Bau siluman yang tercium oleh Heros terasa begitu kuat. Itu artinya siluman garong pemakan buruannya itu masih berada di dekat sana. Bahkan mungkin, sekarang ia sedang menatapnya dengan lapar.
Heros memutar kepala, melihat sekelilingnya dengan waspada.
"Keluarlah! Aku tahu kau disini!" serunya. Heros menajamkan pendengaran dan penglihatannya, kewaspadaannya meningkat lebih dari 100 persen. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah mencari siluman itu.
Kemudian netra Heros menangkap basah sebuah bayangan tinggi besar di belakang bebatuan. Sinar mentari yang baru timbul menyinari bagian samping batu itu sehingga bayangan itu bisa terlihat dengan jelas.
'Makhluk apa ini? Ukurannya lumayan besar.' Heros bertanya-tanya dalam hati melihat makhluk itu nampak lebih besar dan tinggi darinya. Bayangan Bulu-bulu panjangnya yang menyeramkan terus bergerak-gerak. Tapi jangankan terlihat takut, Heros justru mencebik kesal karena buruannya dirampas.
"Berani sekali siluman ini mengambil ikan milikku," dengus Heros. Ia menatap tajam pada bayangan hitam siluman itu
"Jangan kira aku akan mengampunimu! Kau tak tahu saja aku sudah janjian dengan ikan itu … kalau bukan karenamu, aku pasti sudah menepati janjiku untuk memakannya!" seru Heros berapi-api.
Bagaimanalah ia menepati janjinya pada ikan itu sekarang? Pikir Heros dengan kesal. Ia paling pantang ingkar janji. Namun siluman bodoh ini tiba-tiba saja membuatnya menjadi ingkar.
Tapi meski diomeli oleh Heros, siluman besar itu tak juga merespon, Heros jadi geram karenanya.
"Hah! Jangan bersembunyi seperti pengecut … Keluarlah!" Heros menaikkan nada suaranya melihat bayangan itu bergerak-gerak namun enggan juga menampakkan diri.
"CAKAAAARRRR ANGINNNN!!!!"
Tanpa jeda bicara, Heros langsung menghantam batu itu dengan cakaran angin miliknya sehingga hancur.
BRAAKKKKK!!
"Akhhh!!!" Terdengar suara siluman itu berteriak. Entah karena kaget, ataukah serangan Heros mengenai dirinya.
Satu hal yang pasti ialah mata Heros tak berkedip menanti makhluk apa kiranya yang mengamatinya sedari tadi. Aura biru miliknya terpancar dengan kuat untuk bersiaga, menanti serangan balik.
Bebatuan besar di hadapannya itu telah hancur, namun Heros belum menemukan keberadaan siluman itu padahal ia siluman yang besar. Tapi beberapa detik kemudian, bongkahan-bongkahan batu yang pecah pun bergerak.
TUK!
"HAH?!!" Mata Heros menyipit dengan heran. "Apa-apaan ini?!!"
"Akh! Sa-sakit sekali!" Siluman itu meringis kesakitan keluar dari bongkahan batu yang menindih tubuhnya akibat ulah Heros.
"HEI!!! Bisa-bisanya kau main serang begitu!!!" hardik siluman itu dengan mata melotot. Jantungnya masih berdetak kencang karena kaget barusan. Andai ia sangat mepet dengan batu tadi, maka sudah di pastikan kepalanya pun akan terlepas karena serangan Heros.
Heros mematung dengan mulut ternganga. Ia tak bisa berkata apa-apa melihat seekor rubah dengan wajah dan tubuh manusia keluar dari bebatuan itu dengan merangkak.
Siluman itu berwujud mirip manusia. Penanda silumannya hanyalah terletak pada gigi taringnya yang menjulur, ditambah lagi dengan ekor panjang gembul dan telinga berbulu berwarna jingga. Satu hal lagi, dia ternyata pendek dan kecil.
Heros mendengus. Ia pikir siluman yang bersembunyi itu akan sangat berbahaya karena terlihat besar. Rupanya itu hanyalah tipuan bayangan. Sinar matahari yang menyinari rubah itu membuat bayangannya nampak luar biasa.
Siluman itu nyatanya hanyalah siluman rubah kecil berwujud manusia dengan telinga rubah dan ekor panjang yang gembul. Dia nampak gusar dengan perlakuan Heros padanya.
"Huhuhu … kepalaku … untung tak terpenggal. Dasar rubah bodoh!!" gerutunya lagi sembari menatap kesal pada Heros.
Heros tak begitu menggubrisnya. Siluman berdarah campuran itu justru menatapnya dengan intens. Seakan mencoba melihat seluk beluk tubuh siluman rubah itu.
"Jaga matamu!! Apa yang kau lihat?!!!" Siluman rubah itu menutup bagian depan tubuhnya dengan tangan. "Jangan mesum!!"
"Me-mesum? Bodoh! Aku ini pria!"
Siluman rubah itu cemberut. Benar juga, ia pria. Mereka sama.
"Cepat kembalikan ikanku!" Dahi heros mengernyit. Rupanya sedari tadi yang ia cari pada siluman itu adalah ikan miliknya. Tak ada sepotong pun sisanya. "Dasar rakus!"
"Tak perlu dicari, aku sudah memakannya…," katanya sambil berdehem, tulang ikan tadi masih terasa nyangkut dilehernya. Mungkin itu sedikit karma karena mencuri makanan orang lain.
Namun meski begitu, siluman itu menatap Heros dengan congkak, "Itu salahmu menyimpannya sembarangan."
