Kania sedang berkutat di dapur saat sang suami telah berada di rumah sore ini. Devan langsung menghampiri sang istri kala aroma lezat masuk ke dalam indera penciumannya. Tampak sang istri sedang berperang dengan peralatan dapur. Celemek berwarna pink dengan motif salah satu kartun terkenal yang mereka beli beberapa hari yang lalu menempel dengan pas di tubuh sang istri. Devan yang telah berada di depan pintu dapur memperhatikan sang istri yang sedang mengolah makanan di penggorengan saat ini.
"Masak apa sayang?" tanya Devan yang kini telah berada di samping Kania.
Kania terkesiap mendengar suara bariton sang suami yang sudah tidak asing di indera pendengarannya saat ini. Sontak Kania menoleh ke arah sumber suara sembari meletakan spatula di atas wajan.
"Mas.. Sejak kapan tiba di rumah? Kenapa Kania tidak mendengar salam dari mas" tanya Kania dengan bertubi-tubi kepada sang suami.
Devan terkekeh mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri. "Pertanyaannya seperti wartawan sayang. Banyak banget sih sayang." Devan menjadi hidung lancip sang istri dengan gemas.
Deg..
Hati Kania merasakan sevaran yang tidak seperti biasanya saat sang suami mwnjawil hidungnya saat ini. Perasaan yang sangat berbeda dan Kania masih belum mengerti apa yang kini sedang dirasakan oleh dirinya. Kania menganggap ini hanya perasaan biasa.
Devan mengulum senyuman melihat sikap sang istri saat ini. Sungguh.. Sang istri sangat menggemaskan di mata seorang Devan. Ah.. Seandainya Devan menikah dengan Kania karena saling mencintai. Mungkin Devan dan Kania kini telah hidup dengan bahagia salam menjalani mahligai rumah tangga. Tapi tidak apa-apa bagi Devan. Devan akan sabar menunggu hingga Kania dapat menerima dan mencintai dirinya.
"Mas baru sampe sayang. Bau masakan kamu menggugah selera makan mas, sayang. Ternyata benar istri mas lagi masak," balas Devan.
"Kania masak ayam teriyaki mas yang simple buat makan malam. Kania juga buat tempe goreng dan sambel terasi mas. Apa mas suka? Kalau mas tidak suka nanti biar Kania masak makanan kesukaan mas," sambung Kania.
Devan mengangkat kedua sudut bibir membentuk lengkungan seperti bulan sabit ke arah sang istri. "Suami kamu yang tampan ini tidak pilih-pilih makanannya. Suami kamu ini suka semua jenis makanan."
"Alhamdulillah.. Terima kasih mas. Aku mau siapkan makanan dulu di atas meja makan mas," ujar Kania.
"Mas bantu sini sayang." Devan menawar akan bantuan kepada sang istri.
Entah kenapa rasa lelah itu hilang seketika setelah melihat sang istri di rumah. Devan menyadari hal itu. Bahkan hati Devan merasakan tenang dan bahagia saat nanti berada di samping sang istri.
Sementara itu, Kania merasa canggung saat sang suami menawarkan bantuan kepada drinya. Namun Devan terus meminta untuk membantu Kania sehingga Kania tidak dapat menolak bantuan dari Devan.
"Tidak usah mas. Masa iya seorang CEO muda sukses membantu istrinya di dapur sih mas. Kalau ada rekan bisnis mas yang tahu nanti bagaimana? Tidak lucu kan mas?" alibi Kania mencoba menolak tawaran bantuan dari sang suami dengan halus.
Tak..
Satu pukulan mendarat dengan sempurna di kening Kania dari sang suami. Kania mengaduh kesakitan sembari mengusap kening yang baru saja dinitak oleh sang suami itu. Sementara itu, Devan bersikap tenang seolah tidak melakukan apa-apa kepada sang istri.
"Mas.. Sakit tahu.. Ih," ucap Kania.
