Riki masih memikirkan kondisi Ari. Meskipun, ibu Riki tidak mengizinkan anaknya pergi kemana pun. Tetapi, Riki nekat pergi.
"Kurang ajar si Farhan!" geram Riki. Ia tidak mengira jika Farhan akan dengan tega membiarkan Ari begitu saja.
Rayan juga kesal ketika mengetahui betapa pengecutnya Farhan. Farhan sangat yakin jika dia akan melindungi teman-teman yang lain. Tapi, nyata dia yang terlebih dahulu kabur saat seorang teman sedang terluka.
"Mah, Nenek stroke. Tadi, baru aja dibawa ke rumah sakit."
Dinda memberitahukan jika mertua dari Dina itu sedang sakit. Ia menghubungi Hilmi untuk mengetahui kondisi ibu mertuanya itu.
"Iya, tadi ibu masuk ke rumah sakit," papar Hilmi.
Dina memberitahu Rayan tentang keadaan nenek Rayan. Rayan langsung merespon dengan ramah.
"Oh, ya udah, sekarang kita ke rumah sakit," ajak Rayan pada ibunya.
Dina merasa heran melihat sikap Rayan yang selalu ketus, berubah menjadi hangat.
"Ada apa atuh ini teh meni buru-buru?" tanya Nadia ketika melihat adik dan keponakannya tengah sibuk mengemas barang-barang ke dalam tas.
"Mertua Dina sakit, Kak," tutur Dina.
"Tungguin atuh! Kakak mau nengokin juga," pinta Nadia.
Cindy, Rayan, Nadia dan Dina berangkat ke Jakarta. Mereka menjenguk nenek Rayan yang terkena gejala stroke.
"Mah, gantian jaga ya, Dinda mau cari makan dulu," ucap Dinda ketika ibunya sampai di rumah sakit.
Amel menata rambutnya yang berantakan. Ia juga merapihkan ranjang. Seorang pria memeluknya dari belakang.
"Aku mau kamu meluangkan waktu yang banyak untukku," pinta lelaki berkulit sawo matang.
"Aku ngerti keinginan kamu. Tapi, aku harus pulang," ucap Amel.
Sudah beberapa kali, Dinda menghubungi Amel. Dinda khawatir karena kakaknya belum juga mengabarinya dari semalam. Takut hal yang buruk menimpa Amel.
"Aku sayang kamu," ucap kekasih Amel sembari mencium kening Amel. Setelahnya, menutup pintu taxi. Taxi biru itu melaju menuju alamat yang Amel mintai.
"Ada apa sih Din?" tanya Amel.
"Nenek masuk rumah sakit Kak," jelas Dinda.
Dengan santainya, Amel menjawab, "Oh, yaudah ntar gue ke sana. Rumah sakit mana?"
Hanya beberapa menit, Rayan melihat kondisi neneknya. Kemudian, dia pergi ke tempat dimana Ari di rawat. Rayan juga sudah berjanji untuk bertemu dengan Riki.
"Ray?" Dina yang ingin meminta tolong kepada Rayan, mencari dimana keberadaan Rayan.
"Tante, tadi Rayan pergi," ucap Cindy yang melihat kepergian Rayan.
"Papah kamu udah ke sini kan?" tanya Dina.
"Belum Mah, Dinda udah telepon. Tapi, gak dijawab. Papah juga udah dua malem gak pulang," terang Dinda.
Dina terbayang lagi oleh suara perempuan yang mengangkat panggilan darinya. Dina tidak mau memiliki prasangka yang buruk.
"Nenek gimana?" tanya Amel yang baru saja datang.
"Kamu tuh dari mana semalam? Mamah dengar dari Dinda, kamu gak pulang ke rumah tadi malam?" tanya Dina.
"Amel nginep di rumah Thania, Mah," dalih Amel. Ia berbohong. Padahal, Amel bermalam kediaman kekasihnya.
Hilmi dengan mata yang terpendar kecemasan, bergegas untuk bertemu dengan ibunya.
"Ibu!" panggil Hilmi.
Dina masih menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan tentang rasa penasarannya. Ia memberikan waktu untuk Hilmi dan nenek dari anak-anaknya.
"Mah, Cindy kan besok harus sekolah." Cindy mengingatkan Nadia tentang sekolah.
"Yaudah, izin dulu," jawab Nadia.
Rayan dan Riki akhirnya bertemu. Tanpa sepengetahuan Maman dan Gilang, mereka ingin menyerang Farhan. Namun, sebelumnya, mereka melihat kondisi Ari terlebih dahulu.
