Devan menghampiri sang istri yang sedang merapikan tempat tidur mereka malam ini. Ya. Setelah menerima permintaan mama Kayra untuk menginap di rumah orang tuanya, Kania memutuskan untuk merapikan tempat tidur yang akan ditempati oleh dirinya dan sang suami.
Devan mengulurkan sebuah kartu berwarna hitam kepada sang istri. "Ini buat kamu, Kania."
Kania menautkan kedua alis saat melihat benda yang diberikan Devan kepada dirinya. Tatapan penuh tanda tanya ditujukan oleh Kania kepada suaminya yang sedang tersenyum menatap ke arah dirinya saat ini.
"Ini apa Pak Devan?" Kania bertanya balik kepada suaminya tanpa menjawab ucapan suaminya.
"Ini nafkah dari aku sebagai suami untuk kamu. Kamu bisa memakai untuk keperluan hidup kamu, kuliah kamu dan apa saja yang ingin kamu beli Kania," jawab Devan sembari menjelaskan kepada istrinya.
"Tapi ini terlalu berlebihan buat Kania, Pak Devan. Tidak usah iya Pak Devan," sambung Kania.
"Memangnya kamu tahu ini apa Kania? Kenapa kamu bisa bilang ini berlebihan buat kamu, Kania?" tanya Devan.
Kania berdecak kesal dengan pertanyaan dari Devan. "Kania memang orang kampung Pak Devan. Tapi Kania pernah nonton film dan membaca novel Pak Devan. Ini black card kan Pak Devan. Kartu yang tidak memiliki batas limit dan hanya dimiliki oleh para pengusaha kan Pak Devan?"
Devan mengusak surai panjang Kania yang tetderai dengan indah. "Istri aku pintar iya. Tidak salah aku pilih kamu sebagai istri iya Kania."
Kania berdesis. "Bisa tidah sih Pak Devan jangan mengacak rambut Kania. Rapiinnya ribet Pak Devan."
Devan menggaruk tengkuk yang tidak gatal lalu meringis menunjukan deretan gigi yang putih dan bersih ke arah istrinya. "Iya Kania. Aku minta maaf. Kamu kalau mau istirahat dulu tidak apa-apa Kania. Aku ingin memeriksa perkerjaan dulu. Habis itu baru tidur Kania."
"Kania lebih baik tidur saja deh. Kalau Kania tidak tidur nanti Pak Devan tambah rese kan iya?" ujar Kania.
Devan mengulum senyuman melihat sikap Kania yang menggemaskan di mata Devan.
"Iya Kania. Kamu istirahat dulu saja iya. Selamat istirahat Kania," tukas Devan.
"Terima kasih Pak Devan." Kania membaringkan tubuh di atas tempat tidur setelah berpamitan kepada Devan.
Devan menatap ke arah sang istri yang telah memejamkan mata dengan tatapan lekat. Senyuman manis terukir di wajah tampan Devan melihat sang istri yang telah terlelap dengan damai. Devan dapat memastikan jika dang istri pasti lelah dengan acara pernikahan mereka walaupun hanya acara ijab qabul. Setelah merasa puas menatap sang istri, Devan memutuskan kemabli berkutat dengan pekerjaan yang berada di email malam ini.
***
Kumandang adzan subuh yang terdengar syahdu di indera pendengaran Kania membangunkan wanita cantik dan manis itu dari tidurnya pagi ini. Setelah membuka mata dan menyesuaikan pandangan dengan cahaya lampu kamar yang menyala, Kania menautkan kedua alis melihat sang suami sedang tidur di sofa panjang yang berada di dalam kamar mereka. Ada desir nyeri yang dirasakan oleh Kania melihat pemandangan yang dilihat oleh dirinya pagi. Ada perasaan bersalah dalam diri Kania melihat sang suami tertidur di sofa kamar mereka. Padahal ini kamar sang suami dan kasur sang suami. Sang suamilah yang seharusnya tidur di atas tempat tidur yang luas ini. Bukan dirinya.