Devan tidak tega melihat sang istri merasa kesakitan sehingga dengan gerak cepat Devan mengusap kening sang istri lalu mengecup kening sang istri yang baru saja dijitak oleh dirinya.
Kania terkesiap melihat sikap sang suami yang memperlakukan dirinya dengan sangat lembut. Kania tidak menolak dengan apa yang dilakukan oleh sang suami saat ini. Kania menikmati setiap sentuhan sang suami di kening yang baru saja dijitak oleh sang suami beberapa saat yang lalu.
"Mas minta maaf iya sayang. Mas tidak ada maksud kasar sama kamu. Habis kamu ngeselin sih sayang. Mas kan juga manusia sayang. Jadi tidak masalah donk mas membantu istri mas. Apalagi suami istri kan harus saling tolong menolong sayang," ucap Devan dengan penuh rasa bersalah kepada sang istri.
Kania dapat melihat apa yang diucapkan oleh sang suami tulus dan jujur dari pendar netra sang suami yang kini sedang ditatap oleh Kania. Senyuman manis terukir di wajah cantik Kania ke arah sang suami.
"Iya mas. Tidak apa-apa mas. Kania mengerti mas. Ay.. Kita tata ini di meja makan terus mas habis ini mandi iya.. Sebentar lagi kan Maghrib mas," seru Kania.
Devan dan Kania melangkahkan kaki dengan beriringan membawa makanan hasil masakan ravel ke ruang makan. Devan dan Kania kompak menata makanan dengan rapi di atas meja makan. Tak lama kemudian Devan dan Kania melangkahkan kaki menaiki anak tangga menuju ke kamar.
Kania meletakan jas dan tas kerja sang suami di tempat biasa lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi menyiapkan air yang akan digunakan oleh sang suami untuk mandi.
Devan dan Kania kini sedang menikmati hidangan makan malam dengan suasana hening tanpa ada yang berani membuka suara sepatah katapun. Devan dan Kania sama-sama menjunjung tinggi adab dan sopan santun dalam hal apapun. Apalagi saat Devan dan Kania sedang menikmati makanan seperti saat ini.
"Sambel terasi kamu enak banget sayang. Mas nambah boleh iya kan sayang?" ucap Devan sembari bertanya kepada sang istri.
Kania menautkan kedua alis mendengar ucapan sang suami. "Kenapa mas bertanya sama Kania kalau mau nambah? Mas kan tinggal nambah saja. Mas kan yang makan, bukan Kania mas."
Devan terkekeh mendengar ucapan sang istri yang benar adanya. "Iya sayang. Kamu benar. Mas yang makan sayang. Tapi mas kan juga harus minta ijin sama istri. Mas takut kalau nanti mas gemuk terus istri mas tidak jadi suka sama mas bagaimana coba sayang?"
Kania berdecak kesal mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. "Mas menyindir Kania iya? Kania memang belum cinta sama mas. Tapi Kania bukan tipikal cewek yang meluhta sesorang hanya dari fisik saja mas. Fisik itu nomer sekian mas. Kania lebih penting ke hatinya. Harta juga bisa dicari mas."
"Tidak Kania. Mas tidak ada niat menyindir kamu, sayang. Mas percaya kamu wanita yang baik Kania. Mas nambah iya sayang." Devan mengambil nasi dan laik ke dalam piring.
"Terima kasih mas. Terima kasih mas menyukai masakan Kania. Kania merasa senang mas," tukas Kania.
"Iya Kania. Mas sangat menyukai masakan kamu. Masakan kamu sangat nikmat dan lezat Kania," balas Devan.
"Alhamdulillah.. Terima kasih mas," sambung Kania.
Devan dan Kania kembali melanjutkan menikmati makan malam setelah terjeda obrolan beberapa saat itu. Keheningan kembali menyelimuti mereka saat ini. Hanya dentingan sendrok dan garpu di atas piring yang memecah keheningan saat Devan dan Kania sedang menikmati makan malam.