"Pasien bernama Ari telah meninggal," ucap seorang perawat.
Rayan dan Riki melihat jenazah Ari. Mereka langsung bergegas untuk mencari Farhan. Sebagai ketua yang tidak bertanggung jawab, Rayan dan Riki sangat marah terhadap perilaku Farhan.
"Ada apa nih?" tanya Firman yang heran saat Rayan dan Riki mendobrak pintu markas.
"Mana ketua kalian?" tanya Rayan.
"Si Farhan? Tuh!" Yoga menunjuk ke arah Farhan. Farhan melesek kedatangan Rayan.
"Eh mantan ketua. Ada keperluan apa?"
Lengan Rayan sudah mengepal. Ia tidak sabar untuk menghajar Farhan. Tanpa enjawab apa pun, Rayan melayangkan tinju ke wajah Farhan. Sedangkan Riki, menghalangi teman-teman yang lain untuk menolong Farhan dari pukulan Rayan.
"Lu tuh gak pantes jadi ketua!" teriak Rayan sambil terus memukuli Farhan.
"Ari, Ari meninggal. Dan lu sebagai ketua, gak nolongin dia sama sekali. Persetan!" berang Riki.
"Demi apa? Ari meninggal?" tanya Firman. Telinganya ingin memastikan apa yang baru saja dilontarkan oleh Riki.
Riki mengangguk. Ia berkata, "Waktu Ari lagi mau gue tolongin, ketua malah larang gue. Katanya jangan. Nanti nyusahin."
"Gue gak ngomong gitu ya," Farhan tidak mau mengakui apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu.
"Pengecut lu!"
Rayan menghina Farhan. Rayan juga mengatakan bahwa Farhan bukanlah lelaki sejati karena telah mengingkari janjinya.
Farhan hanya menatap ke langit-langit. Antara percaya dan tidak percaya ketika mendengar kematian tentang Ari.
Tetap membela diri, Farhan berkata, "Kematian itu takdir. Gue juga gak mungkin bisa nolong banyak orang."
"Jangan gila ya lu! Putra sama Nanda tuh kemaren nolongin lu! Bukan lu yang nolongin Temen-temen kita," ungkap Amar.
"Ketua sampah!" cemooh yang lain kepada Farhan.
Setelah berdebat dengan Farhan, Rayan dan beberapa temannya, menyambangi rumah duka. Maman dan Gilang datang setelah Rayan memberitahu.
"Lu tau dari mana? Kita aja yang di Jakarta gak tau tentang kondisi Ari," tanya Maman.
"Gue yang kasih tau," ujar Riki.
"Lu gak berantem sama Farhan kan?" tanya Gilang.
"Tebakan lu salah, Lang."
Nindia yang melihat luka di wajah Farhan, mengomel, "Ya ampun, kamu tuh, kan aku udah bilang, kamu jangan berantem terus."
"Gue gak mau lu ganggu!" bentak Farhan.
"Tapi, luka kamu,"
"Sana pergi!"
Farhan mengusir Nindi dari sebuah gudang yang ada di markas. Nindi yang tidak mengetahui apa-apa, hanya bisa menuruti kata-kata dari Farhan.
"Nin, Ari meninggal."
Nindia mendapatkan kabar dari teman perempuannya. Nindia pun, pergi ke rumah Ari.
"Nindi tuh!" ujar Firman.
Rayan hanya menatap Nindia dari kejauhan tanpa menyapa, Rayan fokus membaca doa. Nindi memberikan Rayan senyuman. Namun, Rayan bersikap tak peduli.
Nindi mengabarkan kematian Ari kepada kekasihnya. Ia mengira jika Farhan belum mengetahui apa pun.
"Bangsaaat!" Farhan membanting ponsel. Kiriman pesan dari Nindia hanya membuatnya makin kesal.
"Tante yang sabar ya," kata kekasih Ari sambil memeluk ibu dari kekasihnya.
"Kemarin, Ari masih baik-baik aja. Tapi, sekarang." Ibunda Ari tidak kuasa menahan tangis. Namun, keluarga Ari yang lain tidak terlihat bersedih.
Turut hadir ke pemakaman Ari, Rayan mengingat kenangan dirinya bersama Ari. Riki juga sama. Apalagi, dia adalah sosok yang paling dekat dengan Ari. Di pemakaman, kedua wanita yang sangat mengenal Ari, menangis. Mereka masih tidak menyangka jika Ari akan meninggalkan dunia begitu cepat.