"Kamu kenapa Kania?" tanya Devan setelah mereka berada di dalam mobil.
Hah?
Kania yang sedang berperang dengan pikirannya sendiri terkesiap saat mendengar suara bariton sang suami masuk ke dalam gendang telinganya.
"I-Iya Pak Devan. Kenapa Pak Devan?" tanya Kania.
"Apa kamu sedang ada masalah Kania?"Devan kembali bertanya saat Kania belum menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh dirinya tadi.
"Kania tidak ada masalah Pak Devan," jawab Kania.
"Aku rasa kamu sedang menutupi sesuatu dari suami kamu ini. Tapi aku tidak akan memaksa kamu untuk menceritakan ke aku jika kamu belum percaya sama aku sebagai suami kamu," sambung Devan.
Kania di membisu mendengarkan ucapan Devan. Kania menoleh sekilas ke arah laki-laki yang kini telah menjadi suaminya itu. Entah apa yang harus Kania lakukan saat ini. Kania sendiri merasa bingung dengan keadaan ini.
Maaf Pak Devan. Kania memang tidak ada masalah apapun Pak Devan saat ini," seru Kania.
Devan menganggukan kepala membalas ucapan sang istri. Devan memilih untuk mengalah daripada berdebat dengan sang istri.
"Kita ke mall iya Kania sekarang. Kita belum laptop buat kamu iya Kania. Tidak ada penolakan," titah Devan dengan tegas sembari menoleh ke arah Kania.
Helaan nafas berat terdengar dari bibir Kania. Baiklah. Kania menganggukan kepala menjawab ucapan sang suami sembari menoleh sekilas ke arah sang suami. Tatapan mata mereka bersiborok untuk beberapa detik.. Beruntung saat ini Devan dan Kania sedang berada di lampu lalu lintas yang masih berwarna merah sehingga mobil Devan berhenti beberapa saat.
Devan mengemudikan kemudi dengan kecepatan sedang menuju ke pusat perbelanjaan yang berada di pusat ibu kota.
Tak lama kemudian,, Devan dan Kania tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di ibu kota. Setelah memarkirkan mobil dengan rapi, Devan mengajak sang istri turun dari mobil lalu melangkahkan kaki dengan berdampingan masuk kedalam pusat perbelanjaan itu.
Devan dan Kania mengelilingi pusat perbelanjaan sebelum masuk ke toko laptop. Devan menawarkan kepada wanita yang telah menjadi istrinya untuk membeli pakaian atau apa saja yang dibutuhkan oleh Kania , namun Kania menolak dengan alasan pakaian yang dimiliki oleh Kania masih banyak yang bagus sehingga Kania belum membutuhkan pakaian baru.
Devan memgangggukan kepala menanggapi ucapan Kania. Ada perasaan takjub menyelimuti dalam diri Devan terhadap sang istri. Jika pada umumnya wanita diajak ke mall atau diminta memilih pakaian yang diinginkan akan dengan senang hati membelinya. Namun, berbeda dengan wanita yang telah menjadi istrinya itu. Wanita itu menolak dengan alasan yang masuk akal.
'Wanita sederhana,' batin Devan.
Devan lalu membelokan langkah kakinya ke sebuah toko laptop diikuti oleh Kania. Kania merasa takjub saat masuk ke dalam toko itu dan melihat laptop dan netbook yang terpajang dengan rapi di etalase toko.
'Barang-barang ini bagus. Pasti harganya mahal. Tapi kalau aku menolak, pasti Pak Devan akan tetap memaksa membelikan laptop untuk aku. Aku pilih yang harganya biasa atau murah saja lha. Aku tidak enak dengan Pak Devan," batin Kania.
Devan memutar tubuh ke arah sang istri yang sedang berdiri di tempatnya saat ini. Devan melangkahkan kaki menghampiri sang istri yang sedang melamun itu.
"Kamu kenapa Kania? Apa laptopnya tidak ada yang kamu sukai Kania?" tanya Devan.
Kania tercengang mendengar suara bariton yang tidak asing di gendang telinganya saat ini. Sintak Kania menyadarkan diri dari lamunan saat suara bariton sang suami mengalun dengan merdu di gendang telinganya. Kania mne oleh ke arah sumber suara di mana sang suami kini telah berisir di hadapan Kania dengan menatap ke arah dirinya.
