Kumandang adzan subuh yang syahdu seakan menjadi alarm alami bagi Kania semenjak kecil. Kania mengerjapkan mata dengan perlahan menyesuaikan diri dengan cahaya lampu yang bersinar di kamar. Senyuman manis terukir dari wajah Kania melihat sang suami yang sedang tertidur dengan lelap di samping dirinya sembari mendekap guling dengan sangat erat. Ada perasaan bersalah menyelimuti dalam hati Kania melihat pemandangan di depan matanya saat ini. Namun Kania juga tidak tahu harus berbuat seperti apa. Perasaan dalam hatinya tidak dapat dibohongi untuk saat ini di mana belum ada perasaan cinta kepada laki-laki yang telah menjadi suami sahnya itu.
Kanaya menggoyangkan lengan sang suami dengan pelan berusaha untuk membangunkan sang suami agar melaksanakan sholat subuh.
Hoammm..
Devan meregangkan tubuh sembari mengerjapkan mata saat sayup-sayup mendengar suara lembut dari sang istri yang membangunkan duitnya pagi ini. Kedua sudut bibir Devan terangkat membentuk lengkungan seperti bukan sabit melihat wakau cantik alami dang istri yang kini sedang tersenyum di hadapan dirinya. Perasaan bahagia menyelimuti Devan sejak menikah dengan wanita yang telah menjadi istrinya itu. Apalagi setiap bangun tidur pandangan pertama yang berada di depan indera penglihatannya saat ini wajah cantik sang istri.
"Saya wudhu dulu iya Pak Devan," ucap Kania.
Devan mengulum senyuman melihat Kania yang salah tingkah pagi ini. Anggukan kepala dari Devan menjawab ucapan Kania. Sontak Kania langsung turun dari tempat tidur lalu melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah bersama dengan sang suami, Kania duduk di atas sofa yang berada di kamar mereka untuk melanjutkan mengerjakan tugas kuliahnya pagi ini. Kania mulai membuka laptop yang masih berada di atas meja kaca itu lalu membuka file tugas kuliah yang disimpan oleh Kania malam tadi. Tampak Kania mengernyitkan dahi saat melihat tugas kuliah telah dikerjakan dengan baik, rapi dan tepat sesuai dengan perintah dosen di kampus. Kania mencoba mengingat kejadian tadi malam dimana dirinya memutuskan tidur terlebih dahulu tanpa menyelesaikan tugas kuliahnya itu.
"Kenapa tugas kuliah ini sudah selesai? Pekerjaan aku belum menyelesaikan tugas kuliah ini malam tadi? Tapi kenapa tugas kuliah ini sudah selesai? Siapa yang menegejakannya?" monolog Kania dengan dirinya sendiri saat ini.
Hoaammmm..
Suara sang suami yang menguap seketika membuat Kania tercengang untuk beberapa detik. Ya. Kania melupakan jika dirinya kini tidak sendiri akibat Kania merasa terkejut mengetahui tugas kuliahnya telah dikerjakan. Ada sang suami yang berada di dalam ruangan yang sama dengan dirinya saat ini.
Sementara itu, Devan yang ingin menghindari dari interogasi sang istri yang telah dapat dipastikan oleh Devan jika sang istri akan menginterogasi dirinya tentang tugas kuliah sang istri memilih untuk pura-pura mengantuh hendak kali memejamkan mata. Namun apa yang dilakukan oleh Devan terlambat karena sang istri terlebih dahulu bertanya kepada sang suaminya itu.
"Pak Devan. Apa Pak Devan yang telah mengerjakan tugas kuliah saya?" tanya Kania.
Devan pura-pura tercengang mendengar pertanyaan dari sang istri. "Kenapa Kania?"
Kania berdecak kesal mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Kania memicingkan mata menatap ke arah sang suami. Devan yang ditatap dengan penuh curiga oleh sang istri tetap bersikap tenang saat ini.
"Apa Pak Devan masih mau berpura-pura tidak tahu? Kania hanya ingin mengucapkan Terima kasih jika tugas kuliah ini dikerjakan oleh Pak Devan," sambung Kania.
Devan yang kini masih berada di atas tempat tidur lantas turun dari tempat tidur dan melangkahkan kaki menghampiri sang istri.
Cup..
Tanpa meminta ijin kepada sang istri terlebih dahulu, Devan mengecup kening sang istri dengan kecupan hangat lalu duduk di samping sang istri.
Deg..
Detak jantung Kania bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya setelah mendapatkan kecupan hangat dari sang suami. Bukannya marah, namun Kania merasa nyaman dengan kecupan dari sang suami. Entahlah.. Kania tidak tahu apa yang kini sedang dirasakan dalam dirinya.
