"Soal Nindi?" Farhan menaikkan alisnya.
"Kenapa lo marah sama gue? Tanya aja sama Nindi. kenapa dia mutusin lo. Terus, jadian sama gue," tambah Farhan.
Tersadar ketika ditampar oleh kata-kata, Rayan terpaku di tempat selama beberapa detik. Lalu, Rayan membalikkan tubuh ke arah lain. Farhan mengeluarkan senjata tajam dari kantongnya.
"Raaay!" Maman dan Gilang menemukan tempat pertemuan Rayan dan Farhan.
Setelah kedatangan Maman dan Gilang, Farhan menyembunyikan lagi senjata tajam miliknya. Raut kecewa sangat terlihat jelas di wajah Rayan.
"Jadi, mereka beneran jadian?" tanya Maman.
Rayan hanya mengangguk. Gilang membawa alkohol untuk mereka minum bersama.
"Kak Dinda sama Kak Amel nyariin lu tuh. Mereka ke rumah gue," terang Gilang.
"Gue tau. Kok," jawab Rayan.
Rayan merampas ponsel Gilang. Dugaannya benar, Gilang sedang memanggil Dinda untuk memberitahu keberadaan Rayan.
"Hallo Gi ..."
Belum selesai Dinda menanyakan tentang keberadaan adiknya, Rayan lekas mematikan panggilan.
Gilang membuat alasan,
"Gue cuman gak mau kalau keluarga lu panik Ray."
Rayan mengembalikan ponsel Gilang. Tatapannya kembali kosong setelah sekian lama menatap Gilang dengan sinis.
Ayarra tidak menerima kendala dari murid-murid lainnya. Pelajaran sore itu juga sangat berjalan lancar.
"Ayolah Ray! Jangan cuma karena satu cewek lu jadi begini!" sembari menuangkan alkohol, Maman memberikan Rayan semangat.
"Motor baru ya?" tebak Gilang.
Rayan menggeleng sekaligus menyahut, "Gue juga gak tau itu motor siapa."
Hilmi telah sampai di Bandung. Ia menenangkan Dina dan mengatakan jika Rayan akan kembali lagi.
Nindi langsung menghampiri Farhan ketika melihat luka di wajah Farhan. Nindi yang khawatir, bertanya, "Kamu kenapa?"
"Aku begini, karena mempertahankan hubungan kita."
"Kamu berantem sama Rayan?" duga Nindi.
"Gue lagi gak mau mabok," tolak Rayan ketika Maman menyodorkan gelas berisi Alkohol.
Nindia mengurus luka Farhan. Farhan mengeluh kesakitan. Nindia mengomel, "Terus aja berantem dan buat aku khawatir."
"Bukan aku yang ngajak berantem," cakap Farhan.
Perasaan Rayan sekarang adalah khawatir. Rayan khawatir jika Farhan hanya mempermainkan perasaan Nindia. Dikirim pesan untuk Farhan, "Selamat udah jadian sama Nindi. Tapi, jangan ampe lo nyakitin hati Nindi!"
Pesan yang dibalas Farhan sangat membuat Rayan kesal, "Kenapa jadi lu yang ngatur? Gue mau ngapain Nindi pun, itu bukan urusan lu sekarang."
"Si bangsat!" sungut Rayan.
"Ray! Udah, jangan marah-marah mulu!" Gilang khawatir jika Rayan dan Farhan akan bertengkar lagi.
Rayan menenggak banyak alkohol. Gilang memperingatkan jika terlalu banyak mengkonsumsi, akan berbahaya. Ditambah, Rayan juga akan mengemudikan motor.
"Jangan kebanyakan Ray! Lu kan mau bawa motor lagi nanti."
"Lu jangan larang-larang gue bisa gak?" Rayan menyipitkan mata.
"Buk Yarra? Pulang sendirian kan?" sapa siswa yang bernama Pian.
"Iya Pian."
"Saya bisa loh antar Ibu." Pian berniat untuk mengantarkan Ayarra pulang.
Ayarra menolaknya dengan baik-baik, "Ibu bisa pulang sendiri kok."
"Duluan, Buk,"
Mobil hitam jemputan Pian, melewati Ayarra. Sesungguhnya, Ayarra sangat ingin menerima tawaran dari Pian. Namun, Ayarra dituntut untuk tidak berhubungan dengan muridnya diluar tempat les.
"Din!" Amel mengetuk pintu kamar Dinda. Setelah kepergian Rayan dan ibunya, Ia merasa kesepian ditambah ayahnya juga pergi ke Bandung.
"Ada apa, Kak?" tanyanya.
"Gue tidur di sini ya," ucapnya sambil melemparkan bantal dan selimut miliknya ke ranjang Dinda. Dinda pun, menyetujuinya.