Kania melangkahkan kaki menghampiri sang suami yang masih terlelap pagi ini. Kania menatap sang suami dengan begitu lekat dari jarak yang sangat dekat saat ini. Kania mantap wajah sang suami yang sangat tampan. Hidung mancung, rahang tegas, bulu mata hitam tebal, bersih putih dan terawat. Senyuman manis terukir di wajah cantik Kania.
"Sudah puas menatap wajah tampan suami kamu ini Kania? Hem?" tanya Devan.
Duarrrr..
Kania terkesiap mendengar suara bariton yang tidak asing di gendang telinganya. Sontak tubuh Kania seketika membeku saat Devan menangkap basah dirinya yang sedang menatap dengan lekat wajah dang suami yang dikira oleh Kania masih tertidur pulas pagi ini.
Devan tersenyum melihat air muak sang istri yang lucu di mata Devan. Devan beranjak dengan perlahan dari posisi berbaringnya lalu duduk di sofa menghadap ke arah sang istri yang masih bergeming di tempatnya saat ini.
Devan meniup telinga sang istri dengan sengaja agar sang istri tersadar dari rasa terkejut yang dibuat oleh Devan.
"P-Pak Devan sejak kapan bangun?" tanya Kania dengan nada gugup setelah menyadarkan diri dari rasa terkejutnya.
Devan mengulas senyuman manis nan manis nan hangat sebelum menjawab pertanyaan sang istri. "Saya bangun sejak nafas kami menyentuh wajah saya, Kania."
Kania kembali terkesiap dengan ucapan sang suami. Kania smaa sekali tidak menyadari jika hembusan nafasnya akan membangunkan sang suami sehingga sang suami dapat menangkap basah dirinya yang sedang menatap ke arah sang suami dengan tatapan lekat.
"Kamu mau terus duduk di situ apa mau ambil wudhu Kania? Kamu menghampiri aku pasti karena mau bangunin suami kamu yang tampan ini kan Kania?" Devan dengan sengaja menggoda sang istri.
Blush..
Sontak rona merah tertanpil di wajah Kania saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Apalagi sang suami kini terus menggoda dirinya. Kania mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menyembunyikan rona merah di wajah dirinya. Namun Kania terlambat melakukan itu karena Devan telah melihat wajah sang istri yang sedang bersemu merah saat ini.
"Ayo.. Kita wudhu dulu Kania. Kita akan sholat di mushola bawah bareng dengan yang lain Kania," ucap Devan.
Kania mengikuti langkah kaki Devan masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu sebelum melaksanakan sholat Subuh berjama'ah bersama dengan anggota keluarga yang lain di mushola kecil rumah orang tua Devan yang berada di lantai satu.
Kania membantu mama mertua di dapur menyiapkan hidangan sarapan pagi mereka setelah melaksanakan sholat Subuh berjama'ah pagi ini. Sementara itu, Devan memilih kembali ke kamar untuk tidur karena Devan masih merasa mengantuk. Apalagi tubuhnya terasa pegal akibat tidur di sofa malam tadi.
Mama Nayra dan Kania memasak sembari berbincang dengan ruang membahas apa saja yang dapat mereka bahas. Mama Nayra dan Kania juga membahas tentang Devan dari masa kecil hingga sekarang. Kania tersenyum saat mendengarkan mama Nayra menceritakan tentang sang suami yang bagi Kania terlihat lucu dan baik. Kania merasa beruntung memiliki suami seperti Devan yang sangat menghargai wanita. Apalagi sang mama.
Tanpa disadari oleh mama Nayra dan Kania acara memasak telah selesai tanpa terasa karena mereka melakukan aktivitas di dapur pagi ini sembari berbincang dengan riang. Mama Nayra dan Kania menyiapkan hidangan sarapan pagi di atas meja makan. Mama Nayra dan Kania kembali ke dalam kamar mereka masing-masing untuk bersiap sebelum memulai aktivitas hari ini.