"Sembarangan katamu?!" Heros berkata dengan kesal. Apanya yang sembarangan? Jelas-jelas ia menyimpannya di tepian yang aman.
"Sudahlah lagi pula kau sudah dapat yang lainnya. Jangan terlalu di besar-besarkan …," katanya seenak udel.
Lalu siluman rubah itu dengan santainya duduk bersila, dan merogoh saku bajunya. Dikeluarkannya perban.
"Bantu aku mengikatnya," ujarnya pada Heros tanpa rasa takut. Seakan ia lupa makhluk itu hampir saja memotong kepalanya.
"Apa-apaan kau ini! Sudah mencuri! Minta tolong juga tidak!" Heros tak terima diperintah seperti itu.
"Hih! Kau tak lihat bahuku luka? Ini karenamu. Bertanggung jawablah!"
Entah karena Heros memang berpikiran dangkal, atau kadang memiliki hati manusia, ia jadi terpengaruh ucapan siluman rubah itu.
Dengan telaten, ia pun membantu mengikat tali perban siluman itu.
"HEI! Jangan keras-keras ikatnya!" Siluman rubah itu berteriak. "Kau dendam, ya."
Heros terkesiap, ia mematuhi ucapan siluman rubah itu dan melonggarkan ikatannya. Ia memang tak berniat menyakiti siluman rubah itu dengan sengaja. Heros hanya tak mengira-ngira dalam menggunakan kekuatannya barusan.
Tapi kemudian Heros tersadar, kenapa juga ia membantunya sekarang? Bukankah dirinyalah yang di rugikan oleh siluman rubah nakal ini?
Heros segera melepas kasar tangannya dari rubah itu.
"Aw! Pelan-pelan bisa, kan?!" omel siluman rubah itu sambil memegangi bahunya yang makin nyut-nyutan karena dihempas heros.
"Kau sebaiknya tak mencuri begitu! Ikan itu milikku."
Mendapat tatapan mengintimidasi dari Heros, siluman rubah kecil itu tak ciut.
"Aku pikir kau tadi manusia, jadi aku mengambilnya." Ia beranjak ke bebatuan yang hancur itu dan kembali membawakan sesuatu untuk Heros.
"Ini masih ada kepalanya … ambillah jika kau mau," kata siluman rubah itu sambil menyodorkan potongan kepala ikan itu ke wajah Heros. Hanya potongan kepala ikan itu saja yang tersisa.
"Bodoh! Aku tak suka kepalanya. Lagi pula itu sudah kotor." Heros berkata dengan sebal. Apa boleh buat. Bagian kepala sama sekali bukan kesukaannya.
"Pergilah!" usir Heros pada siluman rubah itu. Ia kembali masuk ke sungai untuk menangkap ikan lagi karena tangkapannya yang kedua pun entah sudah hilang kemana. Mungkin sudah berhasil kembali ke habitatnya saat Heros marah-marah.
Setelah beberapa menit, Heros jadi risih karena siluman rubah itu tak pergi juga. Ia hanya duduk memandangi Heros dan setiap gerak-geriknya.
"Kenapa masih disini? Apa tak dengar aku memintamu pergi? Aku sudah melepasmu." Heros jadi heran karena siluman rubah itu tak ada takut-takutnya setelah kepalanya hampir copot.
"Aku sedang menungguimu menangkap ikan. Aku masih lapar," katanya dengan enteng. Alis Heros sampai menukik karena ucapan siluman itu yang nampaknya memang ingin mencari mati di tangannya. Padahal dirinya tadi telah berbaik hati untuk tak memperpanjang masalah sengketa ikan.
"Bisa-bisanya kau minta makan padaku! Memang aku siapamu?!" keluh Heros. Meski begitu, ia melempari 2 buah ikan ke arah siluman rubah itu.
Siluman rubah itu makan dengan lahap. Heros hanya menggeleng-gelengkan kepala karena kesal. Entah kenapa meski ia marah, ia tak dapat memaksa siluman rubah itu pergi. Mungkin ia hanya kasihan, atau sejujurnya siluman itu mengingatkannya pada Kara.
'Bagaimana kabar Kara, ya.' Heros makin menyesal mengingat kelakuannya pada gagak tua itu.
"Kau mau kemana habis ini?" Tiba-tiba saja siluman rubah itu bertanya dengan sok akrab padahal mereka sama sekali tak bisa dikatakan teman.
"Kemanapun aku itu bukan urusanmu. Cepatlah makan dan pergi!" Heros kembali memakan makanannya.
"Karena kau sudah bertanggung jawab atas kelakuanmu yang mencelakakanku dan memberiku makanan sebagai kompensasi, aku akan ikut denganmu!"
"Tidak! Enak saja! siapa yang mengizinkan?" balas Heros dengan kesal. Rubah sialan itu benar-benar merepotkan. Dan juga rasanya perkataan siluman rubah itu butuh diluruskan karena dalam hal ini dirinyalah yang salah.
Tanggung jawab? Kompensasi? Apa-apaaan itu! Heros melirik makin gusar.
"Kau tidak boleh begitu padaku. Sesama siluman rubah, bukankah sudah sepatutnya kita mengembara bersama?" Siluman rubah itu berkata dengan seriusnya.
"Aku bukan rubah!" bantah Heros. Meski ia belum tahu asal-usulnya namun ia yakin dirinya bukanlah rubah seperti yang dikatakan siluman itu.
"Dasar, bodoh! Kau itu siluman rubah!" Siluman rubah itu berkata. "Kalau kita tak bersama, kita pasti akan mati!!!"