Devan mengulim senyuman melihat ekspresi Kania saat ini. Devan merasa tercengang saat melihat Kania tidak marah dengan apa yang dilakukan oleh dirinya beberapa daata ymyang lalu.
"Iya Kania. Aku yang mengerjakan tugas kuliah kamu. Aku merasa tidak tega melihat kamu tidur sampai malam dengan tugas kuliah yang belum selesai. Maafkan aku jika aku lancang dan kamu tidak suka dengan sikap aku," terang Devan.
Kania menghela nafas berat. Kania ingin marah kepada sang suami. Namun, Kania merasa tidak pantas marah kepada sang suami. Kania harus tahu diri saat ini. Bukan marah kepada sang suami, tapi Kania seharusnya berterima kasih kepada sang suami yang telah membantu mengerjakan tugas kuliah Kania.
"Pak Devan seharusnya tidak usah membantu saya mengerjakan tugas kuliah saya. Saya kan jadi merasa tidak enak dengan Pak Devan karena saya sudah terlalu sering merepotkan Pak Devan selama ini," seru Kania.
Devan menempelkan jari telunjuk di bibir Kania. Tatapan Devan dan Kania saling bersiborok untuk beberapa saat. Devan mengunci manik mata hitam milik sang istri sehingga Kania tidak bisa berkutik dari tatapan sang suami.
"Aku tidak merasa direpotkan okeh kamu, Kania. Itu sudah kewajiban aku sebagai suami kamu unyuk membantu kamu yang kini telah menjadi istri saya. Bukankah suami istri itu harus saling membantu Kania?" tukas Devan.
Bungkam..
Kania bungkam mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Tenggorokan Kania seakan tercekat melihat ketulusan dan kejujuran sang suami yang dapat Kania lihat dari pendar netra sang suami yang kini masih menatap dengan lekat ke arah Kania. Perasaan dalam hati Kania kini tidak menentu setelah mendengarkan ucapan sang suami beberapa saat yang lalu. Dua kata yang terngiang dalam benak Kania saat ini yakni suami istri.
Ya. Devan dan Kania kini telah menjadi suami istri sehingga tidak ada yang salah dengan apa yang diucapkan oleh sang suami. Yang salah hanya hatinya yang belum dapat menerima dan mencintai kehadiran sang suami saat ini. Mungkin proses yang terlalu cepat sehingga Kania masih belum dapat menerima semua kenyataan ini. Keinginan Kania datang ke ibukota untuk menempuh pendidikan di salah satu universitas. Namun kenyataan yang harus dihadapi oleh Kania sangat berbeda jauh dari ekspektasinya saat ini.
Helaan nafas berat kembali keluar dari bibir Kania. Perasaan bersalah kini sedikit demi sedikit mulai menyelimuti hari Kania kepada sang suami.
"Terima kasih Pak Devan. Saya minta maaf karena saya belum dapat menjadi istri yang baik untuk Pak Devan," balas Kania dengan menundukan kepala.
Devan mengukir senyuman manis di wajah tampannya saat ini. Devan mengangkat wajah dang istri dengan menangkap wajah sang istri menggunakan kedua tangannya.
"Siapa yang bilang kamu belum menjadi istri yang baik buat aku? Hem?" tanya Devan.
Kania menggelengkan kepala menanggapi ucapan sang suami. "Tidak ada Pak Devan. Tapi saya merasa seperti itu. Pak Devan selama ini kan sudah sangat baik kepada Kania. Kania belum bisa membalas kebaikan Pak Devan."
Devan mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan seperti bulan sabit. "Kamu tidak perlu membalas apapun Kania. Kamu hanya kuliah yang rajin biar kamu bisa sukses dan membuktikan kepada mama dan papa tiri kamu kalau kamu bisa tanpa mereka. Aku akan selalu mendukung kamu apapun yang kamu lakukan Kania. Jika itu hal positif iya Kania. Aku minta maaf jika aku memaksa kamu untuk menikah dengan aku dalam waktu secepat ini. Aku tidak ada niat jahat ke kamu, Kania. Aku juga minta maaf tekha mengecup kening kamu tadi. Semoga kamu tidak marah dda aku. Bukan aku melupakan perjanjian di antara kita. Tapi aku gemas melihat kamu tadi."
Deg..
Jantung Kania kembali berdetak dengan tidak normal mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami.
"T-Tidak apa-apa Pak Devan. Mohon maaf jika ada kesalahan saya dalam berucap dan bersikap kepada Pak Devan. Terima kasih atas semua kebaikan Pak Devan kepada saya selama ini. Saya mau memasak dulu Pak Devan. Permisi." Kania memilih keluar meninggalkan Devan yang masih berada di dalam kamar mereka deni kesehatan jantungnya saat ini.
Devan tersenyum melihat sikap dari sang istri yang tampak menggemaskan di mata Devan.
"Wanita yang lucu."