"Pasti harganya mahal iya Pak Devan disini? Kania merasa tidak enak dengan Pak Devan. Bagaimana jika Kania tidak jadi membelialtop saja Pak Devan," balas Kania dengan polos.
Nah kan..
Apa yang ada dalam benak Devan kali ini terbukti. Ya. Devan telah dapat menerka apa yang ada di dalam benak Kania sehingga Kania tetap berdiri di tempatnya dan tidak mengikuti langkah kaki Devan masuk lebih dalam ke toko laptop itu.
"Kania.. Tidak masalah dengan harga laptopnya. Saya bisa mmembelikan kamu puluhan laptop dengan harga tinggi jika kamu mau Kania. Kamu lupa kan kalau suami kamu ini pengusaha muda sukses yang bisa membeli apa saja yang kamu inginkan? Tapi aku tahu kamu tidak mungkin menginginkan hal yang aneh kan? Jika kamu menginginkan hal yang aneh seperti pesawat pribadi juga tidak masalah. Kamu itu telah menjadi istri aku sekrang dam selamanya," terang Devan.
Kania diam seribu bahasa mendengarkan apa yang diucapkan oleh laki-laki yang kini telah menjadi suaminya itu. Laki-laki yang kini sedang berada di hadapan dirinya ini sangat baik. Kania dapat melihat dari pancaran mata Devan saat ini. Tidak ada kebohongan dalam pendar netra sang suami. Hanya ada ketulusan dan kejujuran dalam pendar netra sang suami saat ini. Kania memberanikan diri menatap ke arah sang suami yang sedang menatap ke arah dirinya saat ini.
"Iya Pak Devan. Laptopnya Pak Devan saja yang memilih iya. Tapi jangan yang harga laptopnya mahal iya Pak Devan," balas Kania.
Devan mengulas senyuman tipis yang hanya dapat dilihat oleh seorang Kania. Anggukan kepala menjawab ucapan sang istri.. Devan mengajak sang istri masuk ke dalam toko laptop lalu meminta sang istri memilih saat ini. Walaupun Kania meminta Devan untuk memilih laptop untuk dirinya. Namun, Devan mencoba untuk memberikan kesempatan kepada Kania memilih laptop yang diinginkan dirinya saat ini.
Kania menatap ke arah sang suami lalu menunjuk ke sebuah laptop berwana solver yang dipajang di etalase toko itu. Devan meminta kepada pegawai toko untuk mengambil laptop itu dan membawa ke kasir. Devan dan Kania melangkahkan kaki menuju ke kasir untuk melakukan pembayaran laptop yang telah dipilih tadi.
"Totalnya sepuluh juta Pak," ucap petugas kasir memberi tahu total pesanan Devan dan Kania.
Kania membelalakan mata mendengar apa yang diucapkan oleh petugas kasir itu. "S-Sepuluh juta? Ucap Kania dengan tercengang.
"Iya mba. Total harga laptop ini sepuluh juta," sambung petugas kasir.
"Iya mba. Saya akan bayar laptop itu. Ini mba," tukas Devan sembari memberikan sebuah kartu kredit tanpa limit yang dimiliki oleh pengusaha sukses di dunia itu.
Kania menyentuh lengan Devan memberikan isyarat kepada Devan untuk tidak membayar laptop itu. Tapi Devan menggelengkan kepala menanggapi isyarat yang diberikan oleh sang istriistri sembari menunggu proses pembayaran laptop milik sang istri.
"Tidak apa-apa Kania. Ingat. Kamu itu telah menjadi istri aku sekarang. Jadi kamu tanggung jawab aku." Devan berbisik di telinga sang istri.
Kania mengesah pelan mendengar ucapan sang suami. Baiklah. Kania memutuskan untuk mengalah kepada sang suami. Berdebat dengan sang suami dirasa percuma oleh Kania. Apalagi Kania dan Devan kini sedang berada di tempat umum sehingga tidak etis rasanya jika Kania dan Devan berdebat. Devan kembali mengulas senyuman tipis ke arah sang istri yang tertangkap oleh indera pendengaran Devan beberapa kali mengesah dengan pelan itu.
"Terima kasih mba."