karena tidak tega dengan sang istri. Namun Devan teringat dengan salah satu hakan rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan Adi untuk masuk ke dalam ruangan pribadinya tabaoa ada satu orang pun yang mengetahui jalan itu.
Astaga..
Devan menepuk kening setelah mengingat tentang jalan rahasia itu. Devan melepaskan seat belt miliknya dan milik Kania lalu Devan turun dari mobil memutar setengah badan mobil menuju ke tempat dimana Kania duduk.
Devan membuka pintu mobil lalu menggendong sang istri ala bridal style menuju ke jalan rahasia yang terhubung ke ruangan pribadi CEO muda sukses itu.
Devan membaringkan sang istri di atas kasur berukuran besar yang berada di ruang pribadinya setelah mereka sampai di ruang pribadi Devan. Devan menutupi tubuh sang istri dengan selimut lalu mengatur subuh pendingin ruangan agar sang istri ngerasa nyaman dan tidak terganggu tidurnya.
Devan mengecup kening sang istri dengan penuh rasa sayang sebelum keluar meninggalkan kamar pribadinya.
"Selamat tidur istriku tercinta.."