"Lagi telepon siapa si lu?" Amel mengintip ponsel adiknya.
"Gilang. Dia tadi nelpon. Tapi, langsung ditutup. Mungkin aja dia mau kasih info tentang Rayan."
"Diangkat gak?" tanya Amel. Dina menggeleng.
Cindy yang dari pagi sampai magrib mendengar tangisan tantenya, hanya bisa berharap agar Rayan kembali pulang. Cindy merasa sangat kasihan pada tantenya.sekaligus kesal pada Rayan.
"Tante, minum dulu tehnya. Biar agak tenang." Cindy membuatkan secangkir teh panas untuk Dina.
"Din, udah jangan nangis terus. Nanti juga Rayan pasti pulang." Nadia sebagai kakak, memberikan Dina harapan dan ketenangan.
Hilmi tidak henti-hentinya menelepon nomor Rayan. Dina terus menyalahkan dirinya sendiri.
"Kalau aja Dina gak bilang kalo motornya dijual, mungkin, Rayan gak pergi gitu aja."
"Bukan salah kamu, Din," cakap Nadia.
"Hayu kita solat magrib dulu atuh! Berdoa sama allah biar Rayan selamat kemana pun tujuannya. Biar cepat pulang juga." Nadia mengajak kedua orang tua Rayan dan Cindy untuk solat magrib berjamaah.
"Aku solat dulu deh." Ayarra melakukan ibadah solat ketika mendengar adan yang berkumandang.
Orang tua Ayarra cemas mengetahui jika Ayarra belum juga pulang. Padahal, biasanya Ayarra selalu pulang sebelum adan asar. Orang tua Ayarra pun menanyakannya pada Rico, "Si Yarra teh kenapa belum pulang?"
"Rico juga gak tau, Mah. Ntar juga pulanglah tenang aja."
"Cari atuh! Pake motor siapa we," titahnya pada Rico.
"Iya atuh. Rico mau pinjem motor si Mang Ali."
Orang tua dari Ayarra sangat khawatir. Mondar-mandir memikirkan Ayarra yang tak kunjung terlihat batang hidungnya. Terlebih, Ayarra tidak bisa dihubungi.
"Dina, makan dulu atuh biar gak lemes."
Dina menggeleng. Ia masih terus khawatir tentang Rayan. Nadia menyuruh adik iparnya untuk menyuapi Dina nasi.
"Hilmi, suapin nasi si Dina. Kasian dari pagi belum makan."
Hilmi menyodorkan nasi ke mulut Dina. Dina menggeleng keras dan berkata, "Aku gak lapar Kok."
"Jadi, sekarang lu berdua pacaran? Tunggu, bukaaanya, Nindi itu pacarnya Rayan?" tanya Hary teman satu geng Rayan dan Farhan.
"Pacaran itu bisa putus lagi. Itu wajar," balas Farhan.
"Cewek murahan," batin Hary.
"Ray! Tunggu duluuu!" Panggil Gilang dan Maman. Rayan melajukkan motor. Ia akan kembali ke rumah tantenya.
Gilang mengajak Maman untuk mengikuti Rayan. Gilang khawatir jika terjadi hak yang tidak diinginkan dalam perjalanan Rayan. Apalagi, Rayan dalam keadaan di bawah pengaruh alkohol.
"Ayo ikutin si Rayan!"
"Si Rayan marah ntar," alasan Maman.
"Cepet bego. Kalo ada apa-apa gimana? Lu mau disalahin ama keluarganya?"
Maman pun mengikuti kata-kata Gilang untuk mengikuti Rayan dari belakang.
Untuk menunggu kedatangan bus, Ayarra harus berjalan cukup lama untuk sampai di halteu bus.
"Cantik!" goda seorang pria.
Ayarra tidak menoleh sedetik pun. Ia terus melanjutkan langkahnya. Semakin Ayarra bersikap tidak peduli. Pria itu semakin mengejar Ayarra. Bahkan, mencoba merampas tas milik Ayarra.
"Tolong!" jerit Ayarra. Beberapa pengendara motor yang melintas hanya bisa melihat. Mereka tidak punya nyali untuk menolong seorang gadis yang terjerat bahaya.
"Heh biadab! Lepasin gak?" Rayan tiba-tiba turun dari motor untuk menolong Ayarra. Ia tidak melihat dengan jelas jika Ayarra adalah gadis yang dia tolong.
"Wah, ada pahlawan nih! " ucap pria genit itu.
"Itu si Rayan? Duh, ngapain lagi dia pake acara nolongin cewek segala?" celoteh Maman saat memerhatikan Rayan dari kejauhan.